Tahun ini Festival Kota Lama Semarang (FKL) dalam usianya yang ke-13, mengambil tema “Heritage in Diversity”, yang artinya keragaman dalam warisan budaya. Berbagai kegiatan menarik disuguhkan selama 11 hari penyelenggaraan, mulai dari tanggal 5 s/d 15 September 2023, yaitu berupa festival kuliner nostalgia dan bermacam pentas seni budaya.
Untuk ketiga kalinya sejumlah komunitas Kagama yang tergabung dalam Kagama Kolaborasi ikut memeriahkan pentas FKL XIII, bertempat di pelataran RNI River View, Kota Lama, Semarang, Sabtu (7/9). Komunitas Kagama yang terlibat yaitu Kagama Beksan, Kagama Dance, Kagama Bersenandung, Kagama Sekar Gending, dan Arsdeebee Big.
Melihat evennya bergengsi, Kagama Beksan (Kabek) bahkan sampai menurunkan 4 tim, yaitu chapter Yogyakarta, Jabodetabek, Solo, dan Semarang. Secara total Kabek mempersembahkan 7 tarian, dan kesemuanya mengundang decak kagum penonton.
Kabek Yogya, Jabodetabek, dan Solo masing-masing membawakan 2 tarian, sedangkan Kabek Semarang hanya mempersembahkan 1 tarian. Kabek Yogya menampilkan Tari Nawaretno dan Tari Gunung Sari, Kabek Jabodetabek membawakan Tari Ngarojeng dan Tari Reog Kendang, Kabek Solo mempersembahkan Tari Yapong dan Tari Tamang Pung Kisah, dan Kagama Semarang dengan Tari Denok Deblong.
Ketua Kabek, Dian Nirmalasari mengatakan tahun ini komunitasnya sangat serius dalam keikutsertaannya di FKL XIII. Mereka melakukan koordinasi jauh hari sebelum pementasan, lalu mempersiapkan diri sebaik-baiknya, untuk memastikan penampilan mereka tidak mengecewakan penonton.
Dian menambahkan, untuk Kabek Yogya yang di bawah koordinasinya langsung, frekuensi latihannya sampai diperbanyak. Karena menurutnya Kabek tampil membawa nama Kagama, jadi memang harus serius persiapannya.
“Dan terbukti, proses tidak mengkhianati hasil. Alhamdulilah Kagama Yogya tampil bagus. Tidak sia-sia kami berlatih keras selama ini,” pungkasnya.
Sementara itu, koordinator tim Kabek Jabodetabek (KBJ), Shinta Rizanti Binol mengatakan KBJ merasa bangga bisa turut serta berpartisipasi dalam memeriahkan FKL XIII untuk yang kedua kalinya. Pada FKL kali ini KBJ menampilkan 2 tarian yaitu Tari Ngarojeng dari daerah Betawi dan Tari Reog Kendang dari daerah Tulungagung Jawa Timur.
Shinta menjelaskan, Tari Ngarojeng diadaptasi dari musik Ajeng yang merupakan tetabuhan gamelan Ajeng Betawi. Musik inilah yang menjadi sumber inspirasi Tari Ngarojeng. Ngarak karo Ajeng yang berarti mengiringi atau menyambut dalam prosesi adat pengantin Betawi. Arak-arakan inilah yang memaknai Tarian Ngarojeng.
“Sedangkan Tari Reog Kendang merupakan tarian khas kabupaten Tulungagung yang menceritakan kisah prajurit Kedirilaya yang sedang mengiringi Ratu Kilisuci ke Gunung Kelud. Perjalannya diiringi berbagai kesulitan, mulai dari menuruni lembah curam dan terjal dengan membawa beban kendang yang berat sehingga berjalan sampai terbungkuk bungkuk,” jelasnya.
Shinta menambahkan, KBJ selalu bersemangat dalam menjaga dan melestarikan seni dan budaya Indonesia, khususnya seni tari. Dari Jakarta membawa tim dengan personil yang lumayan banyak, yaitu 17 penari dan 1 kru tentu tidaklah mudah. Namun karena didorong oleh semangat berkesenian yang kuat, semua kendala yang ada bukan lagi menjadi masalah.
“Dalam waktu dekat ini KBJ akan kembali mengusung seni budaya Indonesia dengan ikut berpartisipasi dalam Festival Lima Gunung di Magelang. Tempat yang jauh bukanlah kendala yang berarti, karena bagi kami nguri-nguri budaya bangsa menjadi semacam keharusan. Mencintai, menjaga, dan melestarikan seni tradisi Nusantara sudah menjadi tanggung jawab kita bersama,” tutupnya.