Oleh: Arya Suharja
Kagama Bali bekerja sama dengan Arma Museum akan menggelar pameran lukisan dengan tema “Kerthamasa” di Arma Museum Ubud dari tanggal 14 Agustus s/d 14 September 2020. Ketujuh pelukis yang tergabung dalam Kelompok “Sapta Prasasta” akan berpameran bareng memamerkan karya-karya mereka selama sebulan penuh. Menurut rencana pameran akan dibuka oleh Wakil Gubernur Bali, Prof. Dr. Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati pada hari Jumat (14/8/2020) pukul 15.00 WITA.
Tema “Kerthamasa” secara etimologis bermakna “masa (-jeda) demi kesejahteraan berkelanjutan”. Konsep Kerthamasa dalam keutuhan paradigma Subak yang berasal dari kata “subhakarma” (pari laksana becik), lahir sistem pengetahuan yang terbangun dari pengalaman panjang tradisi pertanian par excellence. Suatu siasat kebudayaan untuk meraih produktifitas optimal dan berkelanjutan dalam mengusahakan pertanian basah di Bali Dwipa, sebuah pulau kecil vulkanis dengan dataran rendah yang sempit.
Kerthamasa adalah langkah konstruktif dan antisipatif dalam idea pertanian lestari. Tema ini diambil dari khazanah tatanan tradisi kebudayaan pertanian Bali, menunjuk suatu masa ketika seluruh petani anggota subak di seluruh Pasedahan dan semua Pasedahan Agung di se-antero Bali wajib melakukan jeda menanam padi untuk satu musim tanam, dan menanam palawija.
Tujuan jeda ini adalah memutus siklus hidup hama padi, merawat daerah tangkapan hujan dan “mengistirahatkan” sumber air demi kesinambungan pasokannya, dan memulihkan kesuburan tanah dengan menanam kacang-kacangan. Masa jeda ini tidak akan berhasil kalau ada satu saja petani anggota Subak di suatu Pasedahan melanggarnya. Tradisi ini menegaskan kearifan para Penglingsir kebudayaan Bali terhadap keniscayaan melembagakan satu sistem, disiplin sosial, dan pemahaman tentang perlunya pengurbanan dalam mencapai suatu tujuan.
Semangat di balik konsep Kerthamasa sangat relevan dihidupkan di masa kini untuk acuan memahami situasi kekinian yang sedang dialami Bali, Indonesia dan seluruh umat manusia di bumi. Bahwa alam memiliki hukum dan batas, dan manusia mesti melakukan tindakan konstruktif dan pro aktif, mitigasi dan adaptasi di setiap persimpangan yang dilalui perkembangan peradabannya.
Pandemi ini memaksa umat manusia melakukan jeda, menoleh ke belakang dan menilai langkahnya. Presentasi Kelompok “Sapta Prasasta” dalam pameran ini adalah respon mereka atas situasi batas dan tawaran yang lahir dari “Tiwikrama” di studio masing-masing di tengah Pandemi Covid-19 ini.
Untoro, warga Kagama alumnus Jurusan Sejarah FIB angkatan 1990, salah seorang anggota Kelompok “Sapta Prasasta” mengatakan “Saya merasa bangga sebagai anggota KAGAMA bisa berpartisipasi dalam pameran seni rupa dengan tema “Kerthamasa” yang diselenggarakan atas kerjasama Kagama Bali dan ARMA Museum Ubud. Semoga karya-karya saya yang dipamerkan bisa menjadi perekat antar sesama perupa dan penikmat seni di tengah kondisi pandemi dan gempuran terhadap nilai-nilai tradisi luhur negeri ini. Semangat persatuan yang saya bawa dari Bulaksumur akan terus saya sebarkan agar terus tumbuh benih benih persatuan dan persaudaraan. Salam budaya dari pulau Dewata.”
Leave a Reply