“Kami di RS dijatah maskernya, masker bedah yang kupakai ini sudah 5 hari tidak ganti-ganti…” demikian sebuah curhat dari seorang tenaga paramedis masuk ke sebuah grup WA yang diikuti oleh Astri Ferdiana, warga Kagama alumnus FK UGM angkatan 1997.
Bermula dari keprihatinan membaca keluhan teman-teman yang bekerja di Puskesmas dan RS di grup Whatsapp , di bulan Maret 2020 Astri Ferdiana memulai kegiatan donasi Alat Pelindung Diri (APD) yang masih berlangsung sampai sekarang. “Saya pernah sampai menangis melihat teman-teman nakes sedang menjahit masker sendiri sambil jaga malam. Padahal mereka sudah lelah melakukan tugas pelayanan ke pasien, tapi masih harus memecah tabungan untuk membeli APD sendiri dan menjahit sendiri maskernya. Ini yang membuat saya tergerak.” ujar Astri.
APD terutama masker menjadi benda yang sulit dicari di masa pandemic COVID-19 ini karena kebutuhan yang meningkat, namun tidak diimbangi dengan suplai yang cukup. Di samping itu ada juga pihak-pihak yang memanfaatkan kesempatan ini dengan menimbun barang sehingga harga menjadi abnormal. Akibatnya, anggaran Puskesmas dan RS tidak lagi cukup untuk pengadaan APD dalam jumlah memadai. Padahal tanpa APD yang memadai, tenaga kesehatan sebagai garda depan dalam pandemic ini akan beresiko untuk terinfeksi virus COVID-19.
Donasi yang terkumpul sebagian besar berupa uang, biasanya dibelikan masker bedah, masker N95 dan hazmat coverall beserta jenis-jenis APD lain yang sangat dibutuhkan oleh fasilitas kesehatan seperti faceshield. Awalnya menurut Astri, untuk mencari barang-barang ini sangat sulit, namun informasi antar teman sejawat dokter sangat membantu. Di samping membeli dari supplier, saat ini sudah banyak juga industri-industri rumahan yang membuat APD seperti baju hazmat dan juga faceshield.
Kegiatan donasi ini memang ditujukan ke fasilitas kesehatan di luar Jawa, karena masalah pendistribusian yang mengalami hambatan akibat pembatasan transportasi. Dalam pengiriman APD pun, kegiatan ini kadang juga terkendala oleh waktu pengiriman yang lama. “Paket kami ke Kalimantan Utara saja sudah tertunda 3 minggu masih menunggu penerbangan,” kata Astri. Mahalnya biaya pengiriman juga kadang menjadi pertimbangan, namun bantuan tetap diusahakan dikirimkan untuk daerah yang membutuhkan.
Donasi APD ini tadinya berskala kecil saja. Awalnya, Astri membeli masker dengan uang pribadi dan juga sumbangan teman-teman dekat, tapi kemudian ia mendapat amanah untuk menyalurkan donasi dari teman-teman alumni SMA 1 Teladan Yogyakarta dan juga dari KAGAMA berupa hand sanitizer. Kemudian, berkat penyebaran informasi di sosial media, kegiatan ini berkembang semakin besar. Banyak teman dan jejaring yang ikut merasa prihatin dan menyumbang. Saat ini donatur yang sudah menyumbang berasal dari Sabang sampai Merauke, dan juga dari teman-teman Indonesia di luar negeri termasuk Australia, Belanda, Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, Singapore, Amerika Serikat dsb. Kemudian banyak juga donatur yang menyumbang barang.
Sampai pertengahan Mei ini, sudah terkirim bantuan APD ke 28 RS dan 7 puskesmas di 16 provinsi. Bantuan yang terdistribusikan meliputi 5000 masker bedah, 240 masker N95, 100 googles, 270 hazmat dan 1000 jas hujan, 120 faceshield, 20 apron, 2000 nurse cap, 5000 sarung tangan nitrile dan 550 shoes cover serta vitamin C.
Astri berharap situasi APD di RS makin membaik, apalagi karena situasi pandemic COVID-19 ini akan berlangsung cukup lama dan beban ke tenaga kesehatan akan makin berat. “Saya kira meskipun penyediaan APD ini adalah tanggung jawab fasilitas kesehatan dan juga pemerintah, namun saat ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk ikut membantu tenaga kesehatan. Jangan sampai kita datang ke fasilitas kesehatan tapi tenaga kesehatannya dikarantina karena terkena COVID-19. Kalau memang belum ingin ata belum bisa menyumbang, setidaknya kita meringankan beban mereka dengan meminimalisir resiko kita untuk terinfeksi. Jangan sampai sakit.” pungkas Astri.
Leave a Reply