Kagama Fotografi 8: Kupas Tuntas Foto Jurnalistik bersama Dwi Oblo

PP Kagama bersama Kagama Fotografi kembali menggelar webinar lewat Zoom Meeting pada hari Sabtu (27/3/2021) jam 19.30 s/d 21.30 WIB. Pada seri 8 kali ini mengupas tuntas tentang foto jurnalistik, bersama fotografer penuh pengalaman Dwi Oblo. Sebagai moderator adalah Bronto Sumaryanto, dan berkenan memberikan kata sambutan Abdulhamid Dipopramono, Wasekjen PP Kagama dan Staf Khusus Menteri Perhubungan.

Dwi Oblo, narasumber utama

Dwi Oblo memulai paparannya dengan menjelaskan foto jurnalistik adalah merupakan salah satu cara untuk menyampaikan informasi, melalui medium fotografi yang dilengkapi dengan keterangan foto yang berfungsi untuk jembatan agar komunikasi fotografer dan penikmatnya lancar. Informasi yang disampaikan semakin cepat semakin baik. Kamera sebagai alat utama foto jurnalistik mempunyai sifat mekanik, maka hasil foto merupakan data visual yang abadi, sehingga bisa dipakai sebagai arsip atau dokumenter yang dibuat untuk tujuan tertentu.

Foto-foto yang awalnya merupakan dokumenter itu, ketika akan dipublikasikan harus diseleksi sesuai dengan kebutuhan dan selalu akan berhadapan dengan redaktur. Redaktur foto akan memilih foto-foto yang kita buat sesuai dengan kebijaksanaan media dan halaman yang tersedia. Oleh sebab itu foto jurnalis bukan sebagai ‘tukang foto’ tetapi bagaimana foto yang kita buat bernilai lebih, sehingga prosesnya kadang menjadi lebih lama dan memakan beaya tinggi. Foto jurnalis dituntut harus kreatif, tidak begitu saja percaya pada satu informasi sehingga butuh riset mendalam.

Selanjutnya Oblo menjelaskan tentang karakter foto jurnalistik:

  1. Komunikasi visual yang diwujudkan dalam foto dapat mengekspresikan pesan pribadi secara gamblang. Para penikmat fotografi dapat mengerti situasi yang terdapat dalam gambar secara cepat. Semakin simpel semakin bagus
  2. Medium foto jurnalisme biasanya diwujudkan dalam medium cetak, seperti misalnya koran, majalah, dan media online.
  3. Foto jurnalisme itu melaporkan. Seluruh kemampuan teknis fotografer jurnalis digunakan untuk melaporkan beberapa aspek dari berita. Sehingga pembaca seolah-olah hadir di situ.
  4. Foto jurnalisme berkomunikasi dengan menyatukan kata-kata dan gambar. Kata-kata dan gambar harus tampil seimbang. Bahkan ketika foto cerita yang kebanyakan gambar masih harus dilengkapi kata-kata untuk melengkapi gambar tersebut. Kata-kata hadir untuk memuluskan pesan yang akan disampaikan.
  5. Foto jurnalisme berurusan dengan manusia. Untuk bisa sukses foto jurnalis harus memiliki kertarikan yang mendalam pada manusia. Manusia adalah bahan utama yang ada di ujung dan pangkal dari pesan foto jurnalistik: mereka adalah subyek dan mereka juga adalah penikmat
  6. Foto jurnalisme berkomunikasi kepada massa. Ini berarti pesan yang disampaikan harus singkat dan dapat segera dimengerti oleh masyarakat banyak yang beragam. Gambar-gambar atau makna-makna pribadi tidak akan mendapat tempat di foto jurnalisme
  7. Foto jurnalisme ditampilkan oleh editor foto yang terampil. Editor foto memutuskan bagaimana sebuah reportase dapat sampai ke publik. Editor foto yang baik membuat pesan seorang foto jurnalis menjadi lebih efekti
  8. Keyakinan mendasar dari foto jurnalisme adalah menginformasikan kepada publik merupakan sesuatu yang mutlak dibutuhkan di dalam dunia yang semakin komplek. Keyakinan ini didasari oleh Amandemen Pertama perlindungan tentang kebebasan menyuarakan pendapat.

Berikutnya Oblo mengatakan, secara garis besar foto jurnalistik terbagi 2 yaitu spot news dan feature. Spot news bersifat hangat, tak dituntut oleh artistik dan komposisi, yang paling penting foto peristiwa tersebut. Sedangkan feature adalah foto cerita di balik berita, bertujuan untuk kedalaman suatu peristiwa, seperti foto-foto di majalah National Geographic. Pada perkembangannya menjadi foto essay.

Sedangkan World Press Photo membagi foto jurnalistik menjadi 10 kategori:

  • Spot News : Peristiwa yang tidak terencana dan tidak mungkin direncanakan
  • General News : Sekumpulan foto dari sebuah peristiwa yang direncanakan
  • People in The News : Foto orang atau kelompok orang yang terlibat dalam sebuah peristiwa atau kejadian
  • Portrait : Tokoh publik/ selebritis atau bisa juga masyarakat umum
  • Daily Life : Menggambarkan keragaman kehidupan sehari-hari
  • Sport : foto-foto Olah Raga baik yang action maupun feature
  • Arts and Entertainment : foto peristiwa kesenian tertentu baik lukis, teater, musik, tari, arsitek maupun busana
  • Science and Technology : Foto-foto perkembangan menarik dalam ilmu dan teknologi
  • Nature : Foto-foto mengenai lingkungan, baik flora maupun fauna, serta ekologi.
  • Contemporary Issue : foto-foto dengan issue kontemporer, saat ini menyita perhatian dunia

Pewarta foto adalah orang yang berada dibalik foto jurnalistik, bekerja menggunakan media fotografi untuk melaporkan kepada masyarakat dari sebuah peristiwa, baik itu media cetak maupun online. Ada beberapa tugas menjadi pewarta foto, yaitu searching, lobbying, shooting, transmitting dan archiving.

Searching adalah mencari peristiwa yang layak diberitakan kepada masyarakat serta mendatangi tempat kejadian. Untuk menjadi berita, sebuah peristiwa harus memiliki paling tidak salah satu dari dari nilai berita yang akan berimbas kepada lokal, nasional atau internasional. Lalu juga harus memperhitungkan importance (penting / tidak penting), actual (baru / basi), magnitude (efeknya besar / kecil), proximity (dekat / jauh), controversy (konfliknya di mana), prominence (tokohnya terkenal / tidak populer) dan touching (menyentuh atau tidak).

Berikutnya, lobbying masalah perijinan dan akses. Perijinan sangat diperlukan untuk meliput area-area yang bukan publik. Misal di dalam properti milik swasta atau di area militer, rumah sakit, dll. Kartu pers adalah kartu identitas yang bisa menjelaskan keberadaan kita. Melobi nara sumber untuk pemotretan sesuai konsep yang kita ajukan, kadang nara sumber tidak pernah melakukan sehingga menjadi canggung.

Selanjutnya, shooting atau memotret membutuhkan pemahaman materi berita, penguasaan teknik fotografi, kemampuan estetika visual dan psikologis, dikarenakan waktu yang singkat (cuma beberapa menit atau bahkan detik) dan berebut dengan fotografer lain, seringkali kita memotret di daerah berbahaya, human error membayangi setiap pemotretan, serta kadang diserang rasa bosan.

Kemudian editing atau memilih foto yang akan dikirim ke editor. Kita harus tega untuk membuang foto yang tidak masuk kriteria untuk menyediakan beberapa pilihan pada editor foto. Seleksi foto dan captioning bisa dilakukan dengan berbagai software, seperti Adobe Bridge, Photo Mechanic atau Foto Station. Pada kondisi tertentu diperlukan retouching yaitu memperbaiki kualitas foto di kamar gelap. Saat ini kita bisa memakai beberapa software: Photoshop, Photo Mechanic, atau Photo Station. Yang perlu diketahui ada batasan retouching foto jurnalistik, seperti cropping, adjusting brightness & contrast, curve & level, lens correction, highlight reducing, shadow adjusting, dodging, burning. Kesemuanya tergantung peraturan di media masing-masing.

Lalu transmitting adalah mengirim hasil pemotretan. Dahulu, pewarta foto mengirimkan rol film yang belum dicuci atau klise yang sudah dicuci dengan kargo pesawat, atau menscan cetakan 4R yang dipilih, kemudian mengirimnya lewat email. Sekarang, setelah memotret, dipilih, dan dikirim lewat email, FTP (File Transfer Protocol) atau melalui cloud storage. Kecepatan kirim seorang pewarta juga dipengaruhi kualitas akses internet yang dimilikinya. Ada aturan yang tidak tertulis bagi pewarta foto ketika mengirim spot news: transfer dari kartu, seleksi, caption, retouch, kirim, waktunya tidak boleh lebih dari setengah jam.

Yang terakhir adalah archiving atau menyimpan hasil pemotretan. Secara berkala hasil pemotretan kita simpan di keping DVD, external hard disk kemudian dibackup. Bisa juga disimpan cloud storage, akan tetapi lebih mahal. Usahakan kategorisasikan sesuai tahun-bulan-tanggal, subyek untuk mempermudah pencarian kembali, ketika foto tersebut dibutuhkan kembali.

Selanjutnya Oblo bercerita tentang prospek menjadi pewarta foto lepas. Perkembangan foto digital akhir-akhir ini sungguh amat menggembirakan, sehingga fotografi dari segi teknis sangat pesat perkembangannya. Kamera jenis baru muncul seperti handphone. Kita dimanja oleh alat sampai akhirnya kita bingung memilihnya. Semua orang akhirnya bisa menjadi fotografer. Pertanyaannya? Setelah kita selesai memproduksi foto-foto tersebut mau dikemanakan? Apakah foto-foto yang kita produksi bisa kita jual? Bagaimana menjualnya? Kepada siapa? Imbalannya berapa?

Di beberapa media biasanya punya inhouse photografer (fotografer tetap) yang terbatas jumlahnya, sehingga kesempatan untuk menjadi kontributor terbuka. Waktu dan beaya biasanya menjadi alasan utama untuk memanfaatkan kontributor, sehingga fotografer freelance menjadi pilihan.

Dalam foto jurnalistik sebenarnya ada kriteria tertentu yang disepakati oleh hampir semua media, seperti misalnya bagaimana membuat foto single dan foto story, baik hard news atau soft news. Bagaimana menentukan topik, kapan sebaiknya kita mengirim foto, berapa jumlah foto yang harus dikirim. Sehingga perlu ketrampilan khusus untuk memenuhi kriteria tertentu. Peranan editor foto sangat penting. Editor foto inilah yang akan memilih dan membuang foto yang masuk meja redaksi, sehingga kita harus jeli dan hafal akan selera editor foto yang berbeda-beda tergantung penerbitannya.

Setidaknya kita harus menguasai teknik foto terutama foto jurnalis dengan sebaik-baik-baiknya, serta konsep yang matang untuk mendukung teknik. Sekolah foto jurnalis dan sering mengikuti workshop dan seminar foto nasional maupun internasional berguna untuk meningkatkan kemampuan.

Promosi atau memperkenalkan diri juga penting. Dengan membuat portofolio yang dilengkapi dengan karya-karya foto, baik single maupun story yang terbaik. Pilihlah foto-foto terbaik dan jangan pernah memberikan foto-foto yang biasa-biasa saja, karena si editor foto pasti nggak akan melirik pada karya kita. Ini sebagai cermin bahwa kita mampu untuk profesi ini.

Tinggalkan nomor kontak kita dan alamat email, supaya editor foto ini bisa cepat mengontak kalau dia butuh foto. Menaruh foto-foto secara online seperti di website foto stock seperti: microstock, bigstockphoto, shutterstock, fotografer.net, fotokita.net, blog pribadi, dll sebagai promosi. Baca dengan cermat aturan yang ada agar foto kita tidak dicuri atau ditipu. Seringlah mengikuti pameran foto, bisa kelompok atau tunggal sebagai ajang promosi diri sendiri

Untuk memperkenalkan ide-ide kita dan untuk meyakinkan bahwa ide-ide kita itu penting untuk orang banyak, bisa dilengkapi dengan kliping-kliping atau link-link yang mendukung. Lalu untuk masalah bayaran, harus dibicarakan di muka ketika editor setuju dengan ide kita. Bisa pakai sistem day rate (per hari), per foto, atau per proyek.

Di akhir paparannya, Oblo memberikan tip-tip untuk para pewarta foto. Untuk nilai berita kita harus bisa menilai sebuah peristiwa yang akan kita foto termasuk lokal, national, regional, atau international. Seberapa berpengaruh berita tersebut buat khalayak. Pelobi berita baik koran, majalah, internet dan televisi, untuk mengupdate informasi yang kita terima tiap hari agar kita bisa memilih mana yang duluan kita kerjakan.

Lalu juga harus jeli untuk melihat peristiwa yang terjadi di dunia dan di depan mata kita siang dan malam. Pewarta foto harus menerima dan menyelesaikan tugas hingga menit terakhir walaupun kadang ada perubahan jadual. Hal ini yang kadang membuat membuat stress pada wartawan foto dan keluarganya.

Usahakan menjalin hubungan profesional dengan wartawan foto atau instruktur foto jurnalisme. Terutama rekomendasi, bagaimana mulai bisa kerja di lapangan. Mentor informal akan membantu anda memulai karier.

Memulai bekerja untuk surat kabar mahasiswa, atau surat kabar dan TV lokal, yang membutuhkan sukarelawan yang belum dibayar pada awalnya. Lihat sistem kerja mereka dan bekerjalah secara profesional sehingga staf akan mengetahui kerja anda, sehingga akan merekomendasikan pada perkerjaan yang lebih tinggi. Ini merupakan batu loncatan karena beberapa media kadang membutuhkan syarat harus sudah yang berpengalaman.

Terakhir, menjalin kontak terutama dengan narasumber-narasumber penting seperti kepala polisi, dokter rumah sakit, humas instansi-instansi agar kita bisa selalu diberitahu perkembangan apapun hal-hal terkini.

Lalu strateginya bagaimana untuk memulai? Pertama, buatlah strategi 5W+1H, lengkapi dengan riset mendalam. Lalu, harus ada alasan peduli dengan apa yang akan menjadi subyek foto. Cari sudut pandang yang berbeda dari fotografer yang pernah ada, hindari pengulangan, dan gambar-gambar yang standar. Mulailah mencari sudut pengambilan yang nanti akan menjadi ciri khas masing-masing.

Selain itu hati-hati dengan elemen yang ada dalam frame. Yang tidak mendukung hilangkan yang mendukung tambahkan dengan menggeser angle, pilihan lensa dan diafragma akan sangat berpengaruh.

Kuasai subyek sebelumnya. Bisa datang dulu ke rumahnya ngobrol, bicara jujur maksud dan tujuan sehingga ketika kita memotret mereka tidak akan terganggu dengan kehadiran kita.

Lihat lebih detail apa yang menempel pada subyek, seperti bentuk perhiasan, warna, gambar, tulisan karena detail bisa jadi simbol informasi. Yang terakhir hati-hati dengan ekspresi subyek, jangan sampai orang salah menginterpretasi, antara sedih, bahagia, marah, atau bingung.

Untuk jurnalis foto pemula, Oblo berpesan untuk menggunakan metode EDFAT (Entire Detail Frame Angle Time):

  • Entire, ambil gambar secara overview (keseluruhan) beserta lingkungan termasuk manusia dan aktivitasnya.
  • Detail, bergeraklah maju mendekati obyek untuk melihat lebih detail, ajak dia bicara, perhatikan mata, rambut, apa yang dia pakai. Ambil visual yang kuat dari subyek dan atur komposisi yang menarik.
  • Frame, aturlah jendela bidik dengan komposisi yang terdiri dari pola bentuk dan warna sehingga enak dilihat dengan memperhatikan elemen disekeliling subyek, baik background maupun foreground.
  • Angle, Atur sudut pengambilan dari berbagai sudut, bisa dari atas, bawah, dekat atau jauh, samping kiri atau kanan subyek.
  • Time, ambil kesempatan secepatnya jangan menunda waktu, karena bisa saja peristiwa tersebut tidak terulang lagi, atau kesempatan ini akan diambil orang lain.

Metode klasik ini banyak digunakan para jurnalis pemula untuk memilih aspek spesial dari foto, agar memperoleh gambar yang kuat, dan ketika digabungkan dan disusun akan menjadi sebuah foto cerita.

*) Materi webinar selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel:

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*