Hari Kamis (1/10/2020) jam 15.00 – 17.00 WIB PP Kagama bersama dengan Kagama Care dan Kagama Canthelan menggelar webinar Pemberdayaan Masyarakat 1 lewat aplikasi Zoom meeting berjudul “Sinergi Genduli dan Canthelan, Peduli Petani Boyolali dan Ketahanan Pangan di Perkotaan Jogja”, yang diikuti oleh lebih dari 300 peserta. Webinar menghadirkan 3 narasumber yaitu Drs. Seno Samodro (Bupati Boyolali), Iqbal Tuwasikal (penggiat GENDULI – Gelanggang Peduli Petani) dan Ekandari Sulistyaningsih (aktivis Kagama Care). Sebagai moderator adalah Puranti Wiji Rahayu. Turut hadir Anak Agung Gede Putra, Ketua Bidang VI PP Kagama menyampaikan pidato pembukaan, serta Ganjar Pranowo, Ketua Umum Kagama sebagai keynote speaker.
Gede Putra mengawali acara dengan ajakan di tengah pandemi janganlah mengutuk kegelapan namun jadilah lilin penerang. Ia memuji teman-teman Kagama yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri di saat pandemi, namun juga memikirkan sesama. Selain mengabdi lewat canthelan dan urban farming dalam rangka menjaga ketahanan pangan, ada juga gerakan Genduli yang peduli pada nasib petani sayur di lereng Merapi – Merbabu, khususnya di wilayah Boyolali. Genduli bersinergi dengan canthelan membantu masyarakat dalam penyediaan bahan makanan sehari-hari khususnya sayur mayur.
Yang lebih konkrit dilakukan di Boyolali di bawah pimpinan Bupati Seno Samodro yaitu melakukan upaya-upaya yang sangat mendukung para petani. Semua itu hanyalah langkah-langkah kecil namun diharapkan mampu menjadi percontohan atau role model dan menjadi sumber inspirasi bagi lebih banyak lagi komunitas di manapun di seluruh Indonesia.
Gede Putra mengajak kita semua mengerjakan langkah-langkah kecil yang berguna seperti apa yang dilakukan oleh Bidang VI PP Kagama dengan menginisiasi berbagai macam kegiatan yang konkrit dan faktual. Jangan memandang pandemi ini sebagai bencana, tapi jadikan kesempatan bagi kita untuk membaktikan diri dan melakukan kebaikan-kebaikan untuk orang lain. Mari sejenak lupakanlah ego memikirkan diri kita sendiri namun pikirkanlah juga nasib orang lain yang terdampak pandemi.
Ganjar Pranowo mengatakan ada survey yang menyatakan rakyat Indonesia mengurangi makanan selama pandemi melanda. Hal itu menurut Ganjar sangat relevan dengan gerakan canthelan yang dilakukan oleh rekan-rekan Kagama, yang sedikit banyak membantu pengadaan pangan buat masyarakat. Ada yang hebat dari canthelan yaitu peduli asupan gizi buat masyarakat. Canthelan bukan hanya memenuhi kekenyangan saja namun juga memperhitungkan struktur gizinya. Kalau dulu kita kenal 4 sehat 5 sempurna, sekarang ada namanya tumpeng gizi yaitu kita harus menghitung berapa karbohidrat, protein dan vitamin dalam makanan yang dikonsumsi.
Ganjar menambahkan kegiatan sosial yang dilakukan oleh kawan-kawan Kagama sudah sangat banyak sejak awal pandemi berlangsung. Mulai dari pengumpulan dana, memproduksi hand sanitizer dan APD sekaligus mendistribusikannya ke banyak fasilitas kesehatan di seluruh wilayah Indonesia. Menyusul gerakan canthelan yang mampu mengisi ruang kosong. Dan ini merupakan bagian empowering untuk mengajak serta masyarakat tanpa harus bergantung pada negara.
Bupati Boyolali Seno Samodro sebagai narasumber pertama menjelaskan tentang strategi Pemda Boyolali dalam mendukung petani selama pandemi. Sudah sejak lama di Boyolali diberlakukan investasi yang ramah bagi petani, dengan dikeluarkannya Perda yang mengatur sawah irigasi teknis tidak dikenai pajak.
Pertanian di Boyolali sudah sangat maju, ditandai dengan hampir semua petani sudah menggunakan traktor dalam mengolah lahannya dan sangat jarang yang masih memakai cangkul. Setiap tahun Boyolali selalu mengalami surplus produksi beras dan juga jagung.
Selama pandemi covid-19 ini produksi beras dan jagung stabil, meski harganya turun drastis. Petani hortikultura tetap memproduksi aneka jenis sayuran yang cukup melimpah karena menanam sayur adalah andalan utama para petani di lereng Gunung Merapi – Merbabu. Petani melakukan tumpang sari dengan minimal menanam 3 jenis komoditas dalam satu petak lahan, di mana tanaman pokoknya adalah tembakau yang merupakan tanaman budaya/adat masyarakat Merapi – Merbabu. Tujuannya untuk meminimalisir resiko gagal panen terhadap satu jenis tanaman.
Untuk tanaman tembakau saat ini kondisinya kurang bagus karena curah hujan selalu ada. Dari data yang ada pada bulan Agustus 2020 terhampar tanaman tembakau seluas 3.300 Ha, dengan produksi terkini dari lereng Merapi sebesar 3.383 ton (rajangan kering).
Salah satu produk pertanian yang sedang menjadi trend di Boyolali saat ini adalah paprika. Paprika dibudidayakan beberapa kelompok tani di Cepogo, dengan menggandeng program CSR. Tumbuh dan berproduksi baik, hasil panennya terserap untuk pasar di wilayah Jawa Tengah – DIY bahkan sampai Surabaya.
Pemda Boyolali memfasilitasi prasarana pasca panen petani hortikultura dengan terlebih dulu membangun pasar sayur higienis di Cepogo dengan maksud agar distribusi sayur lebih teratur, bersih dan terlayani 24 jam. Pasar tersebut tidak hanya menampung hasil produk dri Boyolali saja, namun sudah menjadi terminal hasil panen dari daerah lain sehingga produk sayur Cepogo lebih mudah diterima oleh konsumen di wilayah Solo Raya.
Narasumber kedua Iqbal Tuwasikal, penggiat Genduli, menjelaskan latar belakang terbentuknya Genduli (Gelanggang Peduli Petani) yang dikelolanya bersama teman-teman gelanggang UGM. Awalnya pada bulan Mei 2020 petani Komunitas Lereng Merapi – Merbabu mengeluhkan hasil panen sayur mereka yang tidak terserap pasar akibat pembeli utama mereka seperti catering, restoran, hotel dll tidak menjalankan usaha karena terdampak pandemi covid-19. Terjadi over supply sehingga harga menjadi terjun bebas. Harapannya mereka akan sejahtera ketika musim panen tembakau tiba, namun kenyataannya harganya sama-sama terpuruknya.
Genduli kemudian hadir dengan apa yang mereka bisa lakukan yaitu menciptakan pasar baru dalam ruang lingkup skala kecil. Genduli menawarkan sayur kepada masyarakat, khususnya yang berada di kota Yogya, dengan cara open pre order lewat aplikasi WA dan Google Form. Menjualnya dikemas dalam paketan terdiri dari berbagai jenis sayur, tujuannya agar semua hasil panenan petani jadi laku.
Iqbal menjelaskan dari langkah yang kecil tersebut Genduli akan dikembangkan menjadi social commerce, di mana semua yang terlibat dalam rantai penawaran akan mendapatkan keuntungan. Kemudian ada tawaran dari Yeni Wahid untuk mengelola program bernama Wadah Pangan yang mirip-mirip dengan Genduli namun dalam skala yang lebih luas, yaitu bukan hanya menjual sayuran saja namun juga berikut pengolahannya menjadi makanan siap saji dan frozen food.
Harapan Iqbal yang lebih besar lagi adalah ia pingin punya real time stock sayuran tiap komoditas. Jadi Iqbal ingin ada database komplit berapa luasan lahan, milik siapa saja lahannya, menanam apa saja, dihitung masa tanamnya, kemudian bisa diketahui estimasi kapan akan panen berikut jumlah produksinya. Impian Iqbal dengan adanya data terintegrasi secara real time maka akan bisa mensinkronkan produksi dengan tingkat konsumsi di suatu wilayah. Tujuan akhirnya adalah petani menjadi nyaman dan harga produk yang menentukan petani sendiri. Pemerintah bisa memberikan proteksi dengan menetapkan harga patokan untuk setiap komoditi.
Narasumber terakhir Ekandari Sulistyaningsih yang mengelola canthelan di daerah Code, Gondolayu, Badran dan Mangunsudiran menceritakan kisahnya menggeluti canthelan dengan segala permasalahannya, di mana pada tiap-tiap lokasi berbeda-beda pula masalah berikut tantangannya. Secara umum tantangannya adalah menjaga durasi canthelan agar bisa bertahan lama. Karena dana stimulus dari Kagama Care tidak banyak dan dana dari donatur juga tidak bisa diharapkan secara kontinyu.
Ekan menyebut hal-hal pendukung yang mana membuat keempat canthelan yang diinisiasinya bisa berjalan lancar. Yang pertama tentu saja atas kebaikan donatur yang ada saja tiap hari memberikan bantuan baik berupa uang tunai atau barang yang langsung bisa ikut dicanthelkan, seperti bantuan sayur dari Genduli (Gerakan Peduli Petani) yang dikelola oleh teman-teman gelanggang UGM. Yang kedua relawan dari masing-masing lokasi canthelan, karena sudah pasti tidak bisa sendirian mengelolanya. Yang ketiga dukungan dari aparat setempat seperti ketua RT dan RW, karena sebagai orang luar Ekan tidak bisa langsung masuk begitu saja ke sebuah kampung tanpa permisi. Yang keempat adalah rekan-rekan sesama penggiat canthelan yang selalu setia berbagi kisahnya masing-masing, saling mensupport dan saling menyemangati.
Masalah utama yang dihadapi canthelan sebenarnya adalah keberlanjutannya. Untuk daerah Code, Gondolayu dan Badran Ekan saat ini sudah tidak ikut campur tangan lagu, namun sudah diambil alih atau diteruskan oleh warga. Warga yang terlibat akhirnya menjadi kreatif, semisal di Gondolayu yang biasanya melakukan kegiatan Jumat berkah di masjid kampung dengan berbagi nasi kotak, kemudian digeser menjadi canthelan sehingga bisa untuk keperluan sehari bagi sebuah keluarga. Kemudian yang di Badran bekerja sama dengan kelompok dasa wisma, di mana donasi yang masuk dikelola bareng dengan dana kas dasa wisma dan sudah berlangsung selama dua bulan lebih.
Untuk cathelan di rumah Ekan sendiri, Dalem Mangunsudiran, dengan pertimbangan tertentu canthelan sudah bermutasi menjadi pasar tiban. Awalnya pasar tiban dilakukan seminggu sekali, namun saat ini berlangsung sebulan sekali. Konsepnya pengunjung membayar 5000 rupiah dan mendapatkan 7 kupon untuk kemudian bisa menebus 7 jenis barang yang disukai. Uniknya barang yang ditawarkan bukan hanya sayuran dan kebutuhan sehari-hari, tapi juga mainan buat anak dan buku-buku.
Sebagai penutup, Ekan mengingatkan di masa pandemi ini kita tidak sendiri, banyak saudara atau sahabat yang terkena dampaknya juga. Yang semuanya saling peduli dan saling berbagi. Dukungan dan kekompakan keluarga juga sangat penting, termasuk dari anak-anak.
*) Materi webinar bisa dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=2Y7DmXtWfg8