Oleh: Masykur Isnan, SH *)
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2012 tentang Kerjasama Penggunaan Balai Latihan Kerja oleh Swasta Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 menyatakan bahwa Balai Latihan Kerja yang selanjutnya disingkat BLK, adalah tempat diselenggarakannya proses pelatihan kerja bagi peserta pelatihan sehingga mampu dan menguasai suatu jenis dan tingkat kompetensi kerja tertentu untuk membekali dirinya dalam memasuki pasar kerja dan/atau usaha mandiri maupun sebagai tempat pelatihan untuk meningkatkan produktivitas kerjanya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
BLK merupakan lembaga pelatihan nonformal yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kerja guna mencetak tenaga kerja yang kompeten dan siap pakai. Pelatihan yang diselenggarakan BLK berfungsi sebagai sarana pengembangan keahlian di berbagai bidang, sekaligus memberikan motivasi kepada peserta agar mampu bersaing dan memasuki dunia kerja dengan percaya diri.
Tujuan utama pembentukan BLK, sebagaimana dijelaskan oleh Hastomo, adalah untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui program pelatihan yang dirancang agar mereka menjadi tenaga kerja yang berkualitas, kompeten, dan memiliki daya saing tinggi. Selain itu, BLK bertujuan membentuk perubahan sikap kerja yang positif, meningkatkan produktivitas, dan membangun etos kerja sehingga menghasilkan tenaga kerja yang mandiri, profesional, dan produktif. Lebih lanjut, pelatihan yang diselenggarakan juga diharapkan dapat meningkatkan penghasilan serta kesejahteraan masyarakat. Di tingkat yang lebih luas, BLK berperan dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia, khususnya di daerah tertentu seperti Klaten, dan secara umum di seluruh Indonesia, untuk menciptakan tenaga kerja yang terampil, berdedikasi, dan mampu memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Balai Latihan Kerja (BLK) memberikan manfaat besar bagi berbagai pihak, termasuk pengusaha, peserta pelatihan, pemerintah, dan masyarakat sekitar. Bagi pengusaha atau pemilik modal, BLK membantu menyediakan tenaga kerja yang terampil dan berdedikasi, yang mampu meningkatkan kualitas hasil kerja dan menurunkan tingkat ketidakpercayaan atasan terhadap bawahan. Hal ini juga berdampak pada pengurangan tindakan negatif, seperti kekerasan akibat hasil kerja yang buruk, karena pekerja memiliki kemampuan yang memadai.
Bagi peserta pelatihan, manfaat yang diperoleh mencakup peningkatan kualitas diri dan daya saing dalam dunia kerja. Pelatihan yang diberikan juga relevan dengan kebutuhan lingkungan kerja dan memungkinkan peserta untuk menciptakan peluang usaha mandiri tanpa harus bergantung pada lapangan kerja formal, berkat keterampilan siap pakai yang mereka miliki.
Dari sudut pandang pemerintah, BLK berkontribusi secara signifikan dalam mengurangi tingkat pengangguran dan membuka peluang kerja baru. Program pelatihan ini juga mendukung peningkatan pendapatan daerah, terutama melalui tenaga kerja yang bekerja di luar negeri. Selain itu, BLK membantu menekan kasus-kasus kekerasan terhadap tenaga kerja, yang sering kali merugikan reputasi negara di mata internasional. Dengan demikian, BLK menjadi pilar penting dalam pengembangan sumber daya manusia dan stabilitas sosial-ekonomi di Indonesia.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memandang pentingnya membangun sinergi antara Balai Latihan Kerja (BLK) dan dunia usaha guna mencetak lulusan yang memiliki kompetensi sesuai standar industri. Kolaborasi ini melibatkan pengembangan kurikulum berbasis kebutuhan pasar kerja, pelaksanaan pelatihan praktik langsung atau on-the-job training, serta pemberian sertifikasi kompetensi yang diakui secara nasional maupun internasional. Pendekatan tersebut tidak hanya membantu meningkatkan kualitas tenaga kerja tetapi juga menawarkan keuntungan bagi perusahaan. Dengan adanya pelatihan yang relevan, perusahaan dapat mengurangi biaya pelatihan internal dan langsung mendapatkan tenaga kerja yang siap pakai. Hubungan yang saling mendukung ini menciptakan simbiosis mutualisme yang menguntungkan kedua belah pihak, dunia usaha mendapatkan tenaga kerja yang terampil, sementara lulusan BLK memiliki akses yang lebih besar terhadap peluang kerja. Hal ini juga mendukung terciptanya ekosistem ketenagakerjaan yang lebih efisien dan produktif.
Balai Latihan Kerja (BLK) menghadapi sejumlah tantangan dalam mengoptimalkan perannya sebagai pusat pengembangan keterampilan tenaga kerja. Pertama, keterbatasan infrastruktur menjadi masalah utama, di mana banyak fasilitas BLK masih menggunakan peralatan yang usang dan kurang relevan dengan kebutuhan industri modern. Hal ini menghambat efektivitas pelatihan dan mengurangi daya saing lulusan di pasar kerja.
Kedua, terdapat kesenjangan keterampilan antara kurikulum pelatihan yang diajarkan dengan kebutuhan industri yang terus berkembang. Kurikulum yang kurang adaptif membuat lulusan BLK tidak sepenuhnya siap menghadapi tuntutan kerja yang dinamis. Ketiga, kurangnya kompetensi instruktur juga menjadi kendala, di mana sebagian besar tenaga pelatih belum mendapatkan pelatihan lanjutan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan metode pelatihan terkini.
Keempat, minimnya kolaborasi dengan dunia industri memperparah ketidaksesuaian pelatihan dengan kebutuhan pasar. BLK masih perlu memanfaatkan kerja sama strategis dengan perusahaan untuk merancang program pelatihan yang relevan dan berbasis kebutuhan nyata di lapangan. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan langkah konkret berupa modernisasi infrastruktur, penyelarasan kurikulum dengan kebutuhan industri, peningkatan kapasitas instruktur, dan penguatan sinergi dengan dunia usaha.
Untuk mengoptimalkan peran Balai Latihan Kerja (BLK), terdapat beberapa strategi yang perlu diterapkan. Pertama, modernisasi fasilitas pelatihan sangat penting untuk memastikan BLK dapat memenuhi kebutuhan industri yang semakin berkembang. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran untuk memperbarui infrastruktur BLK dengan teknologi terbaru. Kedua, kolaborasi dengan dunia industri harus diperkuat agar kurikulum pelatihan yang diselenggarakan BLK dapat mencerminkan kebutuhan pasar kerja yang dinamis. Kerja sama ini juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, yang memberikan dasar hukum untuk pelaksanaan program pelatihan berbasis kebutuhan industri. Selain itu, peningkatan kompetensi instruktur juga sangat penting. Instruktur yang terlatih dengan baik dalam teknologi terbaru dan metode pengajaran yang efektif dapat meningkatkan kualitas pelatihan. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang “Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja”.
Digitalisasi pelatihan menjadi langkah strategis berikutnya, dengan menerapkan sistem pelatihan berbasis daring untuk meningkatkan aksesibilitas peserta, terutama bagi mereka yang berada di daerah terpencil. Terakhir, promosi yang intensif tentang manfaat BLK juga perlu dilakukan agar masyarakat lebih banyak yang sadar dan tertarik untuk mengikuti pelatihan. Dengan implementasi strategi-strategi ini, BLK dapat berperan lebih optimal dalam mempersiapkan tenaga kerja yang kompeten dan siap bersaing di pasar kerja.
Selain itu, untuk memastikan bahwa program pelatihan yang diberikan tetap relevan dengan kebutuhan industri, perlu ada evaluasi dan pembaruan kurikulum secara berkala. Evaluasi ini harus melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk perusahaan, asosiasi industri, dan ahli pendidikan vokasi. Hal ini dapat memperkuat hubungan antara dunia pendidikan dan dunia kerja serta memastikan bahwa keterampilan yang diajarkan sesuai dengan tuntutan pasar. Peningkatan fasilitas digital juga perlu didorong, seperti pengembangan platform e-learning dan penyediaan perangkat keras yang memadai.
Dengan semakin berkembangnya teknologi, pelatihan berbasis digital dapat meningkatkan fleksibilitas peserta dalam mengikuti pelatihan tanpa terbatas oleh waktu dan tempat. Selanjutnya, penting bagi BLK untuk memperkuat kemitraan dengan lembaga-lembaga sertifikasi kompetensi, agar lulusan pelatihan tidak hanya memperoleh keterampilan praktis, tetapi juga mendapatkan pengakuan resmi yang dapat meningkatkan daya saing di pasar kerja. Dengan implementasi yang tepat dari strategi-strategi ini, BLK dapat menjadi institusi yang lebih adaptif dan produktif dalam mencetak tenaga kerja yang siap bersaing di pasar global.
___________________
*) Penulis adalah alumnus Fakultas Hukum UGM angkatan 2007, yang saat ini berprofesi sebagai Advokat Spesialis Hukum Ketenagakerjaan/Hubungan Industrial, Industrial Relation Expert di pelbagai industri (otomotif, perbankan, dll), dosen tamu di beberapa universitas/politeknik, penulis/kolomis, pembicara dan trainer di pelbagai workshop/training, founder IR Talk