Vaksin untuk Disabilitas: Menyediakan Akses Inklusif untuk Semua

Jumat (2/7/2021) berlangsung webinar dengan judul “Vaksin untuk Disabilitas: Menyediakan Akses Inklusif untuk Semua”, hasil sinergi antara PP Kagama bekerja sama dengan Pusat Kedokteran Tropis UGM. Berkenan memberikan kata sambutan adalah Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., SpOG(K)., PhD., Dekan FK-KMK UGM. Menteri Sosial RI, Dr. Ir. Tri Rismaharini, M.T., tampil sebagai keynote speaker bersama Dr. AAGN Ari Dwipayana (Sekjen Kagama), S.IP., MSi, dan Angkie Yudistia (Staf Khusus Presiden RI). Webinar menampilkan 3 narasumber, yaitu drg. Yuli Kusumastuti Iswandi Putri, M.Kes. (Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan DIY), Doddy Kurniawan Kaliri (Ketua Difabel Siaga Bencana DIY), dan Nuning Suryatiningsih (Ketua Yayasan CIQAL). Jalannya acara dipandu oleh Luthfi Azizatunnisa, Nuzul Sri Hertanti dan Saka Kotamara.

Mentri Sosial, Tri Rismaharini

Mentri Sosial, Tri Rismaharini, dalam pidato sambutannya mengatakan kaum disabilitas di saat kondisi pandemi seperti ini sangar rentan terpapar virus Covid-19. Disebabkan oleh kurangnya akses informasi dan rendahnya pemahaman akan virus. Serta dalm keseharian masih membutuhkan bantuan orang lain dan kurangnya aksesibilitas ke pelayanan kesehatan dan terapi.

Penyandang disabilitas juga mempunyai masalah di bidang pekerjaan, seperti berkurangnya pendapatan atau kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Dampaknya mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk makan, yang mana bisa mengakibatkan imunitas menurun.

Yang menjadi masalah adalah pada awal-awal pandemi, kaum disabilitas belum mendapatkan prioritas untuk mendapatkan vaksin. Kemudian Risma menghubungi langsung Menteri Kesehatan, meminta program percepatan pemberian vaksin untuk penyandang disabilitas dengan target awal 564.080 jiwa. Risma bersyukur permintaannya mulai bisa terpenuhi.

Dari beberapa kendala yang sudah disebutkan di muka, bisa terbayangkan bagaimana mereka kaum disabilitas mengalami masalah yang jauh lebih sulit dibanding orang normal, dalam menghadapi pandemi ini. Didorong oleh hal tersebut, membuat Risma lewat kementerian yang dipimpinnya, memperbanyak pelatihan buat kaum disabilitas di balai-balai Dinsos, yang kemudian memberikan mereka pekerjaan. Risma bersyukur, dari program tersebut telah berhasil banyak diciptakan kursi roda elektrik, serta kursi roda untuk penderita cerebral palsy dan hydrocephalus. Juga berhasil membuat motor roda tiga yang jumlahnya tidak sedikit. Syukur alhamdulillah, mereka yang diberi pelatihan dan pekerjaan tersebut bisa menjadi lebih sejahtera.

Risma menambahkan, saat ini juga banyak dibuat tongkat khusus untuk kaum tuna netra. Bukan sekedar tongkat biasa, tapi dilengkapi sensor yang bisa mendeteksi panas untuk menghindari bahaya dari ancaman api. Juga bisa untuk mendeteksi ancaman marabahaya yang berada di dekat pemegang tongkat, seperti mobil yang bergerak cepat. Risma berharap semua inovasi yang dibuat bisa meringankan beban kaum disabilitas.

“Syukur alhamdulillah saat ini proses vaksinasi untuk kaum disabilitas sudah berjalan di beberapa daerah, meski belum mwnjangkau semua daerah di Indonesia. Saya pernah mendatangi penderita disabilitas di pelosok NTT yang membutuhkan waktu perjalanan 8 hari pulang pergi. Untuk itu saya mohon dengan sangat bantuannya untuk menginformasikan hal-hal terbaru apa saja kepada kaum disabilitas, khususnya tentang info pandemi.” pungkas Risma.

AAGN Ari Dwipayana, Sekjen Kagama

Keynote speaker berikutnya, Ari Dwipayana, di awal pemaparan mengatakan betapa pentingnya percepatan vaksinasi saat ini. Sudah satu setengah tahun pandemi melanda dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan virus Covid-19 sudah mengalami mutasi beberapa kali. Terakhir ditemukan varian jenis delta yang jauh lebih berbahaya, dengan kemampuan penyebaran yang jauh lebih cepat, dan dari penelitian awal bisa menginfeksi anak-anak.

Ari menambahkan, kecepatan vaksinasi adalah game changer dalam mengatasi pandemi Covid-19. Karena itu, seluruh elemen bangsa, termasuk alumni UGM atau Kagama harus membantu pemerintah dalam percepatan vaksinasi. Sehingga vaksinasi bisa diakses oleh semua warga masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.

Saat ini berbagai negara sedang berlomba-lomba untuk mendapatkan vaksin. Terbatasnya negara produsen vaksin serta tingginya permintaan vaksin, membuat vaksin menjadi rebutan. Karena itu, Pemerintah telah menempuh berbagai cara untuk mendapatkan vaksin, baik melalui pendekatan multilateral maupun bilateral. Selain itu, pemerintah juga terus mengembangkan program vaksin nasional, yang disebut vaksin merah putih.

Untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok, maka Indonesia membutuhkan vaksin yang tidak sedikit. Setidaknya, vaksinasi harus bisa menjangkau 70 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Itu artinya pemerintah harus bekerja extra ordinary untuk memastikan ketersediaan vaksin sehingga mampu diakses oleh semua warga masyarakat Indonesia.

Menurut Ari, tantangan utama dalam vaksinasi bukan hanya ketersediaan vaksin tapi juga sejauh mana akses masyarakat, terutama kelompok-kelompok rentan bisa memperoleh vaksin dengan cara yang mudah dan cepat. Ari memaparkan bagaimana upaya Presiden Jokowi untuk mempercepat vaksinasi dengan mengerahkan berbagai jalur dan seluruh kekuatan yang ada. Presiden menargetkan vaksinasi bisa dilakukan 1 juta dosis per hari di bulan Juli. Target presiden meningkat lagi 2 juta dosis di bulan Agustus.

Presiden Jokowi juga memberikan prioritas pada kelompok-kelompok rentan untuk mendapatkan vaksin. Penentuan kelompok prioritas menjadi penting karena mereka harus bisa terlindungi dari penularan Covid-19. Karena itu, selain diberikan pada tenaga kesehatan dan pelayan publik, vaksin juga diprioritaskan pada manula dan penyandang disabilitas.

“Pemberian vaksin untuk disabilitas juga memerlukan edukasi dan pendampingan. Karena bersandar dari hasil survei, masih ada sebagian masyarakat yang menolak atau masih ragu-ragu untuk divaksin. Untuk itu, diperlukan kepedulian antar warga masyarakat, semangat saling bantu, saling mengingatkan, agar vaksin bisa diakses oleh semua, termasuk penyandang disabilitas.” demikian Ari mengakhiri pidatonya.

Angkie Yudistia, Staf Khusus Presiden RI

Keynote speaker terakhir, Angkie Yudistia, menyatakan betapa pentingnya percepatan vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat lanjut usia dan penyandang disabilitas, serta memberikan prioritas, fasilitasi, dan kemudahan aksesibilitas kepada mereka. Percepatan vaksinasi pelaksanaannya melalui fasilitas pelayanan kesehatan dan sentra-sentra vaksinasi. Penyandang disabilitas dapat dilayani di mana pun dan tidak terbatas pada alamat domisili KTP.

Untuk itu diperlukan kolaborasi dengan semua pihak. Kerja sama bisa dilakukan dengan komunitas, organisasi lokal, dan pihak swasta untuk melakukan mobilitas penyandang disabilitas, mendaftarkan, dan mengatur transportasi antar jemput ke faskes tempat pelayanan vaksinasi.

Dalam pelaksanaan vaksinasi diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas sesuai dengan ragamnya. Pelaksana harus dapat memahami dasar-dasar sensitivas disabilitas dan kebutuhannya. Untuk disabilitas fisik, harus terdapat fasilitas yang gampang diakses, seperti pengguna kursi roda dan tongkat kruk. Buat mereka yang tidak bisa mengakses tangga, perlu disediakan tanjakan yang memadai.

Untuk disabilitas intelektual / mental, dibutuhkan tenaga pendamping yang terlatih. Untuk penyediaannya dapat bekerja sama dengan berbagai stakeholder utamanya adalah komunitas penyandang disabilitas.

Untuk disabilitas sensorik, bagi yang tuna netra perlu disediakan fasilitas audio yang memadai sehingga bisa mendengar semua informasi serta tanda alur vaksinasi yang jelas. Bagi tuna rungu harus disediakan tenaga juru bahasa isyarat.

“Percepatan vaksinasi harus segera dilakukan, khususnya buat kaum disabilitas. Kasihan mereka karena pandemi ini sangat terpuruk perekonomiannya. Ayo segera kita bangkit bersama.” ucap Angkie mengakhiri paparannya.

drg. Yuli Kusumastuti Iswandi Putri, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan DIY

Narasumber pertama, drg. Yuli Kusumastuti Iswandi Putri, menceritakan apa yang sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan DIY selama ini dalam program vaksinasi Covid-19, termasuk buat kaum disabilitas. Yuli mengatakan, vaksinasi di Indonesia tahap pertama sudah berlangsung pada periode Januari – Juni 2021. Saat ini memasuki tahap kedua yang akan berakhir pada akhir Desember 2021.

Dengan melihat kondisi yang ada, Presiden Jokowi menginstruksikan untuk mempercepat vaksinasi dengan mengerahkan berbagai jalur dan seluruh kekuatan yang ada. Pemda DIY tak ketinggalan ikut juga melakukan percepatan vaksinasi massal melalui sentra vaksinasi berkolaborasi dengan mitra-mitranya.

Untuk penyandang disabilitas, tentu saja sarana prasarananya berbeda dengan mereka yang normal. Semuanya harus dipersiapkan dengan sungguh-sungguh, untuk mempermudah pelayanan buat kaum disabilitas. Juga berikut mempersiapkan tenaga pendampingnya.

Yuli mengakui, tidak mudah dalam pelaksanaan vaksinasi buat kaum disabilitas. Banyak kendala yang terjadi di lapangan atau saat pelaksanaan, misalnya perlu tempat yang lebih memadai dan luas sehingga memudahkan pelayanan. Juga masih belum mencukupinya tenaga pendamping, kurangnya sarana seperti kursi roda, dan masih adanya hambatan pada akses transportasi dari dan ke tempat vaksinasi. Namun ia berjanji akan memperbaiki kendala yang ada secara bertahap demi pelayanan yang memuaskan untuk semua pihak.

Doddy Kurniawan Kaliri, Ketua DIFAGANA DIY

Narasumber kedua, Doddy Kurniawan Kaliri, di awal pemaparan menceritakan sejarah berdirinya Difabel Siaga Bencana (DIFAGANA) DIY yang diinisiasi oleh Dinas Sosial Yogyakarta pada tahun 2017. DIFAGANA adalah satu-satunya organisasi difabel di Indonesia yang peduli pada bencana. Anggota DIFAGANA DIY saat ini berjumlah 120 orang. Pada program vaksinasi Covid-19 yang dilaksanakan secara masif saat ini, DIFAGANA ikut aktif berperan serta mensukseskannya.

Doddy mengatakan, saat ini para penyandang disabilitas belum banyak mendapatkan vaksinasi, disebabkan vaksinasi buat kaum disabilitas belum dipahami sebagai salah satu prioritas, meskipun sudah ada surat edaran dari Menteri Kesehatan. Lalu, ada juga hambatan informasi yang tidak sampai kepada difabel, terutama difabel tuli, netra, dan intelektual / mental. Kemudian terjadi juga kesalahpahaman informasi tentang virus Covid-19, terutama efek yang terjadi setelah vaksinasi.

Sebagai penutup, Doddy merinci apa saja kebutuhan panyandang disabilitas terkait vaksinasi Covid-19. Kebutuhan informasi menjadi yang paling utama, perlu adanya aksesibilitas informasi saat penyebaran informasi, waktu pendaftaran, dan cara melakukan pendaftaran (online dan offline).

Berikutnya, kaum disabilitas perlu dikasih informasi yang benar segala hal tentang vaksinasi, seperti vaksin itu apa, mengapa difabel harus ikut divaksin, kondisi apa yang boleh atau tidak boleh mendapatkan vaksin. Yang terakhir, kebutuhan pendamping di lapangan dan transportasi antar jemput ke lokasi vaksinasi.

Nuning Suryatiningsih, Ketua Yayasan CIQAL

Narasumber terakhir, Nuning Suryatiningsih, menekankan apa yang harus dilakukan oleh penyelenggara vaksin agar tercipta akses inklusif bagi semua penyandang disabilitas. Ia mengakui banyak hambatan atau kendala dalam pelaksanaannya, namun sebenarnya bisa diminimalisir dengan berbagai strategi yang tepat.

Nuning sangat setuju dengan penyusunan protokol perlindungan terhadap penyandang disabilitas dalam masa pandemi ini. Ia memandang kaum difabel merupakan kelompok yang rentan terpapar Covid-19. Mereka juga masih tergantung kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan khususnya.

Lalu, mengingat ragamnya disabilitas dan karakter berbeda yang melekat, setiap penyandang disabilitas memerlukan cara penanganan dan pencegahan yang berbeda pula. Terakhir, perbedaan paling mendasar adalah tentang cara menerima informasi mengenai Covid-19, yang tidak semuanya bisa dipahami oleh kaum difabel. Kendala tersebut membuat mereka tidak bisa memahami secara utuh cara-cara pencegahannya, yang menyebabkan rentan tertular.

Nuning sangat mendukung pemerataan vaksinasi kepada siapa saja, termasuk kaum disabilitas. Harus dipastikan semua kelompok rentan / penyandang disabilitas mendapatkan vaksin. Karena tidak semua kaum difabel tergabung dalam organisasi jadi banyak yang tidak terpantau.

Menurut Nuning, wilayah geografis seharusnya menjadi pertimbangan untuk menentukan tempat pelaksanaan vaksinasi. Intinya lokasi yang mudah terjangkau.

“Penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama dengan warga normal, termasuk hak dalam mendapatkan vaksin. Perlu tindakan khusus pada kelompok rentan / kaum disabilitas untuk memungkinkan mereka berpartisipasi tidak hanya sebagai obyek, namun hendaknya disetarakan sebagai subyek yang dapat terlibat sebagai penyelenggara.” demikian Nuning mengakhiri paparannya.

*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel:

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*