Oleh: Humas Kagama Malang Raya
Pengurus Cabang KAGAMA Malang Raya (KMR) mengunjungi lokasi KKN PPM UGM yang berada di Kecamatan Tumpang dan Dau, Kabupaten Malang, Sabtu (10/8). Kunjungan bukan hanya sekedar silaturahmi biasa, namun juga melakukan sinergi dengan peserta KKN dalam rangka membantu menyukseskan pelaksanaan KKN, khususnya di sektor pertanian.
Di Desa Wringinanom, Kec. Tumpang adik-adik mahasiswa melakukan pendampingan untuk membuat sarana produksi (saprodi) berbahan baku lokal dan organik, pembuatan kompos, biopestisida, perangkap lalat, serta pembuatan media untuk tanaman anggrek dari kompos.
Sedangkan di Desa Tegalweru, Kec. Dau, mahasiswa KKN memiliki program kerja terkait pertanian organik dengan menggandeng unit pengelola sampah desa. Selain itu juga melakukan pendampingan pengolahan sampah untuk budidaya magot atau jenis larva dari lalat Black Soldier Fly. Magot yang dihasilkan digunakan untuk pakan ikan, dan bekas magot (kasgot) digunakan untuk kompos tanaman jeruk yang merupakan komoditas unggulan di desa tersebut.
Masyarakat berharap pendampingan akan terus berlangsung, meskipun setelah program KKN berakhir. Mereka berharap tahun depan ada lagi program sejenis di desa mereka, agar pengetahuan mereka semakin bertambah. Permintaan warga desa disanggupi oleh jajaran pengurus KMR, serta berjanji menjaga keberlanjutannya
Pada saat kunjungan, Sekretaris KMR, Ika Rahmawati memberikan pesan agar mahasiswa mampu menjaga nama baik UGM, memacu semangat belajar adik-adik SMA, dan mengajak untuk meningkatkan kebersamaan. Sementara Wakil Ketua KMR, Prof. Sukir memberikan wejangan untuk tidak mudah patah semangat menghadapi setiap tantangan.
Ketua KMR, Prof. Nur Hidayat bersama Dr. Setyono Yudo ikut berbagi ilmu pada kegiatan mahasiswa KKN di Desa Wringinanom. Sedangkan di Desa Tegalweru Prof. Nur Hidayat didampingi Prof. Siti Chuzaemi didaulat menjadi narasumber.
Sehubungan dengan permasalahan semakin tingginya harga pupuk anorganik dan sarana produksi lainnya yang menjadikan petani semakin terjepit keadaan, Prof. Nur Hidayat menyebutnya sangat dilematis. Kendala nyata yang dihadapi yaitu harga sarana produksi naik tetapi harga produk pertanian belum tentu ikut naik. Apakah petani akan tetap setia pada pekerjaannya ataukah mencari alternatif pekerjaan lain, menjadi sebuah pilihan yang sangat sulit.
“Penggunaan bahan kimia sintetis ternyata juga menjadikan tanah semakin miskin unsur hara dan menjadi lebih mampat. Menyadari hal tersebut maka KMR selama ini tidak pernah lelah mengajak masyarakat petani untuk beralih atau setidaknya menuju pertanian organik, dengan memanfaatkan potensi yang ada di sekitarnya,” pungkas Ketua KMR tersebut.