Pasar desa dalah tempat produsen, pedagang, dan pelanggan dalam lingkup masyarakat agraris berkumpul untuk tujuan pertukaran tidak hanya ekonomi tetapi juga interaksi sosial dan budaya. Ada yang datang sebagai pemasok (supplier), penjual eceran (retailer), dan pembeli barang dan jasa untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Bagi rumah tangga produsen, jenis dan volume produk seberapapun hasil pekarangan sempit mereka tetap dapat mereka pertukarkan. Melalui transaksi ini mereka memperoleh pendapatan untuk membeli kebutuhan barang dan jasa yang tidak bisa diusahakan sendiri.
Hingga kini model “pasar perdesaan” seperti itu masih eksis dan ribuan jumlahnya. Menurut statistik jumlah pasar rakyat (tradisional) di Indonesia ada belasan ribu, yang diperkirakan separoh atau kurang adalah pasar desa. Sebagai gambaran di DIY tercatat 402 pasar (kota dan desa) dengan jumlah pedagang lebih dari 50 ribu orang. Berbeda dengan perkotaan (urban), pasar desa lebih unik dari sisi jumlah pedagang dan pelanggannya. Di Kulonprogo misalnya, terdapat 31 pasar desa, yang beroperasi seminggu dua kali pada hari-hari tertentu sesuai penanggalan jawa (pon, wage, kliwon, legi, dan pahing). Di Sleman yang bercirikan perkotaan, lebih banyak pasar desa yang beroperasi setiap hari.
Meskipun dengan jumlah pedagang relatif kecil, peran pasar desa tetap sangat strategis bagi perekonomian desa dan perekonomian nasional pada umumnya. Kontribusi pertumbuhan positif sektor pertanian di tengah krisis akibat pandemi tahun 2020, tentu juga ditopang oleh keberadaan pasar desa. Dengan sebaran penduduk Indonesia yang hampir separoh juga tinggal di perdesaan, pasar-pasar desa menjadi salah satu penggerak utama ekonomi masyarakat di kala krisis. Walaupun tidak beroperasi setiap hari, ia memberi daya dukung dalam meningkatkan produksi atau daya saing para produsen lokal/desa yang pada umumnya berskala ekonomi kecil dan mikro, sarana pemerataan pendapatan, dan memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat.
Keberpihakan pada usaha yang kecil dan mikro di pedesaan melalui pasar desa diyakini menjadi pintu masuk strategis upaya menghadirkan negara dari pinggiran. Pemerintah melalui Kementerian Desa dan PDTT baru-baru ini merilis Permendesa PDTT No. 14 Tahun 2020 tentu memberi harapan karena salah satu poin pentingnya fokus pada pasar desa. Dinyatakan bahwa fungsi pasar desa ada tiga, yakni: 1) sebagai penggerak roda ekonomi desa mencakup bidang perdagangan, industri, ataupun jasa; 2) sebagai ruang publik karena pasar desa bukan sekedar tempat jual beli tetapi juga ruang warga dalam menjalin hubungan sosial; dan 3) sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Desa. Tentu masih banyak fungsi lain di lihat dari aspek wilayah, lintas sektoral, antar-wilayah atau kawasan, termasuk dari sisi ketatanegaraan.
Sejak satu dasawarsa terakhir Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PUSTEK) UGM telah mengembangkan kajian-kajian multi-disipliner menyangkut tata-kelola pasar rakyat (tradisional). Berbagai kajian dan rekomendasi kebijakan telah disampaikan baik kepada pemerintah pusat dan daerah, termasuk kepada komunitas pedagang, asosiasi pedagang pasar, dan lain-lain. Program yang terbaru tahun 2020 adalah pendampingan kelembagaan pasar (kabupaten dan desa) dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19 melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan kepada pasar desa, sivitas akademika dan komunitas Sekolah Pasar di PUSTEK UGM meluncurkan program unggulannya yaitu Sekolah Pasar Desa pada hari Selasa (16/2/2021) melalui seminar nasional secara daring atau webinar berjudul “Strategi Penguatan Ketahanan Ekonomi Desa di Era Normal Baru”. Sasaran utama program adalah mengembangkan partisipasi warga pasar dalam pengelolaan pasar melalui pelatihan-pelatihan atau majelis-majelis belajar bersama dan pendampingan. Secara detail program dan kurikulum dapat dilihat pada laman www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id.
Webinar menampilkan 5 narasumber yang berasal dari pemerintahan, akademisi, dan praktisi. Mereka adalah Drs. H. Sutedjo (Bupati Kulonprogo), Ir. Harlina Sulistyorini, M.Si (Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi), Prof. Dr. Ir. Lilik Sutiarso, M.Eng. (Dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM), Fahmi Akbar Idries, SE., MSc. (Wakil Ketua PWNU-DIY & Praktisi Perbankan dan Pemberdayaan), dan Prof. Dr. Catur Sugiyanto, MA (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM & Ketua Tim Peneliti PRN). Bertindak sebagai moderator adalah Dr. Dumairy, MA (Dosen FEB UGM).
Webinar berlangsung selama 3 jam yaitu jam 13.00 s/d 16.00 WIB diikuti oleh hampir 300 peserta, yang terdiri dari unsur pemangku kepentingan di pemerintahan daerah dan desa, dosen dan mahasiswa dari perguruan tinggi negeri dan swasta, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat umum dan media massa. Peserta terlihat sangat antusias mengikuti acara terbukti dengan banyak sekali respon saat sesi diskusi dan tanya jawab.