Asrama Ratnaningsih yang terletak Jl. Kartini, Sagan adalah asrama putri pertama yang dimiliki UGM. Diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1954, asrama tersebut merupakan fasilitas hunian yang disediakan khusus untuk mahasiswa putri yang mengedepankan keakraban di antara penghuninya dengan atmosfir akademis yang membantu para mahasiswi yang multi budaya untuk mengembangkan diri serta memupuk keterampilan bersosialisasi.
Sampai saat ini Asrama Ratnaningsih yang usianya sudah menginjak 70 tahun, telah menghasilkan alumni yang tak terkira banyaknya, yang tersebar di mana-mana di seluruh Nusantara, bahkan sampai manca negara. Untuk tetap menjalin silaturahmi di antara alumni, mantan penghuninya selain mendirikan komunitas alumni secara umum, juga membentuk komunitas berdasar akan kesukaan dan passion masing-masing.
Salah satunya adalah komunitas Dahayu Laksita, sebuah grup musik kolintang yang anggotanya merupakan alumni Ratnaningsih penyuka seni suara dan seni musik. Didirikan pada tahun 2019, Dahayu Laksita menjadi ajang bagi anggotanya untuk mengisi kegiatan sekaligus menyalurkan hobi. Ketika pandemi Covid-19 melanda, Dahayu Laksita sempat vakum dari kegiatan latihan dan pentas. Kemudian aktif kembali pada 2023 dengan sedikit perubahan formasi pemain, karena personel awal terkendala oleh kesibukan pekerjaan dan alasan kesehatan.
Personilnya saat ini adalah Ismawati (FKT ’83), Jayati (FMIPA ’83), Retno Maharsi (FKG ’82), Retno Kustiati (FH ’83), Elly Kun (FMIPA ’82), Candra (FKT ’81), Tri Esti (FKT 81), Winny (Psikologi ’79), dan Lola (Psikologi ’80). Ismawati sebagai koordinator Dahayu Laksita, sosoknya sudah tidak asing lagi dalam dunia perkolintangan, karena ia adalah manajer grup kolintang “Kemuning Putih” yang hampir selalu menjuarai lomba kolintang hingga tingkat nasional. Bahkan dialah yang awal mula mengajak rekan-rekannya sesama alumni Ratnaningsih bermain kolintang, sehingga akhirnya terbentuklah Dahayu Laksita.
Nama komunitas merupakan usulan dari Tri Esti. Ia menyodorkan beberapa nama, dan setelah dirembug bersama terpilihlah nama Dahayu Laksita, yang artinya cantik dan terkenal.
Pentas di acara “Temu Kangen Kagama DKI 2019”, Eco Park, Ancol
Koordinator Dahayu Laksita, Ismawati menjelaskan grup kolintang Dahayu Laksita juga merupakan sub kegiatan dari Organisasi Sarjana Wanita (ISWI) Jakarta. Kebetulan mayoritas personelnya merupakan pengurus inti dan anggota ISWI Jakarta.
Ismawati melanjutkan, selama ini Dahayu Laksita telah mendapatkan banyak kesempatan pentas di berbagai tempat. Beberapa kali pentas dengan event yang cukup besar yaitu pada acara “Temu Kangen Kagama DKI Jakarta” di Eco Park Ancol tahun 2019, dan “Festival Budaya Anak Bangsa XI” di Taman Ismail Marzuki Jakarta tahun 2021.
“Yang terakhir, dalam rangka Hari Kartini, kami ikut serta dalam pagelaran kolintang ‘Gebyar Kartini’ di Mal Ciputra, Cibubur, Minggu 28 April 2024. Kami berpartisipasi bersama dengan 20 grup kolintang lainya pada pagelaran yang diadakan oleh PINKAN (Persatuan Insan Kolintang Nasional) tersebut,” ujar Ismawati.
Saat ini, menurut Ismawati, jumlah personil tetap Dahayu Laksita ada 9 orang. Ia dan Jayati bagian melodi, Retno Kustiati, Lola, Winny, dan Retno Maharsi selaku pengiring, Candrawati dan Tri Esti memegang bass, serta Elly Kun sebagai penyanyi. Sebenarnya idealnya masih harus menambah 2 personil lagi, yaitu posisi melodi 3 dan cello. Ia berharap dalam waktu dekat akan ada alumni Ratnaningsih yang tertarik mengisi posisi tersebut.
“Meski kami bukan pemain profesional, tapi kami serius menekuni hobi yang kami geluti. Kami rutin berlatih setiap hari Jumat di rumah saya, di bawah bimbingan pelatih bernama Aldy Sumual,” tutur Ismawati.
Pentas pada pagelaran kolintang ‘Gebyar Kartini’ di Mal Ciputra, Cibubur, 28 April 2024
Mengenai mengapa komunitas Dahayu Laksita dibentuk ketika semua personilnya sudah tidak muda lagi, Ismawati mengungkapkan tidak ada kata terlambat untuk memulai hal baru. Hal itu justru akan memacu untuk terus belajar bersama-sama, dan guyub dalam silaturahmi.
“Mengapa kawan-kawan memilih membentuk grup kolintang, alasannya mencintai seni musik kolintang sama dengan ikut melestarikan budaya bangsa. Dengan memainkan alat musik kolintang, artinya kita menebarkan aroma budaya bangsa,” pungkas Ismawati.