Kagama Telekonseling 9: Strategi Mengendalikan Stres di Tengah Pandemi

PP Kagama kembali menyelenggarakan webinar Kagama Telekonseling via Zoom Meetings pada hari Minggu (22/8/2021).  Pada edisi ke-9 kali ini mengangkat topik “Strategi Mengendalikan Stres di Tengah Pandemi”, menghadirkan dua narasumber Shiane Anita Syarif, M.Psi. (Psikolog Klinis Ibunda.Id) dan Zahira Rahmatika, M.Psi (Psikolog Klinis Biro Psikologi Dinamis).  Berkenan memberikan kata sambutan Anak Agung Gde Putra (Ketua Bidang VI PP Kagama). Jalannya acara dipandu oleh Toetiek Septriasih, M.Psi sebagai moderator dan Intan Kemala Dewi dari Bidang VI PP Kagama sebagai MC.

Shiane Anita Syarif, M.Psi.

Narasumber pertama, Shiane Anita Syarif, menyebutkan pandemi Covid-19 yang sudah hampir berjalan selama dua tahun. Stres menjadi satu dari sekian banyak permasalahan yang ditimbulkan dari aturan physical distancing. Stres merupakan hal yang lumrah dimiliki oleh individu. Stres adalah reaksi seseorang baik fisik, mental, dan perilaku yang terjadi sebagai respon adanya ketidakseimbangan antara situasi yang menekan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasinya.

“Stres tidaklah selalu berkonotasi buruk. Stres ada dua macam yaitu eustress dan distress. Eustress adalah stres yang berdampak positif dan menstimulasi. Distress adalah stres yang berdampak negatif,” ungkap Shiane.

Menurut Shiane, distress memberikan pengaruh reaksi dalam berbagai aspek mulai dari kognitif, fisik, perasaan, perilaku. Reaksi dalam kognitif membuat pikiran kacau, sulit berkonsentrasi, sulit menemukan problem solving. Reaksi secara fisik mengakibatkan denyut jantung meningkat, otot tegang, gemetar, napas memendek. Reaksi dalam perasaan menimbulkan rasa cemas, murung, mudah marah, sensitif, kelelahan, dan motivasi menurun. Reaksi dalam perilaku menimbulkan masalah tidur, perubahan kebiasaan, masalah makan, menarik diri dan penyalahgunaan zat adiktif.

“Menanggulangi distress dengan dua acara yakni, Pertama, problem focus coping dengan fokus menghadapi langsung situasi menekan atau mengubah situasi agar tidak stressful. Kedua, fokus mengelola respon emosi yang menjadi hasil dari situasi stres.” pungkas Shiane.

Zahira Rahmatika, M.Psi

Narasumber kedua, Zahira Rahmatika, menerangkan distress tolerance sebagai kemampuan untuk membantu menoleransi distress sehingga mampu mengatasi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Saat mengalami distress seseorang sulit untuk berpikir jernih. Keputusan problem solving atau perilaku yang dipilih bisa memperburuk masalah bahkan menimbulkan masalah baru.

“Masalah semakin buruk diakibatkan oleh pelampiasan emosi dengan marah-marah kepada orang lain, menyalahkan diri sendiri, self-harm, impulsive buying, binge eating, mengaksen narkotika, komplain terlalu banyak, penyangkalan/pengabaian masalah atau menyerah dalam menyelesaikan masalah.” ujar Zahira.

Menurut Zahira, dstress tolerance dapat diterapkan dengan mengaplikasikan ACCEPTS (Activities, Contributing, Comparisons, Emotion, Pushing Away, Thoughts, Sensations).

“Sehingga yang perlu diingat bahwa rasa sakit adalah bagian dari hidup yang tidak bisa sepenuhnya dihilangkan. Menoleransi hal ini bisa mencegahnya menjadi penderitaan. Ketidakmampuan menerima fakta adalah resep sempurna untuk penderitaan itu sendiri. Kemampuan menoleransi distress membantu seseorang untuk tidak gegabah mengambil keputusan.” ucap Zahira mengakhiri pembicaraannya. [arma]

*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel:

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*