Hari Selasa (17/10/2020) 09.00-12.00 WIB melalui Zoom Meeting Room dan disiarkan melalui Youtube Kagama Channel, berlangsung webinar Sinergi UGM dan Dewan Pakar Kagama dengan judul “Telaah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja”. Turut hadir Prof. Ir. Panut Mulyono, Prof. Dr. Mahfud MD untuk memberikan kata sambutan. Lalu sebagai keynote speaker Jenderal TNI (HOR) (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan dan Dr. (H.C.) Ir. Airlangga Hartarto. Webinar menghadirkan 6 narasumber yaitu Ganjar Pranowo, Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, Andi Sandi Antonius, Prod. Dr. Nindyo Pramono, dan Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej. Bertindak sebagai moderator adalah Karina Dwi Nugrahati Putri, dan selaku pembawa acara Saka Kotamara.
Webinar dibuka oleh Rektor UGM Prof. Panut Mulyono, yang mengapresiasi setinggi-tingginya kepada para pembicara, narasumber, panitia dan peserta webinar. Keadaan pandemi ini memberikan memberikan dampak yang tidak kurang baik khususnya untuk para pekerja yang dirumahkan, selain itu selama ini perizinan untuk membuka usaha sangat berbelit khususnya UMKM, maka dari itu pemerintah mengesahkan RUU Cipta Kerja yang selanjutnya menjadi UU Nomor 11 tahun 2020.
Prof. Panut berharap webinar dapat menjadi forum yang menjawab berbagai permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat. Selain itu ia juga berharap dengan diselenggarakannya webinar ini, banyak pihak yaitu akademisi, pemerintah, pengusaha, pekerja, serta mahasiswa dapat menyampaikan ide serta gagasannya.
Berikutnya Prof. Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum & HAM, menyampaikan awal mula tercetusnya Omnibus Law yang merupakan suatu metode penggabungan berbagai undang-undang, dengan harapan metode tersebut dapat menyelesaikan berbagai permasalahan birokrasi yang ada di Indonesia, mengingat aturan-aturan untuk membuka usaha maupun investasi sangat banyak, sehingga dengan metode tersebut dapat menyederhanakan berbagai birokrasi yang ada.
Mahfud mengaku isi dari UU tersebut masih kontroversial, namun awal November sudah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo, sehingga sudah menjadi kekuatan hukum. Menkopolhukam menyadari bahwa UU Cipta Kerja memiliki kesalahan yuridis seperti bertentangannya suatu pasal dengan pasal yang lain, selain itu juga terdapat berbagai kesalahan ketik. Pada kesempatan forum ini Menkopolhukam menyampaikan 3 jalur penyelesaian masalah yang disediakan oleh pemerintah yaitu yang pertama, Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi, yang saat ini sudah dilakukan. Kedua, Legislatif Review dilakukan jika berbagai masalah subtantif tidak lolos pada saat Judicial Review. Ketiga pemerintah sekarang menyiapkan tim kerja untuk menampung berbagai aspirasi masyarakat yang nantinya diturunkan ke berbagai peraturan seperti peraturan presiden maupun peraturan daerah.
Keynote speaker pertama Dr. Airlangga Hartarto menyampaikan keadaan pandemi saat ini yang sangat berdampak pada perkenomian Negara khususnya pada kuartal 1 dan 2. Pada kuartal ke 3 mulai membaik kembali dan harapannya pada kuartal ke 4 sudah mulai stabil. Menko Perekonomian mengungkapkan bahwa Pemerintah menangani pandemi fokus pada 6 sektor yaitu kesehatan, perlindungan sosial, insentif usaha, UMKM, pembiayaan korporasi, dan sektoral kementrian maupun lembaga dan pemerintah daerah.
Airlangga mengungkapkan berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan perokonomian negara saat ini seperti tingginya angka pengangguran hingga berbelitnya izin usaha, maka dari itu pengesahan RUU Cipta Kerja merupakan satu hal yang sangat penting. Dengan disahkannya UU Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja akan memudahkan berbagai pihak di banyak sektor usaha, serta memberikan perlindungan kepada para pekerja. Pada akhir kesempatannya menginformasikan bahwa pemerintah membuka ruang melalui daring untuk menyerap aspirasi berbagai pihak untuk penyusunan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja.
Keynote speaker kedua Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, pada awal kesempatan menyampaikan tentang keadaan berbagai penanganan pandemi di Indonesia, serta himbauan terus diupayakan oleh pemerintah dalam menangani keadaan ini. Selanjutnya ia memaparkan tentang proyeksi investasi yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan perekonomian negara paska disahkannya UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, mengingat aset yang dimiliki oleh negara sangatlah banyak untuk dikelola lebih baik lagi.
Luhut juga turut mengajak teman-teman Kagama untuk bersama-sama mendukung suatu hal yang benar. Menurutnya banyak anggota Kagama yang menjadi pionir-pionir yang tergabung dalam Kabinet Kerja, di mana mereka memiliki keberanian untuk terus mengupayakan banyak hal untuk membantu negara menjadi lebih baik. Di akhir kesempatan ia mengaku kagum kepada Presiden Jokowi, salah satu anggota Kagama yang telah memimpin Indonesia selama 6 tahun untuk menjadikan negeri ini lebih baik.
Narasumber pertama Prof. Tajuddin Nureffendi menyampaikan pandangannya pada kluster ketenagakerjaan. Ia memahami bahwa UU Cipta Kerja ini berusaha membentuk ekosistem investasi yang disebutkan dalam UU Cipta kerja pada pasal 7, menurutnya dalam pandangan keilmuan yang ia dalami UU ini terlambat. Seharusnya 20 tahun lalu sudah bisa dilaksankan karena pada masa tersebut terjadi perombakan yang luar biasa dalam demografi.
Prof. Tajuddin berharap UU ini tidak hanya menjadi “macan kertas”. Ia berharap nantinya berbagai peraturan turunannya juga akan lebih baik, begitu pula dalam pelaksanaan UU tersebut. Ia sangat menyambut positif UU tersebut, yang menurutnya menjamin banyak hal untuk para tenaga kerja mulai dari pengupahan hingga jaminan kehilangan pekerjaan. Pada akhir kesempatan ia berharap akan adanya kemajuan di sektor ketenagakerjaan yang selanjutnya sistem pengupahan akan sesuai dengan kompetensi tenaga kerja.
Selanjutnya Ganjar Pranowo berkesempatan untuk menyampaikan pandangannya pada kluster ketenagakerjaan. Ia berbagi cerita ketika terjadinya penolakan tentang disahkannya UU Cipta Kerja beberapa waktu silam. Menurutnya faktor terjadinya demo ataupun aksi penolakan dikarenakan buruknya komunikasi di berbagai sektor pemerintahan. Selain itu Ganjar menghimbau tentang pentingnya membaca terlebih dahulu tentang UU tersebut agar lebih tahu pokok permasalahan pada UU Cipta Kerja.
Menurutnya ada beberapa hal yang perlu disorot yaitu tentang tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, lembur, cuti panjang, upah minimum, pemutusan hubungan kerja, perusahaan penempatan migran yang ada di Indonesia. Selanjutnya ia memaparkan perbedaan berbagai permasalahan tersebut pada UU sebelumnya dengan UU yang baru saja disahkan, namun tidak semua permasalahan bisa terjawab sekarang mengingat peraturan turunan dari UU saat ini belum ditetapkan.
Narasumber berikutnya, Andi Sandi menyampaikan tanggapannya pada klaster administrasi pemerintahan. Menurut hematnya UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja mengeluarkan effort yang sangat luar biasa karena menggabungkan banyak sekali undang-undang. Andi menegaskan bahwa UU ini mempertegas kembali bahwa pemegang kekuasaan itu Presiden bukan Kepala Daerah. Pemerintah Daerah harus membuat peraturan daerah yang sama dan sesuai dengan Pemerintah Pusat karena negara kita adalah negara kesatuan bukan negara federal.
Prof. Dr. Nindyo Pramono selaku narasumber selanjutnya menyampaikan pendapatnya terkait UU Cipta Kerja pada klaster persyaratan investasi dan kemudahan berusaha. Menurutnya penggunaan hukum untuk perubahan sosial itu tetap harus didampingi oleh fungsi konvesional dari hukum. Kepastian hukum itu harus dijamin baik dari pengusaha/investor maupun dari pihak-pihak lain. Salah satu aspek dari fungsi hukum dari perubahan ekonomi adalah daya tarik sebuah undang-undang memberikan kemudahan untuk perizinan. Mengingat pada UU sebelumnya banyak sekalihan kesulitan dalam mengurus perizinan untuk usaha, yang akhirnya pada UU sekarang dapat disederhanakan.
Proses yang sederhana tersebut memiliki potensi konflik yang sangat besar, menurut pengalamannya ketika bekerjasama dengan investor seringkali mendapati konflik dengan masyarakat di sekitar. Dalam UU Cipta Kerja ini memang sangat memberi kemudahan terkait penerbitan izin usaha di bidang pertanahan. Hal tersebutlah yang membuat UU ini memiliki potensi konflik yang sangat besar pada saat implementasinya. Maka dari itu ia mengusulkan berbagai hal terkait penjaminan tanah agar berstatus clear and clear ketika usaha berlangsung di sekitar lingkungan masyarakat.
Narasumber terakhir Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej yang sering kali disapa Prof. Ed, menegaskan bahwa sanksi pidana dalam UU Cipta Kerja berorientasi terhadap hukum keadilan modern, yaitu keadilan korektif, representatif, dan rehabilitatif. Ia membaca UU Cipta Kerja sejak masih draft awal ketika masih sekian ribu halaman. Ia memberikan 8 catatan yang selanjutnya disahkan terjadi perbaikan namun masih terdapat 3 catatan yang menurutnya justru berdampak amat sangat signifikan.
Salah satu catatannya adalah terkait penormaan sanksi. Ia mengatakan bahwa penormaan di dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang berkaitan dengan sanksi itu justru terjadi miskonsep. Menurutnya penormaan pada UU Cipta Kerja mengenai sanksi pidana justru terjadi sebaliknya, sanksi semakin berat ancaman pidananya ringan. Seharusnya undang-undang tersebut dapat sinkron dan harmonis. Ia sangat menyayangkan UU Cipta Kerja hanya mengejar substansi namun tidak fokus terhadap sanksi pidananya.
Di akhir kesempatan ia memberikan saran perbaikan terkait sanksi pada UU tersebut, mengingat perbaikan pernomaan sanksi pidana tidak bisa melalui peraturan pemerintah, ia mengusulkan penerbitan peraturan pemerintah khusus konteks pidana untuk menyinkronisasi dan harmonisasi, yang selanjutnya akan dilakukan perbaikan selama 1 tahun. [itok]
Leave a Reply