Di Balik Banjir Banjar, Urgensi Teknologi Dredging untuk Borneo

Oleh: Dr. Nugroho Dwi Priyohadi, MSc.*

Banjir di provinsi Kalimantan Selatan sejatinya mengherankan. Sebab, peta alam menunjukkan ibu kota Kalsel yakni Banjarmasin adalah Kota Seribu Sungai. Artinya urat nadi daratan dipenuhi aliran sungai, anak sungai, sampai cucu dan cicit. Ketika saya berada di Banjarmasin, tidak kurang dari 2 tahunan, saya melihat sendiri keajaiban kota nan bungas atau cantik ini.

Makan ikan haruan, konon dipercaya meningkatkan stamina pria. Udang lobster dari sungai alam, sampai patin liar bukan dari tambak yang lemaknya gurih nikmat, adalah menu yang sangat eksotik. Belum lagi komunitas pecinta Bekantan, hewan monyet berhidung panjang, yang hanya ada di Kalimantan, dan di Banjarmasin ada pulau khusus untuk melindungi dan mengembangbiakkan secara natural.

Tidak heran, di tahun 2017 kerjasama digelar lintas instansi baik dari Banjarmasin Post – Pelindo – Ambapers – Jurnalis – Pemda, untuk menggelar pelatihan penulisan esai Peradaban Sungai, yang diharapkan masyarakat semakin paham terhadap kelestarian alam. Apalagi perusahaan Ambang Barito Nusapersada, biasa disingkat Ambapers, adalah kolaborasi BUMN dan BUMD dalam memelihara alur Sungai Barito dengan pengerukan rutin untuk melindungi kedalaman alur sehingga bisa diarungi kapal dan tongkang dengan draft 5 – 6 meter.

Peradaban atau Pengendapan?

Alur memang telah dipelihara, tongkang batu bara aman melintas di Sungai Barito. Setiap tahun, tidak kurang dari 100 juta ton batu bara melewati Sungai Barito. Untuk alur Sungai Barito, sudah dijamin aman. Ada kapal keruk besar bernama Barito Equator yang hilir mudik di alur sesuai jadwal, untuk mengamankan kedalaman.

Namun, bagaimana dengan anak sungai cucu cicit Sungai Barito yang saling tersambung dan sebagian besar terdapat sedimentasi alamiah baik dari domestik atau pun erosi tanah akibat hunian warga. Itu pun dugaan, jadi perlu data kongkret sebenarnya sedimentasi terbesar di sungai-sungai Kalsel itu karena banyaknya hunian di bibir sungai, atau akibat derasnya air dari arah gunung Meratus dan kawasan pertambangan?

Apa pun penyebabnya, banjir 2021 ini tidak boleh dianggap main-main, dan tidak layak pula, tidak elok, jika hanya digunakan sebagai komoditas politik untuk saling memukul lawan. Sebaiknya, kesadaran kembali dihidupkan ke semua lini masyarakat, untuk semakin mencintai peradaban Sungai, Sungai sebagai sumber kehidupan, Sungai sebagai halaman depan bukan halaman belakang yang selalu dihindari dan tempat membuang kotoran.

Peradaban Sungai, seharusnya bisa membendung Pengendapan Sungai. Teknologi pengerukan harus menjadi mata kuliah wajib utama untuk sekolah-sekolah di Kalimantan, sehingga akan tumbuh kembang ahli ahli kongkret yang mampu melakukan pengerukan sungai, dengan didukung anggaran rutin yang nyata dan teknologi kekinian.

Banjir Banjarmasin adalah sebuah pekerjaan besar bagi pecinta peradaban Sungai, karena pengendapan sungai tidak dapat dihadapi dengan bernegkar dan bersilat kata, melainkan menggunakan tindakan pencegahan (evaluasi terhadap sumber banjir dan pengendapan, apakah dari pertambangan atau perilaku budaya), pengerukan rutin dengan teknologi dredging yang memadai dan dibiayai beneran bukan saling melempar bola sampai pusing kepala siapa yang seharusnya bertanggung jawab, dan sosialisasi tanpa henti untuk sebuah peradaban sungai.

Teknologi Dredging

Secara akademik, mata kuliah Teknologi Dredging sangat sangat urgent untuk diinsert dalam kurikulum tidak hanya perguruan tinggi, namun semua lini. Artinya setiap insan sekolah di Kalsel khususnya, perlu tahu bagaimana teknologi pengerukan adalah salah satu solusi untuk memelihara agar sungai tetap terawat dan menyelamatkan ketika ada curah hujan tinggi.

Tentu kurikulum bisa didesain sesuai dengan tingkatan sekolah yang ada. Jika levelnya universitas, tentu – bilamana perlu – , wajib berkunjung ke Belanda atau Negara lain yang sudah menerapkan teknologi dreging secara optimal. Sebagaiamana diketahui, Belanda adalah salah satu negeri yang bersahabat dengan air, dan pernah ditimpa banjir bandang yang menyakitkan di jaman doeloe. Namun dengan pembelajaran yang keras, sekarang mereka sudah mampu mengatasi banjir dengan teknologi dredging ini.

Selamat berjuang untuk kawan-kawan di Banjarmasin. Jangan berhenti di situ, terus berjuang untuk menegakkan peradaban sungai yang akan meneruslestarikan Banjarmasin Kota Seribu Sungai Ganal nan Bungas , sungai yang besar dan cantik elok citra Kalimantan yang menjadi harapan paru-paru dunia.

*) Penulis adalah alumnus Psikologi Industri UGM 1990, alumnus port management dari Swedia, dan Ketua STIA Manajemen Kepelabuhan Barunawati Surabaya.

*) Tulisan ini dimuat di Banjarmasin Post edisi 26 Januari 2021, ditulis ulang di kagama.id dengan tujuan sosialisasi.