Wamen ATR/BPN & Wamen KLHK Mendukung KAGAMA dalam Solusi Agraria di Desa Inklusif Karya Jaya

Oleh: Yuniar Surindrasworo

Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Provinsi Kalimantan Timur memiliki tantangan besar pada aspek lingkungan terutama bagaimana memastikan pembangunan kota dapat tetap mempertahankan fungsi hutan, keanekaragaman hayati dan tidak merusak lingkungan. Konsep Forest City muncul dalam upaya mitigasi peluang kerusakan lingkungan khususnya hutan dalam perencanaan dan pembangunan IKN. Konsep Forest City yang sesuai dengan kondisi calon wilayah IKN adalah kota hutan yang didominasi oleh bentang lanskap berstruktur hutan yang memiliki fungsi jasa ekosistem seperti hutan dan dengan pendekatan lanskap yang terintegrasi untuk menciptakan kehidupan yang berdampingan dengan alam.

Penegasan konsep tersebut dibahas bersama beberapa elemen pemerintahan yang hadir pada saat melakukan rapat koordinasi di VIP Meeting Room Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS), Sepinggan, Balikpapan, Kamis (31/03/2022). Hadir pada pertemuan semi daring tersebut perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), Wakil Menteri ATR/BPN, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wakil Gubernur Kaltim dan elemen Kementerian PUPR. Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) turut hadir dalam pertemuan tersebut dalam kapasitasnya sebagai mitra beberapa program pemberdayaan masyarakat dan wilayah di Kalimantan Timur.

Setelah ditutup pada sesi utama, pertemuan kemudian dilanjutkan dengan diskusi tatap muka terbatas pembahasan khusus permasalahan agraria pada Desa Inklusif KAGAMA antara Wamen KLHK Alue Dohong, Wamen ATR/BPN Surya Tjandra, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Kaltim Asnaedi dan KAGAMA yang diwakili dua pengurusnya Didiek Anggrat dan Rizal Chaniago.

Ketua Satgas Tim Desa Inklusif KAGAMA, Didiek Anggrat pasca pertemuan menjelaskan, “Diskusi kita tadi fokus membahasa persoalan agraria di Desa Inklusif binaan KAGAMA yaitu Desa Karya Jaya, Kabupaten Kutai Kartanegara. Saat ini permasalahan tersebut sudah mendapat dukungan dari Kementrian ATR/BPN dan Kementrian KLHK. Solusinya sudah mendapat titik terang pada lintas kementrian dan proses sudah berlanjut untuk mendapatkan persetujuan dari Presiden.”

Sebagaimana diketahui bahwa permasalahan agraria ini berawal dari adanya wilayah desa transmigrasi yang sudah dihuni dan digarap sesuai program pemerintah pada tahun 1975, namun pada tahun 1990-an wilayah yang sama sesuai perundangan ditetapkan sebagai wilayah kehutanan. Sehingga masyarakat salah satu desa tersebut yaitu Karya Jaya menjadi marjinal karena kepemilikan lahan tidak diakui oleh negara, dimana 82% (delapan puluh dua persen) dari wilayah desa pada saat itu berubah status menjadi wilayah kehutanan.

“Langkah maju juga sudah kami buat bersama Wamen ATR/BPN dan KLHK bahwa masalah sejenis juga menimpa wilayah desa-desa di sekitarnya. Sejalan dengan penataan tata guna lahan Ibukota Negara Kalimantan Timur, kita berharap masalah-masalah tersebut segera dapat dicarikan solusinya bersama pemerintah. Pesan khusus dari Bapak Alue Dohong (Wamen KLHK) tadi, KAGAMA jangan hanya fokus di Kaltim saja namun kita juga harus memperhatikan masalah tanah-tanah adat di banyak wilayah lain di Indonesia. Desa Inklusif KAGAMA ini bukan hanya masalah tanah/wilayah saja tapi juga perhatian insklusi di bidang lain seperti masalah perempuan, ekonomi, kaum difable dan lainnya,” pungkas Didiek. 

Salah satu tindak lanjut pertemuan tersebut sesuai arahan Wamen ATR/BPN, direncanakan dalam waktu dekat akan dibentuk Kesepahaman Bersama (MoU) Kementrian ATR/BPN, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan KAGAMA untuk bekerjasama dalam pemberdayaan masyarakat terutama yang menyangkut solusi persoalan agraria.