Sabtu, 24 April 2021 pukul 10:00 – 12:30 WIB, Pengurus Pusat (PP) Kagama kembali menyelenggarakan webinar KAGAMA Scholarship Series melalui aplikasi Zoom Meetings dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube Kagama Channel. KAGAMA Scholarship Series merupakan rangkaian kegiatan webinar terkait beasiswa studi lanjut ke luar negeri dan kali ini telah memasuki seri ketiga menghadirkan tema strategi memenangkan beasiswa di Jepang. Webinar menghadirkan tiga narasumber yakni, Mya Dwi Rostika (Kokushikan University of Tokyo), Tika Laras Kusuma (Osaka University), dan Titin Fatimah (Kyoto University). Anwar Sanusi, Wakil Ketua 2 PP Kagama berkenan memberikan kata sambutan dan Ridaya Laodengkowe bertindak sebagai moderator.
Anwar Sanusi mengawali webinar dengan mengapresiasi kegiatan webinar Kagama Scholarship yang memberikan informasi-informasi seputar beasiswa studi lanjut dan strategi memenangkannya. Anwar Sanusi yang pernah menempuh studi lanjut program master di Saitama University dan program doktoral di National Graduate for Policy Studies (GRIPS) Jepang, menceritakan pengalamannya studi lanjut di Jepang yang berawal dari memperoleh beasiswa Monbukagakusho dari pemerintah Jepang.
“Melanjutkan studi ke luar negeri merupakan nikmat dan kesempatan yang tidak dimiliki semua orang. Mengambil manfaat ketika melakukan studi di Jepang baik dalam aspek kebudayaan, aspek kedisiplinan dan etos kerja. Prinsip tegas dalam sikap dan lentur dalam bertindak merupakan hal yang menarik yang saya temukan saat sedang melanjutkan studi di Jepang. Sebelum mendapatkan hal tersebut, calon penerima beasiswa harus mempersiapkan segala hal baik terkait dokumen, akomodasi dan batin sehingga dapat memenangkan beasiswa tersebut dan menjadi mahasiswa di Jepang.” demikian Anwar Sanusi menutup kata sambutannya.
Narasumber pertama, Tika Laras Kusuma yang menyelesaikan S2 bidang arsitektur di Osaka University, Jepang menuturkan pengalaman studi lanjut program master di Jepang. Tika mengawali pemaparannya dengan strategi dan tips yang harus dipersiapkan untuk menempuh studi lanjut di Jepang. Koneksi merupakan hal yang perlu dipersiapkan dalam tujuan studi lanjut. Memanfaatkan networking dan jejaring dengan para akademisi, pengajar dan profesor dari Jepang. Selanjutnya melakukan riset terkait kampus dan jurusan tujuan yang hendak diraih dengan mempersiapkan LoA, Research Plan, Study Plan dan Goals After Study baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Jepang atau sesuai ketentuan yang berlaku. Communication skill menjadi syarat utama dalam meraih beasiswa di Jepang.
“Dari pengalaman saya yang sudah mempersiapkan hal tersebut tidak berjalan dengan mulus. Awalnya saya mengajukan beasiswa Monbukagakusho namun tidak berhasil kemudian saya mencoba beasiswa lainnya dan mendapatkan beasiswa Inpex Scholarship, yaitu merupakan beasiswa studi lanjut jenjang master khususnya pada bidang Natural Science di Jepang.” ujar Tika, alumnus Fakultas Teknik UGM.
Menurut Tika, ketika sudah diterima sebagai mahasiswa di Jepang akan menemui tantangan baru yakni language barriers dan culture shock. Untuk menghadapi hal tersebut, diperlukan proses adaptasi dan fleksibilitas dalam menyikapinya seiring menjalankan studi akademik. Semua hal tersebut merupakan hal yang lumrah terjadi ketika seseorang melanjutkan studi ke negara yang berbeda corak kebudayaan dari negara asalnya.
“Tips-tips yang bisa saya bagikan diantaranya, meminta restu orang tua dan keluarga, berperan aktif dan berusaha berkontribusi di organisasi dan komunitas, dan diperlukan keseimbangan (balancing everything) dalam menyikapi berbagai hal.” pungkas Tika yang sekarang berkarir sebagai arsitek di Shimizu Coorporation.
Narasumber kedua, Mya Dwi Rostika menceritakan pengalamannya dalam meraih beasiswa di negeri sakura, Jepang. Saat masih menjadi pelajar SMA 1 Muhammadiyah Magelang, Mya pernah mendapatkan beasiswa studi AFS dari Japan Foundation untuk belajar dan menetap setahun di Jepang.
“Setelah lulus SMA, saya melanjutkan studi pada program diploma 3 (D3) Bahasa Jepang UGM hingga lulus. Ketika kuliah di UGM, saya berkenalan dengan professor dari Kokushikan University dan kemudian memberikan saya rekomendasi untuk melanjutkan studi ke jenjang S2 di Kokushikan University tanpa melalui S1 namun melalui jalur Research Student selama setahun. Hal tersebut dikarenakan kemampuan saya yang sudah fasih berbahasa Jepang.” ungkap Mya yang menyelesaikan studi doktoralnya di Kokushikan University of Japan.
Mya menjelaskan beasiswa-beasiswa swasta yang dapat diraih dalam melanjutkan studi. Berdasarkan pengalamannya, Mya mendapatkan beasiswa pada jenjang S2 dari Sagawa Scholarship Foundation selama dua tahun dengan akomodasi 100 ribu yen per bulannya. Pada jenjang S3 mendapatkan beasiswa dari Sato Foundation, Atsumi Foundation masing-masing 3 tahun dan 1 tahun dengan total akomodasi 180 ribu dan 200 ribu yen perbulannya.
“Untuk mendapatkan beasiswa swasta di Jepang atau diistilahkan private student harus melewati beberapa tahapan dimulai dari bentuk beasiswa yang akan diraih, mendaftar lewat kampus, lembaga atau perseorangan. Setelah mendapatkan beasiswa yang dipilih akan dilakukan ujian beasiswa dengan screening secara tertulis dan melalui proses interview. Kemudian, setelah menerima beasiswa akan mendapatkan akomodasi studi dan harus membuat laporan belajar secara berkala dan tentunya mendapatkan networking yang luas.” pungkas Mya yang berkarir sebagai dosen Ilmu Politik Daito Bunka University di Jepang.
Narasumber ketiga, Titin Fatimah mendeskripsikan pengalamannya saar melanjutkan studi master dan doktoral di Jepang tepatnya di Wakayama University dan Kyoto University. Dia mengawali paparannya mengapa memilih negara Jepang sebagai tujuan studi lanjut setelah menyelesaikan studi S1 Arsitektur Fakultas Teknik UGM. Ketertarikan pada manga/anime menjadi satu dari sekian alasan melanjutkan studi ke Jepang. Perpaduan antara keharmonisan budaya dan kemajuan teknologi menjadi alasaan selanjutnya untuk memilih Jepang sebagai tujuan studi.
“Fokus riset saya ada di bidang heritage atau pelestarian bangunan. Saya mendapatkan beasiswa MEXT atau Monbukagakusho pada jenjang S2 di Wakayama University. Kemudian pada jenjang S3 mendapatkan beasiswa dari Hashiya Scholarship, Matsushita Foundation Research, dan Iwatani Scholarship dengan akomodasi yang didapatkan masing-masing 100 ribu yen perbulan, 500 ribu yen per tahun dan 150 ribu yen perbulan.” ungkap Titin menjelaskan detail perjalanan studinya.
Menurut Titin, ada beberapa tips untuk mendapatkan beasiswa diantaranya kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dengan mencermati persyaratan dan prosedur beasiswa yang ingin diraih. Persiapkan dokumen akademik, Cv, Portofolio, kemampuan bahasa, dan prestasi penunjang dsb. Membuat Essay/Proposal penelitian yang menarik. Mencari rekomendasi dari ahli dan professor pada kampus yang dituju dan mengupdate informasi kapan waktu pendaftaran berlangsung.
“Dinamika hidup di Jepang juga perlu diperhatikan oleh calon mahasiswa. Berdasarkan pengalaman saya, perlunya menggunakan bahasa jepang sebagai bagian dari kemampuan survive. tantangan dalam mengelola finansial juga menjadi hal yang penting. Perlunya bergaul dan bermasyarakat secara baik dengan sesama WNI dan warga Jepang. Sebagai seorang muslim, tinggal di Jepang merupakan tantangan sebagai minoritas dan jangan lupa memanfaatkan waktu luang untuk travelling dan memperkaya pengalaman.” pungkas Titin yang berkarir sebagai dosen bidang arsitektur di Universitas Tarumanegara. [arma]
*) Materi webinar selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channnel:
Leave a Reply