Oleh: Arif Budi Haryanto
Sabtu (18/7/2020) jam 12.00 – 13.30 WIB berlangsung Zoom meeting dengan tema “Inspirasi Kagama: Sambal Bahari Khas Balikpapan”. Acara dengan host Delta Hatmantari (Teknik Arsitektur ’85) dan menampilkan narasumber utama Arry Devichanti (Antropologi Budaya ’93) yang akrab disapa Ayiek itu diikuti oleh sekitar 30 orang.
Ayiek mengawali presentasinya dengan menerangkan apa itu sambal? Pedas dan nikmat, mungkin itulah kata-kata yang dapat menggambarkan sambal di mata orang Indonesia. Ya, olahan cabai yang kerap disajikan sebagai kondimen atau menu pelengkap ini memang tak dapat dipisahkan dari jamuan makan masyarakat Indonesia. Buat kita sambal merupakan pelengkap makan yang hampir selalu dicari di manapun. Entah itu makan mie, bakso, pempek, atau sesederhana makan nasi dan tempe, sambal tetap wajib ada menemani. Uniknya sambal, meski terasa pedas di lidah, tapi bikin ketagihan. Seperti di kota Balikpapan, makan pisang goreng pun warga disini sudah biasa menggunakan sambal, baik sambal kacang, sambal tomat ataupun sambal biasa.
Menariknya, berbagai daerah memiliki sajian sambal khasnya masing-masing. Tak sekadar pedas, tapi masing-masing punya cita rasa khas tersendiri. Bahkan, tak sedikit yang menjadikan sajian sambal tersebut sebagai buah tangan. Apalagi, popularitas sambal botolan kini semakin meningkat, sehingga pilihan dan varian rasanya pun semakin banyak. Tentunya dengan ciri khas cita rasa masing-masing.
Berdasarkan fakta diatas tentang sambal, Lalu Fauzul Idhi (Didiek) dan Rizal Chaniago (Ical) yang merupakan anggota Pengurus PP Kagama dan Kagama Care menggagas untuk membuat sambal botolan dengan ciri khas Balikpapan. Pada awalnya Didiek dan Ical memberikan ide kepada teman-teman Kagama Balikpapan untuk melakukan budidaya lombok di masa pandemi ini, dengan memanfaatkan lahan yang ada di perkotaan dengan metode urban farming.
Selain itu, Didiek, Ical juga memberikan motivasi, sebagai anggota Kagama Balikpapan, kita jangan hanya berpikir sebagai petani saja, tetapi berusaha menjadi enterpreneur, dengan membuat produk turunan dari hasil panen lombok, seperti sambal botolan yang praktis. Didiek dan Ical juga menambahkan, dengan sambal botolan ini, akan memberikan dampak keberlangsungan petani cabai lokal Balikpapan, karena saat musim panen, banyak lombok luar yang membanjiri pasar Balikpapan sehingga petani lokal kalah bersaing dengan petani dari daerah lain, seperti Sulawesi dan Jawa.
Melalui diskusi awal beberapa kali Ayiek dengan beberapa anggota Kagama Balikpapan, seperti Didiek, Ical, Yuniar, Nicko, Arif, Nunik, Evi dan Eptika disepakatilah membuat sambal khas Balikpapan dengan bahan lokal, dan yang menjadi ciri khasnya adalah ikan laut yang banyak di Balikpapan seperti papuyu, baby cumi, cakalang, kakap, sepat, teri, udang papay, dan ikan asin. Juga ikan lokal seperti haruan (gabus). Selain bahan baku ikan, juga dibuat varian seperti sambal bawang, matah, bajak dan sambal ijo. Untuk menguatkan brand Balikpapan, maka dipilihlah nama produk “Sambal Bahari” khas Balikpapan.
Selain itu, dibantu anggota Kagama Balikpapan Eka Krisna Santoso, yang baru menyelesaikan studi di University of Akron USA jurusan business administration untuk membuat strategi penetapan harga jual agar bisa bersaing dan hasil produknya bisa berkelanjutan.
Ayiek yang sudah terbiasa mengolah kuliner dipercaya menjadi juru ramu “Sambal Bahari” khas Balikpapan sebagai upaya melestarikan resep kuliner bersejarah. Dengan pengalaman memasak yang sudah turun temurun, Ayiek menggunakan bahan baku utama cabe rawit, cabe merah, tomat, terasi, sereh, jahe, daun jeruk dan ikan sebagai bintang utama dari “Sambal Bahari” tersebut. Setelah jadi, sambal tersebut dikemas dalam botol supaya bisa dipasarkan, dan seperti biasa, sebagai permulaan, “Sambal Bahari” botolan tersebut ditawarkan ke anggota grup Kagama Balikpapan sekaligus untuk mengetahui respon pasar. Harga awal yang ditawarkan 35 ribu untuk sambal baby cumy, dan varian lainnya dihargai 25 ribu untuk kemasan botol 135 gram.
Alhamdulillah banyak yang pesan dan tahap pertama terjual sekitar 100 botol “Sambal Bahari” dari semua jenis yang kesemuanya ada 19 varian, dan rata-rata memberikan testimoni bahwa sambalnya enak, maknyus, lezat, bikin ketagihan dan lain-lain. Bahkan sambal dipadukan dengan nasi putih pun sudah enak, kata sebagian pelanggan. Sebagian pelanggan juga mengatakan sambalnya cocok dibuat bumbu nasi goreng, dan ada yang menggunakan roti dengan sambal cakalang diatasnya, seperti sandwich.
Melihat antusias dan prospek ke depan, Didiek dan beberapa anggota Kagama Balikpapan mencoba untuk lebih serius menggarap produk sambal ini, supaya bisa menjadi UMKM yang menghasilkan profit. Produk “Sambal Bahari” khas Balikpapan akan dikelola lebih profesional dengan mengurus izin yang diperlukan, seperti PIRT (Produk Industri Rumah Tangga), sertifikat halal, membuat kemasan yang lebih higienis dan tahan lama sehingga bisa dikirim ke luar kota, dan lain-lain. Sebagai target utamanya, Didiek dan Ical optimis “Sambal Bahari” khas Balikpapan bisa dikenal dan menjadi buah tangan untuk pengunjung dari luar Balikpapan.