Teguh Budi Wibowo (FKH UGM 1984) adalah pribadi yang menyenangkan, lucu dan tukang bercerita yang piawai. Itu kesan yang kagama.id dapatkan ketika berkunjung ke peternakan ayamnya di pinggiran Kota Tasikmalaya. Suasana wawancara menjadi sangat begitu menyenangkan, sampai tak sadar 4 jam berlalu sudah.
Selain itu ternyata Teguh sejak muda memiliki bakat berbisnis yang luar biasa. Saat duduk di bangku SMA Negeri 2 Purwokerto ia sudah biasa bekerja apa saja dan menghasilkan uang yang tidak sedikit. Sehingga tidak mengherankan, saat usianya belum genap 17 tahun ia sudah mampu membeli mobil bekas sendiri, yang membuat orang tuanya terheran-heran.
Setamat SMA pada tahun 1984, Teguh masuk Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Alasannya ia ingin meneruskan ayahnya sebagai peternak ayam petelur. Selama menuntut ilmu di Yoyakarta, Teguh hidup berkecukupan nyaris tidak ada masalah finansial. Namun pada tahun 1989 Teguh sangat terpukul karena usaha ayahnya tiba-tiba mengalami kebangkrutan.
Mendadak nasib Teguh berbalik 180 derajat. Ia yang terbiasa dibiayai orang tuanya tiba-tiba harus jungkir balik mencari uang sendiri untuk membiayai kuliahnya dan kebutuhan hidupnya sehari-hari, termasuk harus menanggung kebutuhan 2 adiknya. Semua pekerjaan yang dianggapnya halal dilakukannya seperti menjadi sopir dan guide.
Karena sibuk bekerja, kuliahnya menjadi terbengkalai. Hal itu menjelaskan mengapa baru pada tahun 1993 Teguh diwisuda menjadi sarjana kedokteran hewan. Meski kuliahnya relatif lama, namun tetap disyukurinya akhirnya bisa lulus. Dan pada bulan Desember 1994 ia begitu bahagia ketika dilantik menjadi dokter hewan.
Awal 1995 Teguh bergabung dengan PT Indonesia Farming, sebuah perusahaan breeding farm yang berlokasi di Tangerang yang menghasilkan anak ayam umur sehari atau DOC (day old chicken), sebagai health control. Namun Teguh hanya bertahan sekitar 1 tahun. Tahun 1996 ia pindah ke PT. Citra Inafeedmill, sebuah perusahaan pakan ternak di Jakarta. Kali ini jabatannya sebagai technical service.
Tahun 1999 Teguh diberi tugas tambahan oleh perusahaannya menjadi kolektor bad debt untuk wilayah Priangan Timur, yaitu meliputi Ciamis, Banjar Patroman, dan Tasikmalaya. Pada bulan Februari 2001 ia konsentrasi penuh menjadi technical service pakan ternak di wilayah Tasikmalaya.
Namun, 2 tahun kemudian Teguh mengundurkan diri. Ia pindah ke perusahaan bernama Tanjung Mulya Poultry Shop dan ditempatkan di Ciamis dengan jabatan sebagai farm manager. Sekitar 9 tahun pekerjaan itu dijalaninya.
Tahun 2012 Teguh sudah merasa saatnya untuk memulai bisnisnya sendiri. Ia mengajukan resign dan dengan bermodalkan tabungan yang dimilikinya ia memulai usaha yang sudah dikuasai ilmunya, yaitu beternak ayam potong atau pedaging. Ia menyewa kandang ayam milik masyarakat dalam jumlah yang banyak, tersebar di seputaran Ciamis dan Tasikmalaya.
Pada awalnya usahanya berjalan normal, namun karena kesalahan manajemen dan fluktuasi harga, perusahaannya gulung tikar sekitar setahun kemudian. Kembali Teguh mengalami pukulan telak dalam hidupnya, seperti tahun 1989 dulu. Kalau saat kuliah dulu ayahnya yang bangkrut, kali ini dia sendiri yang mengalaminya.
Terjerembab dalam lubang kegagalan, Teguh merasakan titik nadir yang paling rendah dalam hidupnya. Namun, Teguh adalah pribadi yang tangguh dan tak gampang menyerah. Tak perlu lama-lama meratapi nasib, setelah berembug dengan istrinya, ia memutuskan tetap kembali berbisnis peternakan ayam potong. Modalnya berasal dari investor.
Namun kali ini, untuk meminimalisir resiko, Teguh bermitra dengan anak perusahaan PT. Charoen Pokphand Indonesia yaitu PT. Surya Unggas Mekar. Keuntungannya, semuanya disediakan oleh mitra, mulai dari anak ayam, makanan ayam, sampai obat-obatan. Syaratnya hasil panenan ayam harus dijual ke mitra dengan harga sesuai kontrak awal.
Teguh membeli tanah seluas 1,4 hektar di Cimanggu, Puspahiyang, Kab. Tasikmalaya, dan membangun kandang berupa closed house 2 lantai seluas 1.512 m², dengan panjang 126 m dan lebar 12 m. Pembangunan kandang dimulai bulan April 2014 dan running pada Desember 2014. Kapasitas kandang 2 lantai diisi 40.000 anak ayam.
Berkaca dari kegagalan sebelumnya, kali ini Teguh tidak mau terjerumus ke lubang yang sama. Ia terjun langsung mengurusi manajemen dan hampir semua pekerjaan dilakukan sendiri. Ia yang notabene adalah mantan manajer sebuah perusahaan besar, tidak risih tidur di kandang untuk memastikan keamanan ayam-ayamnya sampai 35 hari ke depan saat panen hasil.
Kandang ayam dikelolanya secara modern dengan sistim automatis, bersih, dan nyaris tidak berbau. Alhasil ayamnya sehat-sehat. Sehingga saat panen pertama kalinya pada bulan Januari 2015 terhitung sukses. Indikatornya tingkat mortalitasnya rendah, efisien penggunaan pakan, umur panen yang lebih cepat dan berat per ekor ayam hampir semuanya memenuhi standar.
Teguh menjelaskan, seusai panen kandang langsung dipersiapkan lagi untuk periode berikutnya. Pertama pengarungan kotoran ayam dan kemudian kandang dibersihkan bagian luar dalam, lalu proses sanitasi yang higienis, dan fumigasi atau mencegah virus, bakteri, serta jamur sebagai proses akhir. Barulah anak ayam dimasukkan atau istilahnya chick in.
Persiapan tersebut dikerjakan selama 15 hari, sehingga total satu siklus produksi membutuhkan waktu 50 hari, dari persiapan sampai panen. Sehingga satu tahun bisa dilakukan 7 kali periode produksi, dalam kondisi normal. Teguh mengaku selama 7 tahun menjalani usaha kemitraannya, beberapa kali ia mengalami gagal panen namun secara global lebih banyak untungnya walau tidak banyak.
Dengan angka mortalitas ayam rendah, efisiensi pakan yang semakin naik, dan pertumbuhan daging ayam yang bagus dari tahun ke tahun, membuat kepastian usahanya menjadi lebih terjamin. Hal itu yang membuat investor yang sama semakin mempercayainya. Maka terwujudlah kandang kedua yang berada di daerah Citaman, Tamansari, Kota Tasikmalaya.
Di atas tanah seluas 4,4 hektar Teguh membangun kandang baru persis kandang yang pertama, baik bentuknya maupun ukurannya, yaitu 1.512 m². Proyek pembangunan dimulai September 2016, dan running pada Mei 2017. Kandang diisi 45.000 ayam DOC.
Kalau di awal-awal dulu Teguh mengurusi semuanya dari hulu ke hilir, sejak pengoperasian kandang kedua, pelan-pelan ia mulai mendelegasikan tugas-tugas penting kepada staf dan karyawannya. Ia kini lebih bertindak sebagai manajer saja, karena sistem yang ia ciptakan sudah berjalan sendiri.
Saat ini sedang proses pembangunan kandang ketiga dengan investor yang berbeda, di lokasi yang tepat bersebelahan dengan kandang kedua. Bentuk dan ukurannya sama persis dengan kedua kandang sebelumnya, yaitu 1.512 m².
Selain menjalankan usaha dimodali investor, Teguh juga mengelola peternakan sendiri bekerja sama dengan Japfa Comfeed Indonesia, di daerah Setiawangi, Tamansari, Kota Tasikmalaya. Ia membangun 2 kandang mini closed house seluas 175 m², dengan panjang 25 m dan lebar 7 meter. Berisi masing-masing 11.000 dan 10.000 ekor ayam.
Pengelolaan diserahkan kepada semacam “koperasi” karena belum berbadan hukum dan anggotanya hanya karyawan-karyawan lama. Hasilnya untuk kesejahteraan 9 orang karyawan yang mendukungnya sejak awal. Teguh mengatakan hal itu semacam balas budi kepada mereka yang telah banyak membantunya selama ini.
“Di balik keberhasilan kita pasti ada tetesan keringat orang lain. Para karyawan yang loyal sejak awal membantu saya berhak mendapatkan kesejahteraan. Karena tanpa bantuan mereka barangkali usaha saya tidak akan bisa sesukses sekarang”, demikian ucap Teguh mengakhiri wawancaranya dengan kagama.id.
Keren kisahnya pakdhe Tebuwi
👍👍