Sabtu (11/12/2021), PP KAGAMA bersama KAGAMADOK menyelenggarakan webinar melalui Zoom meetings dengan mengangkat topik “Tantangan Pengembangan Inovasi Teknologi Kesehatan / Kedokteran di Masa Depan: Pembelajaran dari Pandemi Covid-19″. Webinar mengundang 3 pembicara, yaitu Dr. (HC) dr. H. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) (Kepala BKKBN), Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D (Dirut BPJS), dan Dr. Hargo Utomo, MBA, Mcom (Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM). Opening speech disampaikan oleh Anwar Sanusi, Ph.D. (Wakil Ketua Umum II PP Kagama), dan dr. Laksana Tri Handoko, M.Sc (Kepala BRIN) bertindak sebagai keynote speaker. Jalannya webinar dipandu oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH, Mkes, MAS sebagai moderator, dan dr. Theressia Handayani, M.Biomed (AAM) sebagai MC.
Dr. Laksana Tri Handoko, selaku keynote speaker memaparkan materi berjudul “Kebijakan Pengembangan Teknologi Kesehatan di Masa Depan”. Ia menyebutkan, alat-alat kesehatan dan riset kedokteran yang didominasi oleh barang impor sudah rahasia umum dalam dunia medis di Indonesia. Teknologi, obat dan vaksin juga didapatkan dengan cara impor dari negara lain. Kegiatan impor semakin terlihat ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
“Tantangan pengembangan teknologi Indonesia terletak pada tiga aspek yaitu, riset, inovasi dan industri. Kombinasi tiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan perannya satu sama lainnya. Pengembangan Inovasi Teknologi yang belajar dari pandemi Covid-19 yang sedang kita kerjakan misalnya pengembangan Vaksin Merah Putih (VMP). Pengembangan VMP memerlukan pembiayaan, pengalaman dan skill, kolaborasi riset, inovasi dan industri serta ketersediaan infrastruktur. Ekosistem riset dan Inovasi yang sedang dikerjakan BRIN saat ini adalah mendorong terciptanya kolborasi BRIN bersama jejaring global dengan melibatkan dunia perguruan tinggi, swasta industri dan startup serta transparansi yang dapat diakses secara publik. Untuk itu, Pemerintah sudah menyiapkan regulasi pendukung, infrastruktur riset, SDM riset dan inovasi melalui skema hibah khusus dengan sistematika prinsip dasar, jenis hibah dan prosedur lengkap yang terstruktur,” pungkas dr. Laksana.
Senada dengan Kepala BRIN, narasumber pertama dr. Hasto Wardoyo mengungkapkan tantangan pengembangan teknologi kesehatan dan bonus demografi untuk percepatan penurunan stunting. Dr. Hasto menuturkan visi Indonesia 2045 menuju generasi emas SDM unggul dan Indonesia maju. Merujuk data komposisi umur penduduk (1971-2020) proporsi penduduk usia 0-14 tahun sudah berada pada 23,33%, penduduk usia 15-64 tahun pada 70,72% dan penduduk usia 65 tahun keatasa 5,95%. Bonus demografi dihasilkan karena program KB yang berhasil. Sehingga, transisi demografi ini dibarengi penurunanan fertilitas dan penurunan mortalitas.
“Penurunan angka fertilitas dan mortalitas tersebut memunculkan jendela peluang yang sangat berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Banyaknya jumlah generasi muda saat ini menentukan kesejahteraan Indonesia di masa depan. Mental disorder, difabel/ autisme dan stunting menjadi tantangan bagi kualitas anak dan SDM Indonesia. BKKBN melihat tantangan tersebut melalui program ‘Keluarga Muda Berkualitas Kunci Indonesia Emas’ sebagai upaya untuk meraih bonus demografi yang gemilang,” demikian dr. Hasto mengakhiri paparannya.
Untuk mewujudkan bonus demografi, Prof. Ali Ghufron Mukti selaku narasumber kedua menyebutkan kebutuhan teknologi medis dalam pelayanan kesehatan dan kebijakan pembiayaannya juga dikembangkan seiring inovasi teknologi kesehatan di masa depan. Pandemi Covid-19 mendorong terciptanya layanan telemedis yang berbasis teknologi kesehatan. BPJS dengan 226,36 juta jiwa cakupan kepesertaan program jaminan kesehatan. Di masa pandemi, BPJS melaksanakan penjaminan atas wabah dan pelayanan telemedis dalam program JKN.
“Health Technology Assessment (HTA) menjadi komponen menjembatani antara ‘science & decision making’ dalam penerapan teknologi kesehatan. Dukungan pemerintah, fasilitas kesehatan, organisasi profesi dan seluruh stakeholder sebagai mitra strategis dalam memberikan pelayanan bermutu dan menjaga sustainabilitas program JKN,” pungkas Prof. Ali.
Tantangan pengembangan inovasi tekonologi kesehatan tidak hanya soal kolaborasi riset, inovasi dan industri dalam bidang kesehatan. Menurut narasumber ketiga, Dr. Hargo Utomo, hilirisasi produk teknologi bidang kesehatan merupakan tantangan selanjutnya yang akan dihadapi. Industri farmalkes (farmasi dan alat kesehatan) secara struktur dan persaingan terfragmentasi. Perlunya basis riset dan pengembangan yang kuat untuk inovasi unggulan. Kesiapan industri hulu dan industri antara yang relatif masih terbatas. Permintaan produk inovasi cenderung inelastis atau tidak sensitif terhadap harga.
Hargo menambahkan, supply dan demand yang masih dalam tahap pencarian “equilibrium” tersebut didorong melalui Inpres No. 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Insentif fiskal berupa super tax deduction menjadi syarat perlu dan kebijakan moneter yang menarik bagi masuknya investasi pada bidang farmasi dan alat kesehatan untuk akselerasi inovasi teknologi di Indonesia. UGM melalui program pengembangan dan inkubasi bisnis mendorong keberadaan UGM Science Technopark sebagai unit intermediasi dapat dimanfaat sebagai mitra strategic bagi pelaku industri. Upaya pemadatan terhadap penyerapan inovasi sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap inovasi teknologi pada bidang kesehatan di masa depan. [arma]
*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel:
Leave a Reply