Oleh: Edy Gustan
Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) menjadikan Desa Sapit, Kecamatan Suele, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai proyek percontohan desa inklusif dan kampung kompeten. Desa berpenduduk 5.000 jiwa itu dipilih lantaran mayoritas penduduknya aktif melakukan edukasi disejumlah bidang, baik pertanian, perkebunan, pariwisata, dan lainnya.
Koordinator Kerjasama Luar Negeri dan NGO PP Kagama, Anwarini, dalam kunjungannya ke Desa Sapit Senin (12/9/2022), mengatakan program desa inklusi dan kampung kompeten itu bertujuan untuk meningkatkan produktifitas masyarakat berbasis kompetensi yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan. PP Kagama membantu kelompok pemuda setempat dengan 500 bibit kopi untuk ditanam dan dikembangkan.
Selain itu, PP Kagama merekrut 10 orang pemuda Desa Sapit untuk dilatih sebagai barista hingga mendapat sertifikat kompetensi. Mereka adalah bagian dari 32 orang yang akan dilatih di Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Lombok Timur. Mereka bukan saja direkrut, namun pihak Kagama juga akan mengawal mereka hingga memperoleh pekerjaan
“Pelatihan akan berlangsung pada 19 September 2022. Gerakan ini bertujuan membangun desa inklusi dan kampung kompeten di NTB,” ujar Anwarini.
Selain itu PP Kagama juga mendorong penduduk Desa Sapit untuk membuat rumah tinggal bertaraf hotel. Dalam hal ini PP Kagama berkoordinasi dengan Kepala Desa Sapit, H. Sriatun.
Kagama menginginkan masyarakat Desa Sapit bekerja berdasarkan kompetensi masing-masing. Baik dari produksi, proses pemasaran, hingga pemanfaatan hasil kerja. Dengan begitu, masyarakat Desa Sapit diharapkan dapat berdaya saing.
Anwarini menambahkan, tim PP Kagama bersama Pengda Kagama NTB sudah terjun ke Desa Sapit. Mereka.bertemu dengan kelompok pemuda yang tergabung dalam “Sapit Farm”. Kelompok pemuda tersebut melakukan pembibitan sejumlah varietas tanaman kopi. Salah satunya varietas Arabica Typica yang merupakan varietas kopi tertua di dunia.
PP Kagama mengapresiasi gerakan pemuda Desa Sapit sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian. Lagipula, “Sapit Farm” yang digagas sejak 2017 sudah menarik perhatian banyak pihak pada level nasional.
Program desa inklusi dan kampung kompeten rencananya akan terus dikembangkan ke berbagai wilayah di NTB. Sebagai informasi program desa inklusi selama ini sudah berlangsung pada banyak daerah di Indonesia.
Sriatun menyambut baik gerakan Kagama peduli melalui desa inklusi dan kampung kompeten. Dia berharap program itu berkelanjutan dan berdampak positif bagi masyarakat Desa Sapit.
Menurutnya, selain menjadi kawasan kopi, Desa Sapit juga dikenal sebagai kawasan penghasil pisang, apukat, tembakau, durian, dan rempah-rempah. Sektor pariwisata, Sapit memiliki kawasan wisata air panas Sebau dan tracking kawasan bukit Pal Jepang. Suasana Desa Sapit yang asri memang mengundang ketertarikan wisatawan nusantara maupun mancanegara.
Tidak sekadar sebagai lokasi wisata, Sriatun ingin agar desanya menjadi tempat belajar. Tidak sedikit universitas ternama yang mengirim mahasiswanya untuk belajar, terutama terkait pertanian dan perkebunan.
“Kami punya potensi baik bidang pertanian, perkebunan, maupun pariwisata. Kami butuh pendampingan seperti ini sehingga berdampak luas bagi masyarakat,” pungkas Sriatun.