Oleh: Dian Kurniawati
Forum Peduli Lingkungan Pecinta Lereng Merapi (FPL PALEM), yang berbasis di Kepuharjo, Cangkringan, Sleman adalah rekanan Kagama Orchids (KO) dalam melakukan konservasi anggrek di lereng Merapi dan melakukan pendampingan di padukuhan Batur, Kepuharjo sebagai destinasi wisata berbasis konservasi anggrek spesies nusantara. Hubungan yang terjalin selama ini sudah sedemikian baik dan koordinasinya intens dilakukan.
KO selalu siap sedia membantu FPL Palem, begitupun sebaliknya. Hari Sabtu (23/7/2022) ketika FPL Palem mendapatkan kunjungan istimewa dari BKSDA Sumatera Selatan dan PT Bukit Asam, KO diwakili oleh Ratin Lisyta, Joko S., dan Dian Kurniawati, dengan senang hati ikut mendampingi. Acara ramah tamah yang berlangsung secara informal dan santai tersebut juga dihadiri oleh pemangku wilayah Dukuh Batur dan Bangun Baramantya mewakili BTNGM ( Balai Taman Nasional Gunung Merapi).
Ketua FPL Palem, Warjana, dalam sambutannya memaparkan sejarah FPL Palem dan kegiatan konservasi sejak tahun 2004 hingga 2022. Ia berharap kegiatan konservasi ini bisa diduplikasi dan dimodifikasi di tempat lain.
Sementara itu Martialis Puspito, warga Kagama yang merupakan alumnus Fak. Kehutanan UGM, mewakili BKSDA Sumsel berbagi pengalamannya tentang kegiatan konservasi di Sumatera Selatan. Harapannyarombongan dari Sumsel belajar serta mengambil pengalaman konservasi di pulau Jawa. BKSDA Sumsel akan mengadopsi dan mengambil banyak inspirasi dari FPL Palem.
Keanekaragaman hayati dan fauna merupakan potensi luar biasa di Sumsel. Dinamika pengelolaan SDA sangat besar. Sehingga energi untuk konservasi tidak cukup jika berjalan sendiri tanpa support dari banyak pihak. Untuk itu BKSDA menggandeng PT Bukit Asam sebagai partner konservasi. Bedanya, di Sumsel belum ada keterlibatan komunitas konservasi yg mendukung seperti di Jawa.
Adi Arti, alumnus Sekolah Vokasi Kehutanan, dari PT Bukit Asam menyatakan awalnya PT BA membudidayakan tanaman keras sebagai materi reklamasi. Sehingga materi yg ‘kecil’ seperti anggrek, kadaka, aroid, alokasia, caladium, nepenthes, dan hoya masih terabaikan. Setelah bekerja sama dengan BKSDA Sumsesl, kini PT BA mulai ‘peduli’ pada spesies ini. PT BA menyediakan teknologi dan sarana untuk BKSDA, seperti lab kultur jaringan dan green house.
Pungki, seorang relawan yang merupakan kader konservasi BKSDA Sumsel, ikut berbagi pengalaman tentang berburu materi untuk mengisi green house sebagai sumber edukasi dan identifikasi. Materi diperoleh dari habitat, hunter, hingga kolektor dengan segala dramanya.
Dalam hal ini KO sepakat dengan paparan Warjana dan Puspito, bahwa konservasi tidak bisa berjalan sendiri. KO meyakini bahwa sebuah mimpi besar tidak mustahil bisa terwujud apabila dikerjakan bersama-sama dan bersinergi dengan berbagai elemen masyarakat.