Minggu (9/1/2022), PP KAGAMA bekerja sama dengan K-GAMA Health, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mengadakan webinar serial KAGAMA Health Talks melalui Zoom Meeting. Pada seri ketiga kali ini mengangkat topik “Mengenal Varian Omicron, Tindakan Pencegahan dan Mitigasinya”, menghadirkan 3 narasumber, yaitu dr. Mohamad Saifudin Hakim, M.Sc, Ph.D (Dosen Departemen Mikrobiologi FK-KMK UGM), dr. Gunadi, Ph.D., Sp.BA (Ketua Pokja Genetik, Presiden InaSHG dan Presiden Elect ALMI), dr. Riris Andono Achmad, MPH, Ph.D. (Direktur Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM). Bertindak sebagai keynote speaker adalah Ganjar Pranowo, Ketua Umum PP Kagama dan Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM., MARS (Direktur Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI). Jalannya acara dipandu oleh dr. Maria Silvia Merry, M.Sc (Kepala Pusat Studi Penyakit Tropis FK UKDW) dan dr.Theresia Handayano, M.Biomed (AAM) (dokter RS Bethesda Yogyakarta).
Ganjar Pranowo mengungkapkan varian Omicron sudah mulai populer di telinga masyarakat. Varian Omicron memang tingkat keparahannya tidak seperti varian Delta namun tetap harus diwaspadai. Kesiapan pemerintah menjadi kunci dalam menghadapi gelombang Omicron yang sudah merebak di beberapa wilayah secara global dan dikhawatirkan akan merebak di Indonesia.
“Penerapan disiplin protokol kesehatan harus terus dijalankan dan menggalakkan kembali Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Pemerintah sudah mengantisipasi kenaikan lonjakan varian Omicron dari luar negeri melalui standar operasional yang ketat. Kesiapsiagaan menjadi hal yang penting dalam menghadapi kemungkinan terjadinya gelombang Omicron yang akan datang ke Indonesia. Sehingga mengenal varian Omicron, tindakan pencegahan dan mitigasinya harus kita amplifikasikan sebagai upaya preventif dari KAGAMA,” pungkas Ganjar.
Keynote speaker selanjutnya, dr. Maxi Rein Rondonuwu menjelaskan varian Omicron dan tindakan pencegahan serta mitigasinya merupakan langkah preventif yang strategis dalam menghadapi kemungkinan penyebarannya. Penelusuran berdasarkan data terakhir yang diperoleh Kemenkes RI, ada 318 kasus baru yang sudah terdeteksi. Sejumlah 23 dari 318 kasus sudah mengalami penularan secara lokal.
Dr. Maxi melanjutkan, berdasarkan jurnal-jurnal ilmiah dan temuan di lapangan, kecepatan penyebaran varian Omicron 5 kali lebih cepat dibandingkan varian Delta, namun tingkat keparahannya di bawah varian Delta. Pasien dengan varian Omicron termasuk kategori bergejala ringan dan tanpa gejala. Hal tersebut cukup membuat was-was kita bersama dan harus siap siaga dalam menghadapinya.
Ada 318 kasus varian baru ini menurut penelusuran Kemenkes RI berasal dari Turki, Uni Emirat Arab dan kawasan eropa. Kasus berasal dari masyarakat yang melakukan traveling keluar negeri, pekerja migran dan orang asing dengan keperluan tentatif di Indonesia. Strategi dalam menghadapi penyebaran Omicron sejalan dengan anjuran dan tata laksana yang sudah direkomendasikan WHO. Penerapan disiplin protokol kesehatan yang ketat, memperkuat tracing dan testing. Kehadiran PeduliLindungi sebagai aplikasi cukup membantu dalam penelusuran dalam mengantisipasi penyebaran varian baru. Percepatan vaksinasi akan terus dimaksimalkan.
“Posisi Indonesia sebagai negara urutan kelima dengan tingkat vaksinasi tertinggi di dunia sebagai suatu kebanggaan dalam penanganan kasus pandemi ini,” demikian dr. Maxi mengakhiri pidatonya.
Narasumber pertama, dr. Mohamad Saifudin Hakim menjelaskan perlunya upaya mengenal evolusi SARS-CoV2 dan munculnya varian Omicron. Dokter lulus pendidikan doktoral di Erasmus University Rotterdam, Belanda tersebut menyebutkan virus Covid-19 merupakan virus dengan material genetika m-RNA. Evolusi virus merupakan perubahan yang terjadi secara konstan dalam populasi virus dalam menghadapi tekanan seleksi. Dua pertanyaan yang menjadi esensi dasar berdasarkan perspektif peneliti virus yakni, dari mana asal virus tersebut dan ke mana virus tersebut akan menyebar.
Sejumlah penelitian mengungkapkan empat pendorong utama evolusi virus antara lain progeny dalam jumlah besar yang diukur dari jumlah virion yang dihasilkan, infeksi yang dihasilkan beserta ledakan penyebarannya. Sejumlah akumulasi mutasi yang dihasilkan, Quasi-species effects yang dihasilkan dan seleksi yang dilalui oleh virus. Replikasi virus menghasilkan mutase genom dalam jumlah besar. Sehingga dapat dikatakan genom virus selalu akan bermutasi.
“Konsep Quasi-spesies virus menunjukkan keberadaan populasi virus sebagai distribusi dinamis yang tidak identik namun memiliki keterkaitan secara replikasi. Banyak progeny yang dihasilkan merupakan produk virus yang sudah melewati proses seleksi. Survival of the fittest genom langka dengan mutasi tertentu dapat bertahan dari proses seleksi dan ditemukan dalam semua progeny. Sehingga proses seleksi virus seperti replikasi dan penularan harus menjadi fokus perhatian sebagai upaya pertama,” pungkasnya.
Narasumber kedua, dr. Gunadi memaparkan kondisi terkini dampak varian Omicron terhadap penyebaran, diagnosis, keparahan dan vaksinasi Covid-19. Ia menjelaskan mutasi yang dialami virus Covid-19 berasal dari mutasi alamiah dengan faktor-faktor penyebaran yang mendorong munculnya mutasi. Dalam kajian virus, terdapat beberapa varian mutasi yang berbahaya dengan penyebaran yang massif namun juga ada beberapa varian mutasi yang memiliki konsekuensi yang kecil.
Dalam 30 ribu base virus memiliki probabilitas 3/1.000.000 yang bereplikasi puncak berlangsung selama 5-7 hari dalam menghasilkan satu mutasi baru untuk setiap dua orang yang terinfeksi atau satu mutasi dalam setiap dua minggu. Hal tersebut dapat berarti mutasi mengakibatkan perubahan urutan genetika pada virus, menghasilkan varian baru dari yang sebelumnya, tekanan dan proses seleksi alam mengubah secara signifikan virus tersebut.
“Dapat disimpulkan penularan dan penyebaran tingkat keparahan virus dapat ditanggulangi melalui kekebalan yang didapat dari efektivitas vaksinasi. Pengawasan dan deteksi cepat keberadaan genom Omicron. Varian Omicron memiliki dampak yang cepat dalam penularan dan penyebarannya, berpotensi resiko infeksi ulang dan mengurangi efektivitas vaksinasi serta perlunya strategi yang jitu dalam menghadapi mutasi berkelanjutan seriring dengan percepatan vaksinasi dan kekebalan komunitas,” demikian pungkas dr. Gunadi.
Narasumber terakhir, dr. Riris Andono Achmad, memberikan gambaran Omicron dan wabah pandemi ke depannya. Skenario pada awal pandemi yang seperti race through, delay & vaccinate serta menuju kerja sama dalam koordinasi dan menangani secara bersama. Keadilan akses terhadap vaksin menjadi fokus dunia dalam mengatasi pandemi saat ini.
Mengutip pernyataan direktur WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebutkan dunia berada dalam ambang kegagalan moral yang cukup dahsyat yang di mana harga dari kegagalan ini akan dibayar dengan nyawa dan mata pencaharian di negara-negara miskin didunia. Pernyataan tersebut memperlihatkan adanya ketimpangan akses terhadap vaksin yang tidak merata di antara negara-negara didunia.
Padahal mutasi virus berkaitan dengan tingkat penularan, semakin tinggi penularan, semakin banyak mutasi dan akan semakin besar peluang munculnya varian baru. Omicron merupakan varian kelima dari varian alpha, beta, gamma dan delta yang sudah muncul sebelumnya. Jika Omicron punya gejala yang lebih ringan dibandingkan varian Delta, maka hal tersebut bukanlah suatu kabar gembira. Low risk is not no risk. Temuan dilapangan justru menunjukkan anak-anak lebih berisiko terkena penularan. Penularan yang jauh lebih cepat dan tinggi mengakibatkan kebutuhan hospitalisasi yang tinggi juga.
“Bukan tidak mungkin tingginya transmisi akan menghasilkan peluang munculnya varian baru. Koordinasi dan keadilan secara global menjadi solusi dari bagaimana keluar dari pandemi ke depannya,” demikian dr. Riris mengakhiri paparannya. [arma]
*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel: