Meriahkan FKY 2024, Kagama Teater Libatkan Warga Lokal Gelar Pentas Teater Rakyat dengan Lakon “Mahesa Jenar Menuju Pliridan”

Tahun ini, Kagama Teater (KATER) untuk kedua kalinya mendapat kepercayaan dari Panitia Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY), menjadi salah satu penampil dalam rangkaian festival yang berlangsung selama seminggu. KATER mempersembahkan teater rakyat dalam format pembacaan lakon atau dramatic reading dengan lakon “Mahesa Jenar Menuju Pliridan” di situs Kerta, Pleret, Bantul, Kamis (17/10).

KATER tidak tampil sendirian, namun dibantu oleh HIMA Jurusan Pendidikan Seni Pertunjukan ISI, dan pelajar Jurusan Pemeranan SMKN 1 Kasihan Bantul sebagai pelakon adegan, serta gejog lesung warga Dusun Keputren, Pleret sebagai pengiring musik. Sebanyak 6 anggota senior KATER terlibat dalan pementasan, yaitu Patah Ansori, Margono Wedyopranasworo, Eko Yuwono, Ikun Sri Kuncoro, Marwan Er, dan Gutheng Samsi.

Pentas juga menghadirkan bintang tamu spesial, yaitu Komandan PK4L UGM, Kombes (Purn.) Arif Nurcahyo (Fak. Psikologi ’83). Di akhir pementasan, pria yang akrab disapa Yoyok itu menyampaikan intisari dan hikmah apa yang bisa diambil dari lakon yang baru saja dimainkan.

Salah satunya yaitu wanita adalah kaum welas asih yang harus dicintai dan dihormati. Tidak selayaknya manusia kehilangan rasa hormat dan kemanusiaannya saling berseteru hanya karena berebut wanita, seperti tokoh-tokoh dalam lakon “Mahesa Jenar Menuju Pliridan” yang memperebutkan seorang gadis bernama Roro Wilis.

Usai menyampaikan intisari cerita, Yoyok lanjut membaca tulisan karya Rahmi Hatta dalam buku “Tahta untuk Rakyat”. Yang mana isinya juga berkaitan dengan kehormatan wanita.

Dengan bijak Yoyok menyatakan bangsa akan punah ketika tidak kenal akar sejarah budaya leluhurnya. Namun untuk bisa memberikan pemahakaman tentang hal itu kepada kepada generasi muda yang kritis dan lekat dengan teknologi, tentunya tidaklah mudah.

Tantangan itu dijawab panitia FKY 2024 dengan memilih situs Kerto Pleret dan Umpak Buko sebagai tema, mengenalkan sejarah kejayaan leluhur melalui ‘tokoh’ sebagai role model dan ‘artefak’ yang ditinggalkan. Selain mudah dipahami diharapkan muncul kebanggaan dan jiwa patriotis melalui petualangan, berkesenian dan aktifitas budaya.

“Generasi muda diharapkan bersedia belajar sejarah dengan gembira bersama generasi di atasnya, sehingga muncul rasa empati sebagai jembatan lintas generasi,” ujarnya.

Menurut Yoyok, perjuangan Sri Sultan HB IX dan Sultan Agung menjadi inspirator dan menegakkan prinsip-prinsip nilai kehidupan, diharapkan akan mampu memupuk cinta tanah air di kalangan generasi muda. Hal ini seiring dengan jati diri dan semangat UGM, khususnya sebagai kampus perjuangan, kerakyatan, dan kebudayaan.

“Melalui pementasan nukilan kisah Mahesa Jenar dan pembacaan ‘Tahta untuk Rakyat’ oleh Kagama Teater yang berkolaborasi dengan para pelajar, mahasiswa, serta warga, semakin melengkapi misi FKY 2024,” tutupnya.

Sementara itu, seusai acara berakhir Ketua KATER, Patah Ansori mengucapkan rasa syukurnya atas berlangsungnya pentas dengan lancar. Ia mengucapkan berjuta terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan sehingga pentas bisa berjalan sukses.

“Terima kasih juga kepada Panitia FKY 2024 yang telah memberi kepercayaan kepada kami untuk mengisi event yang keren ini,” tuturnya.

Patah menambahkan, KATER selalu mengusung lakon yang disesuaikan dengan tempat di mana acara berlangsung. Seperti tahun lalu pada FKY 2023, KATER mempersembahkan lakon “Astana Girigondo” ketika pentas di Kaligintung, Temon, Kulon Progo, karena di tempat itulah terletak Pasarean Girigondo tempat peristirahatan terakhir raja-raja Pakualaman.

Lalu, tahun ini KATER mempersembahkan nukilan kisah Mahesa Jenar, tokoh fiktif dalam kisah “Nagasasra & Sabukinten” karya S.H. Mintardja, dalam perjalanannya menuju Pliridan atau lebih dikenal dengan nama Pleret, karena pentasnya di Pleret. Menurutnya, hal itu bisa menjadi pembelajaran pengetahuan sejarah bagi warga sekitar yang menonton.

“Selain itu, KATER tak lupa mengajak keterlibatan warga lokal dalam pentasnya. Karena konsep awal yang dirumuskan oleh KATER adalah memang menempatkan warga lokal sebagai subyek kegiatan, bukannya sekedar sebagai penonton saja,” pungkasnya.