Oleh: Sitawati Ken Utami
Saat ini batik Wahyu Tumurun ini sangat digemari masyarakat luas. Selain perempuan, kaum lelaki pun banyak yang memakai batik dengan motif ini. Penulis mengamati batik Wahyu Tumurun menjadi seragam keluarga besar pada acara pernikahan. Selain dipakai sebagai kain/jarik atau nyamping, motif ini juga dipakai sebagai kemeja atau gaun.
Walau digemari banyak kalangan, ternyata tidak semua orang yang memakai batik ini mengetahui nama motifnya. Kemungkinan karena sedemikian beragam motif batik yang ada di bumi pertiwi ini.
Ciri khas
Salah satu “aturan” yang perlu dijaga ketika memakai kain/jarik ataupun batik menjadi busana siap pakai yakni jangan sampai terbalik atas bawah maupun luar dalam. Menandai batik Wahyu Tumurun tentu saja sangat mudah. Kekhasan yang utama dari motif batik ini ada pada gambar mahkota bagaikan huruf W yang berterbangan. Apabila terbalik maka mahkota tidak lagi terlihat seperti huruf W tetapi terlihat seperti huruf M. Ada juga pemakaian yang tidak tepat ketika dijahit menjadi kemeja atau gaun, mahkota nya terlihat tegak seperti angka 3.
Selain mahkota, ada ciri lain yaitu gambar burung berpasangan yang berselang-seling di atas dan bawah mahkota dalam satu baris. Di baris lain terlihat gambar sayap dan gunung berselang seling. Di antara kedua baris tersebut terlihat gambar ayam dan setangkai bunga yang berselang-seling juga. Variasi dari batik Wahyu Tumurun ada pada isen-isen (titik dan garis) yang menghiasi ruang diantara gambar-gambar tersebut di atas.
Makna dan pemakaian
Kata wahyu, secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang berarti memberi wangsit, mengungkap, atau memberi inspirasi. Dalam syariat Islam, wahyu berarti kalam atau perkataan dari Allah, yang diturunkan kepada seluruh makhluk-Nya dengan perantara malaikat ataupun secara langsung.
Sedangkan tumurun artinya mudhun (bahasa Jawa) atau menurun. Dengan memakai motif ini diharapkan pemakainya mendapatkan petunjuk, rahmat dan berkah dari Tuhan dalam mencapai cita cita dan kedudukan. Sang pemakai batik Wahyu Tumurun diharapkan mendapatkan kemuliaan dalam hidup.
Batik ini biasanya dipakai pada upacara panggih (temu) pengantin dengan harapan akan menjadi keluarga harmonis dalam menjalin bahtera rumah tangga dan mitoni (tujuh bulanan) dengan harapan anak yang dikandung nantinya menjadi anak yang sukses di masa depan.
Sejarah
Batik Wahyu Tumurun tergolong sebagai batik klasik sudah dikenal sejak jaman Mataram abad 14 yang terbagi menjadi Yogyakarta dan Surakarta dengan kekhasan masing-masing. Perbedaannya terletak pada gambar burung. Ciri khas dari Yogyakarta bergambar burung Merak, sedangkan dari Surakarta bergambar burung Phoenix.
Sebagaimana perbedaan pada batik klasik lainnya walau sama-sama berwarna coklat sogan, ciri batik Wahyu Tumurun dari Yogyakarta berlatar putih, sedangkan dari Surakarta dominan berwarna coklat.
Perkembangan
Pada perkembangannya saat ini, batik Wahyu Tumurun tidak lagi terbatas berwarna klasik. Di pasaran beredar juga warna baru hasil dari pewarnaan alam. Kebanyakan berwarna biru muda hasil dari bahan pewarna Indigo.
Sedemikian indah Batik Wahyu Tumurun sebagai motif yang sarat makna diharapkan tetap memiliki kemuliaan yang dikenal dan dikenakan sepanjang masa dari generasi ke generasi di negeri Indonesia.
*) Dirangkum dari berbagai sumber