Oleh: Asniar Khumas
Perjalanan mendistribusikan bantuan PP Kagama, Kagama Care dan Deru UGM tahap kedua untuk penyintas gempa Sulbar pada tanggal 26 – 27 Januari 2021 menyisakan cerita beragam. Rombongan Kagama Care tiba di Pos Bersama Nusa Pustaka dan Rintara Jaya di Malunda memberi kesempatan menyaksikan secara langsung distribusi bantuan yang diberikan oleh para dermawan yang berasal dari instansi-instansi pemerintah, swasta dan berbagai komunitas. Kaum muda yang memiliki rasa empati tinggi mencurahkan tenaga dan ketrampilan yang dimiliki untuk membantu penyintas gempa.
Tim Kagama Care tiba di pos bersama Malunda, Kabupaten Majene tanggal 27 Januari 2021 pukul 12.30. Saat tiba, para relawan sedang menurunkan bantuan dari mobil pengangkut secara estafet. Relawan senantiasa bergotong royong menurunkan barang bantuan yang berjumlah sangat banyak. Hingga sekitar 3 jam, tim Kagama Care menyaksikan beberapa kelompok relawan dan perwakilan donatur datang silih berganti dengan mobil bak terbuka atau truk dengan rompi penanda atau baju kaos yang mewakili lembaga/komunitas mereka. Salah satu komunitas yang bantuannya dibawa oleh tim Kagama Care adalah dari kawan-kawan Paguyuban Alumni Fakultas Hukum UGM Angkatan 1991.
Kejadian menarik yang sempat disaksikan tim Kagama Care adalah kehadiran pengungsi yang datang dan meminta barang secara langsung. Teman-teman di Pos Bersama telah membuat sistem pembagian bantuan yang mendidik kejujuran masyarakat. Pengungsi yang datang didata dan diberikan barang kebutuhan, setelah yakin dengan data-data yang diberikan. Apabila teman-teman relawan sangsi dengan data yang diberikan pengungsi, mereka mengantar langsung bantuan ke titik pengungsi tersebut berada. Cara tersebut sangat efektif karena ada saja oknum yang memanfaatkan kesempatan untuk menumpuk bantuan karena melihat banyaknya barang yang tiba di pos bersama.
Tim Kagama Care kemudian melanjutkan perjalanan ke pos pengungsi
di desa Kasambang, Kecamatan Tapalang, Kabupaten Mamuju. Tim bertemu langsung dengan keluarga pengungsi dengan berjalan kaki karena medan tidak memungkinkan ditempuh dengan mobil. Barang yang dibawa dititipkan ke pengungsi yang mengendarai motor yang kebetulan lewat. Lokasi tempat pengungsian umumnya di dataran tinggi, dan mesti ditempuh dengan kendaraan roda dua atau berjalan kaki.
Tim sempat bertemu dengan Silla, 12 tahun (anak tertua) dengan 3 orang adik. Rumah Silla rusak parah. Saat ditemui, Silla sedang menjaga adiknya, berusia 8 bulan. Ibu dan ayahnya sedang tidak di tenda pengungsian.
Tim Kagama Care juga menyaksikan banyak anak-anak kecil yang sedang bermain dengan batu-batu di sekitar tenda dan memanjat pohon, dan sempat berbincang dengan beberapa anak yaitu Ica (5 tahun), Sultan (6 tahun) dan Husain (5 tahun). Mereka mengekspresikan kegembiraan mendapatkan higyene kit yang diberikan. Keadaan yang penuh keterbatasan tidak mengurangi keceriaan anak-anak meski aktivitas belajar dan bermain menjadi sangat terbatas. Anak-anak pengungsi banyak yang usia SD dan akan menghadapi ujian akhir di sekolah mereka.
Kenyataan miris yang ditemukan di lokasi pengungsi adalah adanya pasangan suami istri yang menikah dini. Ada yang berusia 17 tahun dan sudah punya bayi. Berdasarkan pengamatan tim Kagama Care, banyak anak-anak yang memiliki pertumbuhan fisik tidak mencerminkan usianya atau mengalami stunting.
Bencana memang menyisakan cerita yang menyedihkan. Meski demikian, selalu ada sisi yang membesarkan hati yang menghadirkan rasa bahagia: sisi kebaikan manusia dalam membantu saudaranya yang kesulitan dan melebur perbedaan yang ada.
Leave a Reply