Kagama Health Talks 4: Kupas Tuntas Penyakit Anak pada Musim Hujan

Minggu (30/1/2022), PP KAGAMA bekerja sama dengan K-GAMA Health, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) kembali menggelar webinar serial KAGAMA Health Talks melalui Zoom Meeting dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube Kagama Channel. Pada seri keempat kali ini mengangkat topik “Penyakit Anak & Musim Hujan”, menghadirkan tiga narasumber, yaitu Dr. dr. Ida Safitri Laksono, Sp.A(K) (Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK-KMK UGM), dr. Eggi Arguni, M.Sc, Ph.D, Sp.A(K) (Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK-KMK UGM), dan dr. Devie Kristiani, Sp.A(K), M.Sc (Dokter RS Bethesda Yogyakarta). Bertindak sebagai keynote speaker adalah dr. Erna Mulati, M.Sc., CMFM (Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes RI). Jalannya acara dipandu oleh dr. Ade Febrina L., M.Sc., Sp.A(K) (Dokter RS Akademik UGM), dan Dr.Med.dr. Intan Fatah K, M.Sc, Sp.A(K) (Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-KMK UGM).

dr. Erna Mulati, M.Sc., CMFM, Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes RI

Dr. Erna Mulati, M.Sc., CMFM mengungkapkan di tengah situasi pandemi kita tidak dapat menyangsikan keterkaitan musim hujan dan penyakit anak sebagai penyakit khas pada daerah beriklim tropis. Tingginya kadar air di udara membuat kuman lebih cepat berkembang biak. Beberapa penyakit yang berkaitan dengan musim hujan dan anak, antara lain demam berdarah (dengue fever), penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna dan penyakit kulit serta mata.

“Khusus untuk demam berdarah (dengue fever) misalnya terjadi di awal dan di akhir periode musim hujan. Timbulnya genangan air yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini senang dengan habibat berair jernih seperti bak penampungan air di rumah. Data terakhir di tahun 2021 menunjukkan 51.048 kasus demam berdarah jauh berkurang dari tahun sebelumnya 108.303 kasus. Namun, penurunan tersebut tidak boleh menjadikan kita lengah dan tetap menjaga kebersihan diri serta kewaspadaan,” ungkap dr. Erna.

Menurut dr. Erna, penyakit leptospirosis juga merupakan penyakit yang patut diwaspadai saat musim hujan datang terutama dengan daerah sanitasi dan daerah dengan tingkat kerawanan banjir. Penyakit leptospirosis berasal dari urine tikus atau hewan lainnya yang mengandung bakteri leptospira. Tetap menjaga kondisi tubuh dan kebersihan lingkungan demi kesehatan anak. Penyakit lainnya perlu diwaspadai adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan diare.

“Mengajarkan pada anak prinsip perilaku hidup bersih dan sehat. Menjaga daya tahan tubuh anak seperti imunisasi, pemberian ASI ekslusif telah dibuktikan dapat memperkuat ketahanan tubuh anak dengan dilengkapi pemberian makanan bergizi seimbang, istirahat dan aktivitas fisik yang cukup. Kesehatan anak adalah investasi bangsa. Mencegah tetap lebih baik daripada mengobati,” pungkas dr. Erna.

Dr. dr. Ida Safitri Laksono, Sp.A(K), Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK-KMK UGM

Narasumber pertama, dr. Ida Safitri Laksono menjelaskan bagaimana mengenali dan mengatasi demam sebagai keluhan anak sakit. Demam merupakan keluhan yang paling sering menjadi alasan orang tua membawa anak ke klinik atau rawat jalan. Demam adalah kondisi peningkatan suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya suhu diatas 37,5 celcius. Demam diawali dengan peradangan dalam tubuh dan reaksi tubuh untuk memerangi infeksi secara alami. Demam bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, parasit, jamur dan non-infeksi seperti keganasan, autoimun, gangguan metabolik, gangguan endokrin, pasca vaksinasi.

“Merujuk pada sejumlah penelitian, penyebab demam anak disebabkan 51% infeksi bakteri, virus ataupun jamur. Sejumlah 23% dapat sembuh sebelum terdiagnosis. Beberapa penyakit yang paling sering dialami oleh Indonesia diantaranya demam berdarah, demam typhoid, chikungunya, influenza A, rickettsia dan hepatitis A,” imbuhnya.

Menurut dr. Ida, pada saat anak demam pertolongan pertama yang dapat dilakukan antara lain berikan kompres, hindari memakai baju tebal, mencukupi kebutuhan mineral, memberikan obat pereda demam, istirahat cukup dan jaga suhu ruangan.

“Demam harus diwaspadai jika memperlihatkan tanda-tanda dehidrasi, sakit kepala berat, gangguan pernapasan, gangguan kesadaran sehingga harus diperiksakan ke tenaga kesehatan atau faskes. Periksakan anak tanpa memandang keadaan anak secara umum,” ujar dr. Ida mengakhiri paparannya.

dr. Eggi Arguni, M.Sc, Ph.D, Sp.A(K), dosen Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK-KMK UGM

Narasumber kedua, dr. Eggi Arguni menunjukkan perlunya kewaspadaan dengue pada anak. Demam berdarah ditularkan melalui nyamuk aedes aegypti. Tanda dan gejala demam berdarah pada anak, antara lain demam tinggi, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri belakang mata serta ruam pada kulit. Tahapan spektrum yang dilewati mulai dari tanpa gejala, demam dengue, demam berdarah dengue, dan dengue shock syndrom.

“Fase demam berkisar selama 0 – 4 hari. Hari ke 5 sampai ke 7 masuk pada fase kritis dan hari ke 7 sampai ke 10 merupaka fase pemulihan. Membawa ke dokter dan faskes jika demam turun namun kondisi anak belum kembali normal seperti badan lemas, hilangnya nafsu makan, nyeri perut, muntah-muntah, bitnik merah di kulit, BAB berwarna hitam, sesak napas, pucat, tangan dan kaki dingin. Pencegahan demam lanjutan dengan 3M yakni menguras, menutup dan memanfaatkan didukung dengan pelengkap teknologi Wolbachia. Pencegahan gigitan nyamuk dengan Repelen, pakaian panjang warna cerah dan pemasangan kawat nyamuk. Pelaporan cepat ke Puskesmas, pengasapan (fogging), vaksin pada anak,” pungkas dr. Eggi.

dr. Devie Kristiani, Sp.A(K), M.Sc., dokter RS Bethesda Yogyakarta

Pencegahan penyakit tentu dibarengi dengan gizi seimbang dan asupan suplemen. Narasumber ketiga, dr. Devie Kristiani memaparkan pentingnya sehat dengan suplementasi zat besi pada anak. Fungsi zat besi yang memberikan stimulus pada perkembangan saraf dan otak, pembentukan sel darah merah, mencegah anemia, pembentukan otot, membantu pertumbuhan anak dan menjaga daya tahan serta energi tubuh.

“Mikronutrien esensial membantu kerja enzim otak untuk kecerdasan anak, membantu pembentukan sel saraf dan serabut saraf. Anak dengan zat besi yang berkecukupan memiliki pertumbuhan badan yang optimal. Sehingga, zat besi penting dalam masa tumbuh kembang anak,” tambah dr. Devie

Menurut dr. Devie, tanda dan gejala kekurangan zat besi antara lain pucat, lemah dan lesu, tumbuh kembang lambat dan kebiasaan pica. Hal tersebut dapat dicegah dengan memastikan ibu hamil kecukupan zat besi, ASI & MPASI berkualitas, dimulai usia 4 bulan untuk bayi tidak premature dan usia 2 minggu untuk prematur diberikan suplementasi zat besi. Kurangan mengonsumsi teh, coklat, dan kopi menghalangi penyerapan zat besi.

“Pemenuhan zat besi dari makanan hanya berkisar 5-10 % saja, susu fortifikasi dan suplementasi untuk anak usia 4 bulan ke atas dengan memperhatikan anjuran IDAI. Makanan sumber zat besi misalnya hati ayam, hati sapi, daging sapi, brokoli, bayam dengan berdasarkan kebutuhan anak usia 6 -12 bulan sebanyak 11 mg/hari, usia 1-8 tahun sebanyak 9-10 mg/hari, usia 9-13 tahun sebanyak 8 mg/hari, dan usia anak perempuan 14-18 tahun sebanyak 15 mg/hari serta usia anak laki-laki 14-18 tahun sebanyak 11 mg/hari,” pungkas dr. Devie. [arma]

*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel: