Kagama Singapura Berbagi Ilmu dan Berikan Support kepada Pekerja Migran Indonesia

Oleh: Humas Kagama Singapura

Migunani adalah salah satu misi yang diemban Kagama Cabang Luar Negeri Singapura sebagai salah satu komunitas resmi yang berada di bawah naungan PP Kagama dan Forum Komunikasi Masyarakat Indonesia Singapura (FKMIS). Sehubungan dengan semangat berbagi dan berguna itu, bertempat di Willing Hearts Organization Singapore, Kagama Singapura menggelar kegiatan pelatihan untuk para pekerja migran yang berada di Negeri Singa, Minggu (9/6). Kegiatan dilaksanakan bekerjasama dengan Willing Hearts, Bunda Network, BISA, Indonesian Diaspora, PMIB (Pekerja Migran Indonesia Bersatu), dan Universitas Petra Surabaya,

Pada kegiatan tersebut, Kagama Singapura menghadirkan dua narasumber dan fasilitator untuk mengisi kelas yang terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama dibawakan oleh Wahyu Tri Raharjanti S.Psi dengan tema “Mengelola Stress Dengan Baik”. Ia memberikan materi diidampingi oleh Sita Rahmani S.T, M.Eng, Ph.D. dan Annisa Nikmah Fajriani S.Ars, M.A.

Tema yang dibawakan sangat menarik, mengingat menjadi pekerja migran di negara orang tentunya tidak luput dari perasaan negatif yang berpotensi mengalami gangguan seperti stress berlebihan. Wahyu dengan cerdas memberikan gambaran bagaimana cara mengelola agar stress hilang, sehingga kerja jadi riang.

Dalam sesi pertama, para peserta belajar sekaligus berbagi pengalaman bagaimana mereka menghadapi hari-hari yang tidak mudah, hingga sempat mengalami stress namun dengan penuh kesadaran mampu mengendalikan hingga akhirnya menemukan jalan keluar. Wahyu juga memperkenalkan istilah KESPHA sebagai salah satu cara mengendalikan stress. Bukan “menuju ke SPA” sebagai jalan keluar, tapi KESPHA adalah singkatan dari Kenali, Sadari, Pelajari, Hadapi, dan Atasi.

Di akhir sesi, peserta diajak untuk bermeditasi sambil mengucapkan kalimat-kalimat afirmasi dengan tujuan supaya mereka semakin menyadari betapa berharga, tabah, dan beraninya mereka menghadapi kehidupan yang tidak mudah. Sekaligus juga menanamkan keyakinan bahwa mereka tidak pernah sendirian.

Sesi kedua dibawakan oleh Reynilda Hendryatie S.S. yang mengajarkan keterampilan membuat perhiasan dengan teknik wire weaving, atau menganyam dengan kawat. Tentu saja dengan belajar keterampilan dasar ini, diharapkan peserta memiliki keterampilan baru yang kelak berguna di masa depan ketika mereka kembali ke tanah air nantinya.

Pada sesi terebut peserta diajarkan untuk mengenal apa itu wire weaving, jenis-jenis kawat, dan juga peralatan yang digunakan. Dengan antusias para peserta mendengarkan paparan dan penuh semangat mereka mengikuti arahan narasumber, yang memang adalah seorang craft enthusiast

Membawakan materi membuat cincin dan gelang dengan teknik herringbone, Reynilda memacu semangat para peserta untuk mengikuti tahap demi tahap pembuatan. Meski terlihat mudah, namun ternyata proses penganyaman perhiasan dengan teknik dasar ini cukup sulit juga.

Hampir semua peserta harus mengulang dan terus mengulang uliran kawat mereka hingga mendapat hasil yang indah dipandang. Meskipun begitu, menyerah tidak pernah ada dalam kamus kehidupan para pekerja migran, hingga akhirnya semua berhasil membuat karya sendiri yang bisa dengan cantik digunakan.

Penuh sukacita dan perasaan bangga menyelimuti hati para peserta, melihat cantiknya hasil karya buatan tangan mereka yang tidak kalah dengan toko perhiasan terkenal. Riuh rendah suara menanyakan bagaimana cara mereka bisa mencari semua peralatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan karya-karya lainnya, sebagai tanda kelas hari ini begitu membuka mata dan memberikan energi positif tentang arti semangat dan pantang menyerah. Setidaknya sekarang mereka memiliki hobi yang bisa dilakukan di waktu luang atau ketika hari libur datang.

“Wah, terima kasih ya Ibu, saya jadi bisa membuat cincin dan gelang nanti untuk anak cucu saya di Indonesia. Hasil karya saya sendiri, tidak perlu membeli lagi,” ujar salah satu peserta menutup kelas dengan gembira.