Bagi Onno Mayasari, alumnus Arsitektur UGM angkatan 1988, bermain-main dengan dunia kreatif sudah lama dijalaninya. Namun Onno mengakui semua kreasinya tidak ada hubungannya dengan dunia arsitek, yang notabene adalah ilmu yang dipelajarinya semasa kuliah dulu. Justru Onno tertarik menekuni seni kreatif, sebuah dunia di mana ia merasa sangat enjoy.
“Meskipun yang saya lakukan saat ini berbeda dengan ilmu yang saya pelajari di kampus, tapi saya merasa puas dan bahagia. Hidup bukan suatu pilihan, tetapi keberanian untuk memilih,” ucap Onno sedikit berfilsafaat.
Onno adalah pribadi yang tidak mau terjebak menjadi stagnan. Ia selalu ingin mencoba hal yang baru. Ia terus berkreasi dan berinovasi dengan ide-ide yang selalu segar. Ia paling suka mencari inspirasi dari budaya lokal nusantara.
Pada tahun 2016 Onno mendapatkan ide yang terhitung unik dan boleh dibilang out of the box. Ia ingin memberi alternatif kepada masyarakat untuk melihat karya seni, khususnya yang bertema budaya lokal, tidak di art gallery saja, namun di ruang-ruang publik lain lewat media yang mobile. Tujuan lainnya adalah mendorong anak muda indonesia untuk menggali potensi budaya lokal yang sangat kaya dalam berbagai bentuk karya seni.
Yang kemudian terpikirkan oleh Onno adalah media kain, terinspirasi dengan keberadaan batik dan tenun yang selama ini telah menjadi media efektif dalam mempromosikan kearifan lokal. Ia membayangkan menciptakan lukisan bertema budaya nusantara pada sehelai kain untuk memberi alternatif selain batik dan tenun. Berbeda gambar dan corak namun sama-sama memiliki filosofi yang mendalam.
Onno bukan hanya berwacana, namun benar-benar merealisasikannya. Teknik melukisnya yang dipakai tidak langsung di atas kain, agar tingkat kesulitannya tidak tinggi dan nantinya mudah untuk menduplikasinya dalam jumlah banyak. Onno menuangkan idenya di atas kanvas dengan media berbahan acrylic. Ia membuat sketsanya secara detil, lalu ada artisan yang menyelesaikannya.
Setelah lukisannya jadi, kemudian difoto dengan resolusi tinggi, dan diedit warnanya secara digital. Berikutnya barulah diprint pada kain yang selanjutnya dikembangkan menjadi produk fashion.
Kata Onno ada 2 pilihan jenis kain yang bisa dipakai sebagai media cetak, yaitu polyester dan katun. Kalau dicetak di polyester memang warnanya sangat cerah, bisa diprint pada banyak tempat di Jogjakarta. Tapi kelemahannya kalau dipakai panas. Akhirnya Onno memutuskan memakai katun, meskipun untuk itu ia harus mencetaknya di Jakarta yang prosesnya lama.
Proyek pertamanya digarap tahun 2016 dengan judul “Amazing Indonesia Series”, yaitu berupa gambar ragam tarian di Indonesia dengan gaya seni modern pop art. Pada tahun 2018 karyanya tersebut sempat dipamerkan dua kali lewat peragaan fashion show, yaitu di Bogor dan pada event Festival Payung Borobudur.
Apresiasi yang diterima dari publik dan teman-temannya sangat baik, sehingga membuat Onno menjadi terpacu untuk membikin karya lagi. Pada tahun 2017 lahirlah karyanya yang kedua berjudul “Rhymes of Indonesia Series”, yang bercerita tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Pada tahun 2019 Onno menggarap proyeknya yang ketiga, diberi judul “The Journey of Life”. Bercerita tentang falsafah hidup orang Jawa sejak sebelum lahir hingga tutup usia, dibuat dengan gaya lukisan dekoratif.
Onno mengakui ia mendapatkan idenya tentang falsafah tersebut dalam tembang Macapat dari sebuah WAG. Ternyata falsafahnya begitu dalam dan sarat makna, dan ia sangat menyukainya. Ia kemudian terinspirasi ingin memvisualisasikan seni suara tembang Macapat menjadi bentuk senirupa.
“Dalam falsafah kehidupan orang Jawa, terdapat 11 fase kehidupan manusia yang tertuang menjadi 11 tembang dalam Macapat, yang kemudian saya persembahkan dalam karya saya bertajuk ‘Journey of Life’,” jelas Onno.
Onno kemudian menjelaskan secara ringkas urutan 11 tembang Macapat, yaitu mulai dari Maskumambang, Mijil, Sinom, Kinanti, Asmaradhana, Gambuh, Dandang Gula, Durma, Pangkur, Megatruh, hingga Pucung sebagai penutup. Isinya menceritakan perjalanan hidup manusia dari alam ruh sampai menghadap Sang Maha Pencipta.
“Pesan yang ingin saya sampaikan kepada khalayak adalah sekedar pengingat bagi kita semua. Ketika kita mencapai fase hidup tertentu, seyogyanya kita melakukan hal-hal yang sesuai dengan fase tersebut. Jadi menuntun orang bertingkah laku sesuai dengan fasenya. Kurang bijak rasanya apabila misalnya fasenya sudah pangkur tapi kelakuannya masih asmaradhana,” kata Onno menambahkan.
Lalu mengapa karyanya yang kedua dan ketiga jaraknya sampai 2 tahun? Menurut Onno menuangkan tembang ke dalam sebuah lukisan itu gampang-gampang susah. Seperti Asmaradhana yang berkisah tentang orang yang sedang memadu kasih dan pacaran, mudah menerjemahkannya menjadi gambar. Tapi Maskumambang yang meggambarkan roh yang mengambang, Onno mendapatkan idenya lama sekali sampai berbulan-bulan.
Dari 11 tembang Macapat, baru 9 yang dituangkannya dalam karya lukisnya, dan menjadi tema dalam produk fashion dengan brand “Onno Story”. Megatruh dan Pucung belum dibuatnya karena alasan tertentu. Selain karena berbau kematian yang tentu saja menyedihkan, juga Onno memang belum mendapatkan ide akan seperti apa gambarnya.
Onno mengaku senang, karyanya “The Journey of Life” mendapatkan apresiasi yang bagus dari lingkungan pertemanan, termasuk juga dari kawan-kawan Kagama. Salah satu di antaranya adalah sahabatnya bernama Ines Werdoyodjati, alumnus Fakultas Biologi UGM. Ines mengajak kolaborasi sekaligus memberi ruang buat Onno memamerkan karyanya dalam sebuah acara relaunching Villa Kanestasyi, villa milik keluarganya di Kaliurang.
Mendapatkan peluang yang sangat menarik, Onno langsung menjawabnya lewat gelaran fashion show. Ia membawa 7 model wanita dari berbagai usia, sesuai fase hidup manusia, yang bertugas memamerkan ke-9 karyanya dengan berlenggak-lenggok di hadapan sejumlah tamu undangan yang duduk-duduk santai di halaman villa.
Sang tuan rumah Ines, yang profesinya tea blender ikut tampil mengisi acara, dengan menceritakan penelusuran jejak budaya teh nusantara. Dukungan buat Onno datang juga dari 2 perempuan Kagama lainnya, yaitu Ninda Nindiani (Sastra Perancis) yang membantu memandu jalannya acara, dan Petra Ferianto (Antropologi) yang menyanyikan beberapa tembang Macapat, sesuai tema utama fashion show.
Onno mengucapkan terima kasih tak terhingga atas support sahabat-sahabatnya. Tanpa dukungan mereka tentulah acara tidak akan terwujud.
“Saya sangat berterimakasih karena banyak dikelilingi cinta teman-teman. Mengutip sebuah kalimat, hati yang penuh terima kasih bukan hanya kebajikan besar, tapi juga induk dari semua kebajikan lain,” pungkas Onno.