Peran Kagama dan Pemuda dalam Membangun Ketahanan Pangan

Oleh: Drajat Wibawa

Bahwa semua orang pada saat pandemi ini mengalami berbagai kesulitan, setidaknya aktifitasnya menjadi terbatas, semua sudah paham hal itu. Pandemi kali ini memang luar biasa, seolah alam sedang me-reset segala tatanan yang berlaku dipermukaan bumi ini, tanpa kecuali. Semua orang dipaksa untuk merubah sikap dan perilakunya sejalan dengan setting ulang semesta ini. Bisa jadi ini adalah bagian dari proses seleksi alam untuk menyisihkan yang lemah dan memuculkan yang kuat bertahan.

Pandemi Covid-19 yang berkembang secara massif di seluruh penjuru bumi sejak awal tahun 2020 ini telah mendorong banyak pihak, baik individual maupun organisasi nasional dan internasional untuk secara bersama mengatasi berbagai permasalahan yang timbul. Bukan saja pada aspek medis terkait dengan vaksin anti-virus Covid-19, beserta metode pengobatannya, namun juga persoalan ekonomi dan dampak sosial yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat dan orang per orang. Sebagai contoh, dampak signifikan pembatasan pergerakan manusia telah menyentuh secara langsung banyak sektor, baik yang terkait dengan pengadaan barang dan produksi kebutuhan masyarakat hingga pelayanan jasa dan sektor ekonomi riel yang berkaitan langsung dengan harkat kehidupan masyarakat kecil.

Sejak awal pandemi, sekitar April dan Mei, isu mengenai ketahanan pangan yang dikaitkan dengan kemungkinan terpuruknya ekonomi, rendahnya daya beli masyarakat dan sulitnya mendapatkan bahan pangan telah mendorong berbagai kegiatan masyarakat untuk mencoba memenuhi kebutuhan pangan sehari hari dengan bercocok tanam di lingkungan masing-masing. Isu ini mulai menguat pada bulan Juni dan kegiatan urban farming semakin marak.

Peran Pemuda

Dalam situasi pandemi ini, semua komponen masyarakat turut merasakan dampaknya dan secara bersama sama dengan cara masing masing mencoba menyiasati keadaan untuk tidak hanya survive, tetapi mencari berbagai cara untuk mengembangkan diri dan melihat berbagai peluang kreatif yang dapat diusahakan. Termasuk kaum muda yang dengan berbagai pemikiran, gagasan kreatifnya mencoba menggeliat mencari solusi. Gagasan urban farming menjadi salah satu fokus dari kegiatan ini disandingkan dengan berbagai ide kreatif pemuda yang menguasai dunia maya untuk semakin menyebarluaskan berbagai kegiatan mereka secara luas tanpa harus melakukan kontak fisik secara langsung yang beresiko penularan covid-19. Semakin jelas pula bahwa dalam situasi pandemi ini peran internet dan ruang dunia maya semakin menguasai kegiatan manusia dalam hampir semua bidang, termasuk bagaimana interaksi dan transaksi ekonomi dijalankan.

Ambil contoh sebuah sukses besar yang diraih oleh kelompok tani milenial Citra Muda Getasan di Kopeng, kabupaten Semarang, Jawa Tengah yang dalam masa pandemi justru dapat meraup keuntungan meningkat hingga 300% yang mengembangkan penjualan menggunakan metode milenial, yakni melalui sejumlah platform media sosial. Beritanya bisa dibaca di:

https://m.ayosemarang.com/read/2020/06/06/58250/gara-gara-petani-muda-ini-ganjar-rela-gowes-53-kilometer

Asniar Khumas dan Muchlis

Contoh lain adalah peran kelompok-kelompok petani milenial di kota Parepare, Sulawesi Selatan yang dipelopori oleh Muchlis yang dalam usia muda sudah menduduki posisi sebagai founder dan CSO Sekolah Alam Semesta dan tentusaja penggiat pertanian milenial. Kegiatan petani milenial di Parepare bersinergi dengan Kagama Parepare dibawah koordinasi Asniar Khumas dalam wadah Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD) yang hingga kini telah berusia tiga tahun dan banyak melakukan kegiatan positif mengembangkan minat masyarakat untuk bercocok tanam dalam situasi pandemi.

Gde Mantrayasa (berbaju biru) bersama teman-teman ‘Kebun Berdaya’

Kegiatan milenial serupa juga dikembangkan di kota Denpasar, Bali yang dimotori oleh Saka Teruna Teruni/STT (serupa dengan Karang Taruna) Banjar Tegehsari, Denpasar yang mengembangkan kegiatan urban farming dengan nama Banjar Berdaya. Kegiatan ini juga dipelopori oleh anggota Kagama Bali, Gde Mantrayasa. Kegiatan STT Banjar Tegehsari ini telah melakukan kegiatan urban farming memasuki bulan ketiga sejak dibentuk pada masa pandemi dan berhasil mengajak warga perkotaan untuk turut melakukan kegiatan urban farming dihalaman rumah masing masing.
Dalam situasi apapun di negeri ini, terbukti peran pemuda tetap luar biasa.

Jika kita berkaca pada sejarah kemerdekaan republik ini, sekelompok pemudalah yang mendorong Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan di Rengas Dengklok. Kita juga tidak bisa lupakan peran pemuda dan mahasiswa dalam pergerakan reformasi pada tahun ‘98. Demikian pula pada saat pandemi ini, terbukti pemuda tetap memegang peran penting. Mereka bukan generasi cengeng, snobbish dan suka mengejar kemewahan dengan jalan pintas, melainkan generasi kreatif yang ulet dan tangguh. Jadi tidak salah jika pemuda disebut sebagai tulang punggung bangsa. Masa pandemi ini setidaknya membuktikan fakta bahwa pemuda identik sebagai sumber gagasan cerdas, enerjik dan solutip.

Peran Kagama Care

Jikapun masih bisa dikategorikan dalam kelompok pemuda di negeri ini, para alumni muda Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam Kagama (Keluarga Alumni Gadjah Mada) juga tampil terdepan, menjadi pelopor gerakan bangsa untuk mengatasi persoalan-persoalan terkait dengan pandemi Covid-19. Adalah Kagama Care yang dikoordinir oleh Sulastama Raharja yang selalu giat mengajak rekan-rekan Kagama menjadi penggerak pemuda dan masyarakat, mencari solusi dan berkarya. Melihat perkembangan situasi dan permasalahan yang ada Kagama Care segera menyikapi permasalahan dengan mengalihkan kegiatan batuan sosial, yang awalnya diarahkan untuk mendukung kebutuhan peralatan medis yang diperlukan dalam penanganan Covid-19 seperti hand sanitizer, hazmat, vitamin dan obat-obatan menjadi kegiatan yang diarahkan untuk menggerakkan kegiatan urban farming lebih luas lagi.

Pertimbangan ini diambil mengingat aspek kebutuhan medis sudah mulai tertangani dengan baik oleh pemerintah dan ketersediaannya sudah mencukupi, sedangkan problem sudah mulai bergeser pada aspek ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat. Banyaknya pengangguran baru dan korban PHK tentu saja menjadi salah satu alasan signifikan pergeseran permasalahan ini. Gagasan awal dari kegiatan ini sebenarnya sederhana, yakni bagaimana menggerakkan masyarakat dalam aktifitas positif saat mereka tidak bepergian (stay at home dan work from home) sekaligus menghasilkan sesuatu yang berdampak pada ketahanan pangan dan ekonomi rumah tangga. Oleh karenanya program urban farming menjadi pilihan yang tepat. Program ini juga digagas berdasarkan pengalaman rekan-rekan Kagama yang selama ini sudah berkecimpung dalam dunia pertanian dan sudah memulai beberapa proyek urban farming di lingkungan mereka masing-masing.

Dimulai dari menciptakan pilot project di sepuluh kota, meliputi: Lampung, Yogyakarta, Solo, Wonosobo, Pekanbaru, Balikpapan, Palangkaraya, Parepare Sulsel, Denpasar, Bali dan Banjarmasin, Kagama Care mulai menyiapkan paket benih dan perlengkapan urban farming yang dikirim ke 10 kota dimaksud. Hingga saat ini beberapa kegiatan urban farming telah berkembang semakin luas berkat kepeloporan rekan rekan Kagama ini.

Bersama pemuda di seluruh negeri, Kagama Care dan rekan alumni Kagama lainnya senantiasa turut serta terpanggil untuk berperan mengatasi berbagai persoalan yang ada sehingga bangsa ini tetap survive dan berhasil melalui berbagai masalah sulit yang melanda dan keluar menjadi pemenang.