Oleh: Masykur Isnan*
Dalam perkembangannya, pemerintah menginisiasi adanya Omnibus Law Cipta Kerja, identik dengan bidang Ketenagakerjaan, namun faktanya, hanya ada 1 cluster yang membahas khusus tentang Ketenagakerjaan, termasuk namun tidak terbatas pada Upah Minimum, Outsourching,Tenaga Kerja Asing, Pesangon PHK , Jam Kerja, Hubungan Kerja, Jaminan Sosial, Alih Daya. Berlakunya Omnibus Law Cipta Kerja tinggal menghitung hari, pembuktian atas manfaat dan keberhasilan bisa segera diuji dalam menyelesaikan pelbagai permasalahan, diantaranya :
(1). Peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan, dianggap ketinggalan zaman dan impoten terhadap kondisi kekinian;
(2). Banyaknya ketentuan atau pasal di dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang multitafsir dan tidak konsisten serta tumpang tindih/tidak sinkron sehingga berpotensi menimbulkan perselisihan diantara para pihak ;
Belum lagi, jika dikaitkan dengan hal yang lebih besar, yakni terkait dengan dunia usaha/investasi, dirasa bahwa kurang kondusifnya iklim ketenagakerjaan, investasi dan iklim usaha sehingga belum dapat mendorong terciptanya lapangan kerja
Memaknai Omnibus Law Cipta Kerja dalam Konteks Ketenagakerjaan
- Omnibus Law Cipta Kerja tidak mengganti atau mencabut keseluruhan UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksanaannya, dengan demikian pasal-pasal atau ketentuan yang tidak dihapus atau diubah di dalam Omnibus Law Cipta Kerja adalah tetap berlaku ;
- Omnibus Law Cipta Kerja berlaku sebagai norma hukum yang mengikat adalah setelah diundangkan di dalam Lembaran Negara dan Berita Negara, yang kemudian menjadi catatan adalah terkait pasal atau ketentuan di dalam Omnibus Law Cipta Kerja yang menyebutkan adanya Peraturan Pemerintah atau peraturan pelaksana (dalam jangka waktu 3 bulan pasaca diundangkan) maka untuk pemberlakukan normanya masih memerlukan dan memperhatikan Peraturan Pemerintah atau peraturan pelaksana tersebut ;
- Omnibus Law Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah adalah Hukum Heteronom, mengatur secara umum,selain itu berlaku juga ketentuan Hukum khusus (Otonom), mengatur secara tersendiri ; PK/PP/PKB/Internal Policy.
- Omnibus Law Cipta Kerja mengatur dan/atau mensikronisasi terkait beberapa norma baru berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi dan Surat Edaran Mahkamah Agung di bidang Ketenagakerjaan
Catatan Kritis Laju Omnibus Cipta Kerja
Laju Omnibus Cipta Kerja telah berhasil membuka ruang-ruang diskusi yang cukup panas dipebagai kesempatan, gerak masyarakat yang merasa termajinalisasi telah sangat tampak, termasuk dari kalangan pekerja dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang merasa paling terdampak, lobi-lobi di tataran elit belum ampuh menahan dan membendung laju, aksi massa (unras/demo/mogok kerja) yang terukur dan konstitusional menjadi salah satu alternatif yang diharapkan membawa kabar baik, di samping upaya-upaya hukum berupa judicial review ke Mahkamah Konstitusu tetap menjadi pilihan yang tidak dikesampingkan sebagai ikhtiar merawat optimisme perjuangan di tengah pesisme hadirnya Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) atas Omnibus Cipta Kerja, yang dikeluarkan oleh Pemerinta cq Presiden. Sedikit catatan tentang Omnibus Cipta Kerja yang perlu mendapat perhatian:
Cacat Formil
- Minimnya Partisipasi Publik dan Keterbukaan Informasi dalam pembahasan dan pembentukannya menjadikan masyarakat buta atas segala prosesnya, asumsi-asumsi negatif tumbuh subur sebagai konsekuensi atas hal tersebut
- Pada perkembanganya, masyarakat dipertontonkan “otak atik” atas draft/pasal/halaman begitu mudahnya seakan tanpa aturan
Hal-hal tersebut di atas merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan tentang tata cara prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan yang proper dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Cacat Materiil
- Subtansi terfokus pada peningkatan ekonomi atau investasi, namun cenderung lalai pada aspek perlindungan HAM dan peningkatan daya saing dan kesejahteraan pekerja. Hal ini dapat dilihat pada pengaturan norma baru di bidang ketenagakejaan yang terkait dengan Hubungan Kerja (jangja waktu PKWT yang ditiadakan), perluasan objek alih daya dan peralihan menjadi B to B, Kebijakan Pengupahan, Pengaturan tentang alasan PHK dan besaran kompensasi, dan lain-lain ;
- Menciptakan hyper regulasi baru, yakni ratusan Peraturan Pemerintah yang baru dalam waktu 3 bulan, kontradiktif dengan tujuan penyederhanaan regulasi di awal
- Pembaharuan di bidang ketengakerjaan yang diharapkan lahir di dalam Omnibus Law Cipta Kerja, tidak dilakukan secara komperehensif, melainkan parsial sebatas pada UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sedangkan UU di bidang ketenagakerjaan lain tidak dibahas (UU SP/SB dan UU PPHI) di mana terdapat banyak hal-hal yang sudah tidak relevan dan permasalahan, sebagai contoh ; kebebasan berserikat yang tanpa batas, proses penyelesaian perselisihan yang lama dan lain-lain
- Dalam konteks ketenagakerjaan, permasalahan aktual belum tersentuh, di antaranya terkait kompetensi dan integritas ASN/PNS/POLRI/Pengadilan,
- Kondisi-kondisi negative saat ini, sebagai akibat Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi menimbulkan inkondusifitas yang berkepanjangan tanpa ada kepastian kapan bisa berhenti
Adaptasi terhadap Omnibus Law Cipta Kerja
Upaya-upaya progresif perlu segera disiapkan, tidak terkecuali para HR/IR di perusahaan untuk menyesuaikan dengan norma-norma baru pasca Omnibus Law Cipta Kerja, menyatukan dan menjembatani ekpektasi perusahaan dan karyawan akan menjadi catatan tersendiri, peluang sekaligus tantangan dalam waktu yang bersamaan. Berikut beberap hal yang dapat dipertimbangkan dalam menyikapi Omnibus Law Cipta Kerja di perusahaan :
- Internalisasi melalui komunikasi dan kordinasi dengan stake holder, meliputi pihak internal (lini manajemen & karyawan) dan pihak eksternal (serikat pekerja/buruh di perusahaan) terkait isu/opini yang berkembang secara lebih objektif ;
- Optimalisasi pemahaman tentang aspek hukum terkait Omnibus Law Cipta Kerja beserta peraturan pelaksananya dan korelasinya dengan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dan ketentuan yang berlaku di perusahaan (PK/PP/PKB/internal policy), pasca Omnibus Law Cipta Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya berlaku ;
- Mereview kembali target-target bisnis yang terdampak dan/atau berkaitan dengan norma-norma baru di dalam Omnibus Law Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya ;
- Menyusun rencana kerja dan kebijakan secara terukur dan sistematis di bidang human capital sebagai upaya memitigasi potensi risiko dan mengambil peluang yang temuat di dalam norma-norma baru di dalam Omnibus Law Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya;
*) Penulis adalah Alumnus FH UGM Yogyakarta 2007, yang saat ini berprofesi sebagai Advokat Spesialis Hukum Ketenagakerjaan/Hubungan Industrial, Industrial Relation Expert di pelbagai industri (otomotif, perbankan, dll), dosen tamu di beberapa universitas/politeknik, penulis/kolomis, pembicara dan trainer di pelbagai workshop/training, founder IR Talk
Leave a Reply