Tunanetra membuat film barangkali banyak yang menganggapnya mustahil. Namun hal itu benar-benar diwujudkan oleh sebuah komunitas tunanetra bernama “Sat Adhirajasa”, yang artinya 6 orang perkasa. Karena memang komunitas tersebut anggotanya ada 6 orang, 2 lelaki dan 4 perempuan, yang kesemuanya masih duduk di bangku SMA dan berstatus mahasiswa.
Dua buah film pendek berdurasi 20 menit sudah berhasil mereka produksi, yaitu film pertama “Seutas Asa” disutradarai oleh Taufik Rahmadi Sitorus, penyandang tunanetra mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Yogyakarta. Lalu film kedua berjudul “Ning Nong Ning” hasil besutan Arif Prasetya, mahasiswa Fakultas Psikologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang merupakan ketua “Sat Adhirajasa”. Saat ini Taufik sedang memproduksi film ketiga yang berjudul “Salah Doa”.
Arif mengatakan tentu saja secara keseluruhan mereka tidak menggarapnya sendirian. Untuk naskah, kameraman, dan kru lain dibantu oleh komunitas Rumah Kandang, Gamping. Tenaga pendukung ini adalah anak-anak muda kreatif yang secara fisik normal.
Saat pemutaran kedua film di Rumah Kandang (7/12/2021) banyak yang hadir, termasuk Herlambang Yudho, alumnus Fakultas Filsafat UGM. Ia datang karena memenuhi undangan sahabatnya, Indra Tirtana yang merupakan mentor komunitas “Sat Adhirajasa”.
Herlambang rupanya tertarik dengan keunikan komunitas tersebut. Maka mulailah terjalin hubungan dengan para anggota “Sat Adhirajasa”. Mereka sering melakukan pertemuan setelah acara nonbar berikutnya di Sleman Creative Space, Taman Kuliner Sleman, Selasa (28/12/2021). Lalu, berikutnya ada lagi satu warga Kagama bergabung, yaitu Yudah Prakoso (Sastra Sejarah) yang tertarik ingin ikut membantu kegiatan komunitas.
Dari hasil obrolan, tercetus ucapan Arif bahwa secara umum anggota “Sat Adhirajasa” mengalami kendala masalah komunikasi dengan media atau publik. Mereka membutuhkan pelatihan public speaking agar bisa lancar bicara di depan penonton saat nonbar atau menyampaikan informasi kepada media.
Dengan cepat Herlambang menangkap keinginan Arif dkk. Ia segera menghubungi Komandan PK4L UGM, Arif Nurcahyo (Fak. Psikologi) yang akrab disapa Yoyok. Berikutnya Yoyok menghubungi sahabatnya, Ninda Nindiani (Sastra Prancis) yang memang merupakan pengajar public speaking di Yogyakarta.
Ternyata Ninda sangat antusias mendengarnya. Dari cerita yang disampaikan Yoyok, ia menjadi kagum dengan pencapaian anak-anak “Sat Adhirajasa”. Apalagi setelah Arif Prasetya menelponnya langsung dan dilanjut dengan komunikasi via WA. Ia benar-benar surprise ternyata Arif sangat lancar menggunakan media WA, bisa kirim file, gambar, video, bahkan emoticon lucu juga.
Karena Arif dkk tidak mempunyai tempat sendiri yang representatif untuk mengadakan kegiatan, Yoyok yang acapkali menyebut “UGM Rumah Kita” kemudian menawarkan kantornya, PK4L UGM, sebagai tempat pelatihan. Ternyata apa yang sering diucapkannya memiliki makna yang lebih luas. Terbukti UGM tidak hanya bermanfaat untuk civitas akademika UGM saja, namun juga berguna untuk pihak luar.
Maka, setelah sempat mundur dari jadwal akibat merebaknya kembali Covid-19, pelatihan public speaking benar-benar bisa terwujud pada hari Minggu (13/2/2022) di Ruang Pertemuan PK4L Bulaksumur Blok B 19. Pesertanya 6 orang anggota “Sat Adhirajasa”, ditambah 4 orang perwakilan dari Unit Kegiatan Mahasiswa Peduli Difabel, yang memang diundang khusus oleh Herlambang, agar tercipta koneksi dan suatu saat bisa menjadi sumber inspirasi membuat program. Mereka adalah Buchori selaku Wakil Ketua UKM, Caca (Kadep Kewirausahaan), Ghevira (Kadep Humas), dan Cania (Kadep Advokasi).
Suasana pelatihan berlangsung dengan meriah dan penuh kehangatan. Para peserta sangat antusias mengikutinya. Mereka tidak hanya menyimak materi yang disampaikan oleh Ninda, namun juga disuruh praktek bicara di depan kelas.
Sebenarnya peserta menginginkan materi pelatihan yang lebih banyak lagi, namun karena keterbatasan waktu, pelatihan dinyatakan rampung tepat saat jam makan siang. Ninda berjanji akan bersedia memberikan pelatihan lagi, meski mungkin harus lewat Zoom Meeting secara daring.
Arif mewakili teman-temannya mengatakan, “Kami sangat berterima kasih kepada Mas Herlambang dan Mbak Ninda, sehingga kami bisa tahu apa itu public speaking. Banyak sekali ilmu yang bisa kami serap hari ini. Semoga teman-teman, termasuk saya ke depannya bisa lebih percaya diri berbicara di depan umum. Kami yakin apa yang kami peroleh hari ini akan sangat bermanfaat untuk kegiatan-kegiatan berikutnya yang kami lakukan.”
Sementara itu Ninda mengakui sangat tertantang memberikan pelatihan public speaking kepada teman-teman penyandang tunanetra. “Ketemu Arif dkk benar-benar sangat menyenangkan. Mereka tanpa beban, bercanda, belajar bersama, dan antusias ketika ditawarkan lanjut ke sesi berikutnya. Bukan mereka saja yang belajar, namun hari ini saya juga banyak belajar dari mereka,” demikian pungkas Ninda.