Inspirasi Kagama 5: Membangun Bisnis ala Pemilik Waroeng Spesial Sambal ‘SS’ Indonesia

Sabtu (12/9/2020) jam 13.30 – 15.00 WIB berlangsung Zoom meeting dengan tema “Inspirasi Kagama 5: Membangun Bisnis ala Pemilik Waroeng Spesial Sambal ‘SS’ Indonesia”, menampilkan narasumber utama Yoyok Hery Wahyono (Teknik Kimia’92) pemilik Waroeng Spesial Sambal “SS” yang sangat fenomenal. Sebagai host adalah drg. Dian Nirmalasari (FKG ’89) dan menghadirkan Anwar Sanusi, Ph.D., Wakil Ketua 2 PP Kagama, untuk memberikan pidato pembukaan. Acara webinar ternyata sangat menarik minat auidiens, terbukti dengan kehadiran 375 peserta yang dengan penuh antusias mengikuti acara dari awal hingga akhir.

Tampil di awal acara, Anwar Sanusi mewakili PP Kagama menyatakan Kagama sangat antusias menyediakan forum untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman seperti acara Inspirasi Kagama ini. Karena Kagama adalah wadah yang tepat bagi berbagai profesi dan latar belakang, serta rumah yang sangat besar untuk saling belajar. Dan mudah-mudahan gagasan yang sudah dimulai beberapa waktu yang lalu dengan tema-tema yang sangat spesifik akan terus membangkitkan semangat dan kegairahan kita untuk membangun Indonesia lebih baik dalam situasi apapun termasuk kondisi sedang ada pandemi. Secara khusus Anwar Sanusi mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Yoyok pemilik Waroeng SS yang telah berkenan meluangkan waktu dan membagi ilmunya kepada rekan-rekan Kagama. Ia berharap mudah-mudahan forum ini menjadi ajang yang baik dan efektif untuk saling berbagi pengalaman berbisnis.

Anwar Sanusi, Ph.D., Wakil Ketua 2 PP Kagama

Sebagai narasumber utama, Yoyok lebih banyak menceritakannya pengalamannya bekerja dalam mengelola Waroeng SS sejak dari awal lahirnya hingga 18 tahun usianya. Ada beberapa hal yang tidak lazim terjadi di WSS, seperti misalnya WSS tidak memakai konsep waralaba tapi semua dikelola lewat satu manajemen. Menurut Yoyok tidak ada yang salah dengan konsep waralaba, namun WSS sengaja tidak mau memakainya karena sangat beresiko untuk bisnis pengembangan mereka. Satu lagi yang tidak lazim, manajemen WSS tidak mematok target parameter angka-angka hasil akhir, seperti omzet dan labanya harus berapa. Target yang diseting yang bisa memunculkan reward dan punishment adalah target di kualitas proses. Jadi targetnya seberapa harus bersih dan seberapa harus enak. Contohnya adalah SOP yang menyatakan menyapu lantai harus bersih, masalah kemudian laris atau tidak laris bukan menjadi kewenangan mereka.

Yoyok Hery Wahyono, pemilik Waroeng Spesial Sambal ‘SS’

Yoyok menyatakan memulai usahanya dari benar-benar nol, nyaris tidak punya modal sama sekali baik modal uang ataupun skill berbinis. Modal satu-satunya hanyalah kemampuannya memasak. Saat mendirikan warung pertamanya di trotoar sebelah barat Grha Sabha Pramana tanggal 20 Agustus 2002, modalnya hanya 9 juta, di mana modal Yoyok sendiri cuma 3 juta dan 6 juta sisanya pinjam dari saudara sepupunya.

Warung tenda bersejarah di sebelah barat Grha Sabha Pramana yang tetap dipertahankan sampai saat ini

Yoyok sendiri bahkan tidak menyangka usahanya akan bisa berkembang sampai sebesar sekarang ini, karena niat awalnya waktu itu hanyalah untuk bertahan hidup. Ia menceritakan alasannya mengapa membuat warung makan dengan sambal sebagai andalannya. Yang pertama adalah karena saat ia kost di Pogungrejo suka masak dan ternyata sambal buatannya sangat disukai teman-temannya. Sambalnya dipuji benar-benar pedas berbeda dengan kebanyakan sambal-sambal yang dijual di Yogya yang umumnya bercita rasa pedas manis. Yang kedua ia punya warung makan penyetan langganan yang laris bukan karena lauknya yang enak atau pelayanannya yang bagus, namun karena karakter sambalnya yang lebih enak sehingga lebih laris dibanding warung sejenis.

Sehinga Yoyok mengambil kesimpulan, meski sambal hanyalah seporsi kecil untuk melengkapi hidangan utama namun ternyata perannya sangat penting untuk menimbulkan selera makan. Maka kemudian dengan optimis Yoyok mengibarkan warung dengan bendera sambal dan alhamdulilah konsepnya bisa diterima oleh masyarakat luas sehingga bisa berkembang pesat. Menurutnya saat ini industri sambal sudah menjadi industri baru. Dalam dunia chef sambal bukanlah hanya pelengkap hidangan namun sudah menjelma menjadi ‘mahkota’ hidangan yang sangat banyak digemari.

Saat ini WSS telah mempunyai 98 cabang dan memiliki pegawai 4000 orang, di mana sekitar 3600 adalah karyawan yang ditempatkan di outlet dan sisanya bekerja sebagai staf di kantor pusat. Yang membuat WSS menjadi perusahaan padat karya, namun kata Yoyok sekaligus padat masalah. Rantai kerjanya panjang mulai dari pengadaan bahan baku, proses pengolahan di dapur, dan penyajian di warung satu demi satu customer harus dilayani. Potensi masalah yang terjadi bisa banyak.

Saat awal berdiri WSS hanya menyediakan 15 jenis sambal, dan saat ini sudah berkembang menjadi 32 jenis. WSS memfokuskan diri keunggulan kompetitif pada kualitas rasa dan harga. Jadi pelanggan selain mendapatkan rasa yang enak juga harganya tidak mahal, karena yang dijual WSS adalah menu harian bukan makanan rekreatif yang biasa dikunjungi pelanggan seminggu atau sebulan sekali. Jujur Yoyok mengakui WSS hanya menawarkan kebersihan dan pelayanan, namun bukan kenyamanan. Di WSS meja kursinya biasa saja, tidak ada AC maupun jaringan WiFi, dan kadang pelanggan menunggu lama pesanannya datang.

Yoyok mengakui di masa pandemi ini omzet WSS menurun sangat drastis, yang tentu saja berhubungan dengan menurunnya daya beli. Pada bulan Maret total omzet hanya berkisar pada angka 26%. Lalu menjelang lebaran lumayan naik menjadi 35%. Setelah lebaran naik lagi namun stagnan pada angka 50% – 56% sampai saat ini. Dari hitungan manapun kondisi keuangan WSS saat ini merugi karena WSS tidak melakukan PHK atau merumahkan karyawan.

Daya beli konsumen jauh menurun karena ekonomi sedang terpuruk, sehingga saat ini jualan memang sangat sulit. Termasuk apa yang dialami oleh WSS sehingga timbul inovasi WSS bukan hanya menjual produk akhir namun juga produk tengahnya. Seperti menjual beras cikal bakal nasi WSS, ramuan tehnya, tepung, dll. Bagaimana caranya manajemen WSS berjuang agar semua tetap hidup baik warung atau seluruh karyawannya. Keinginan bertumbuh seperti buka cabang untuk sementara ditunda dulu.

Strategi lain yang ditempuh adalah melakukan down grade kuantitas namun tetap menjaga kualitasnya. Jadi paket yang dijual bisa setengah harga reguler dalam kondisi normal, karena memang porsinya juga hanya separonya. Cara ini dilakukan untuk menjaring segmen pelanggan taraf menengah bawah yang kondisi ekonominya sedang drop agar tetap mampu beli.

Yoyok menambahkan krisis kali ini memang luar biasa, kita semua belum pernah mengalaminya. Semua aspek sensitif dalam bisnis seluruhnya terdampak. Mulai dari rasa takut, yang mana jika bekerja dengan rasa takut & terancam pasti produktifitasnya akan menurun. Yang kedua daya beli masyarakat menurun drastis yang tentu saja sangat berpengaruh besar pada kelangsungan bisnis karena jumlah pembeli semakin sedikit. Yang ketiga adalah ketidakpastian di semua hal. Tidak pasti pandemi kapan akan berakhir. Juga tidak pasti kapan perekonomian akan kembali naik, karena penyebab utama krisis belum tertangani secara tuntas. Namun Yoyok tetap berharap semoga krisis segera berlalu agar kita semua bisa hidup ‘normal’ kembali, begitu pula WSS beserta segenap karyawannya.

*) Materi webinar bisa disimak di chanel Youtube https://www.youtube.com/watch?v=S_KNAe5Mu-I