Selasa (23/11/2021) Harian Kompas menggandeng PP KAGAMA dan Kementerian Perhubungan RI, serta didukung oleh Pelindo menyelenggarakan acara diskusi Kompas Talks melalui Zoom Meeting, dengan mengangkat topik “Potret Masa Depan Industri Logistik Indonesia di Era Disrupsi”. Sejumlah tokoh penting tampil sebagai pembicara, yaitu Budi Karya Sumadi (Menteri Perhubungan RI), Arif Suhartono (Direktur Utama Pelindo), Aviliani (Ekonom INDEF), dan Yukki Nugrahawan Hanafi (Ketua Umum ALFI). Turut hadir pula Ketua Umum PP Kagama, Ganjar Pranowo memberikan pidato pembukaan dan Menteri BUMN RI, Erick Thohir sebagai keynote speaker. Jalannya acara dipandu oleh Haryo Damardono, wartawan Harian Kompas.
Gubernur Jawa Tengah dan Ketua Umum PP Kagama, Ganjar Pranowo, mengawali acara dengan mengungkapkan pentingnya transformasi industri logistik Indonesia yang sedang dalam transisi revolusi industri 4.0 menuju society revolution 5.0. Biaya logistik di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia memiliki diferensiasi tarif yang cukup mencolok. Kebijakan tarif pelayanan jasa dan barang di dermaga pelabuhan menjadi tugas yang harus dituntaskan. Kerja sama pemerintah, swasta dan masyarakat merupakan elemen penting dalam mewujudkan industri logistik Indonesia yang tangguh di masa yang akan datang.
Erick Thohir yang tampil berikutnya menyampaikan pidato kunci berjudul “Optimalisasi Alur Logistik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pembangunan tol laut sesuai dengan Nawacita Presiden poin ketiga yakni membangun Indonesia dari pinggiran, dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Peran BUMN dalam membangun tol laut dengan melibatkan Pelindo untuk memberikan insentif keringanan jasa bongkar muat di pelabuhan miliknya dan subsidi operasional kapal.
“Permasalahan logistik yang dihadapi Indonesia antara lain lamanya waktu bongkar muat akibat kondisi di daerah yang kurang baik. Jadwal keberangkatan sangat dipengaruhi konsolidasi muatan (trucking) ditambah kerentanan rantai pasok global, kebijakan perdagangan global, global shock akibat pandemi Covid-19. Kementerian BUMN bersama Pelindo membuat 5 sasaran pengembangan industri pelabuhan nasional yaitu, Peningkatan daya saing global, peningkatan operasional, peningkatan sinergi, peningkatan kapasitas dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)”, ucap Erick.
Menurutnya, biaya logistik nasional Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan negara lain. Hal tersebut disebabkan operasionalisasi pelabuhan yang tidak optimal dan dipicu oleh regulasi pemerintah yang tidak kondusif, efisiensi value chain darat yang rendah, efisiensi value chain maritime yang rendah, operasi dan infrastruktur pelabuhan tidak optimal dan, ketidakseimbangan supply demand. Permasalahan tersebut mendorong pemerintah melakukan penggabungan Pelindo untuk mempermudah koordinasi dan peningkatan produktivitas, membuka peluang Foreign Direct Investment (FDI) dan, berorientasi Go Global.
“Merger Pelabuhan Indonesia (Pelindo Group) sebagai langkah awal untuk menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke-8 di dunia dengan total throughput peti kemas sebesar 16,7 juta TEUs. Penggabungan ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu major player pelabuhan dunia dengan total asset gabungan Rp. 112 triliun dan perusahaan pelabuhan dengan profitabilitas tertinggi di dunia dengan laba gabungan sebesar Rp. 3 triliun”, pungkas Erick.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi mengatakan, senada dengan BUMN, Kementerian Perhubungan RI juga melakukan harmonisasi lintas sektor terkait percepatan alur logistik nasional. Harus diakui memang ada disparitas pembangunan ekonomi yang tidak merata di Indonesia. Konektivitas menjadi kunci utama dalam menyelesaikan persoalan disparitas. Biaya logistik, kurang memadainya infrastruktur, ketidakseimbangan kargo menjadi problematika sekaligus tantangan bagi industri logistik di Indonesia.
“Kemenhub RI melalui arah kebijakan utama transportasi laut 2020-2024 ingin mengentaskan persoalan kepelabuhan nasional yakni permasalahan transportasi laut eksisting, dominasi arus petikemas yang hanya di 4 pelabuhan utama, kondisi teknis dan kinerja masih dibawah rata-rata internasional, Hanya 23 % jaringan pelayaran yang saling terhubung dan biaya tarif baik pelayanan jasa maupun pengangkutan barang yang mahal. Kemenhub mendorong konsep kolaborasi dan dukungan Direktorat JendraL Perhubungan Laut (DJPL) mengembangkan digitalisasi transportasi laut. Inaportnet merupakan sistem informasi elektronik berbasis internet yang terintegrasi dalam standar pelayanan operasional pelabuhan untuk kegiatan kapal dan barang”, pungkas pria yang juga menjabat sebagai Waketum I PP Kagama tersebut.
Selanjutnya, Direktur Utama Pelindo, Arif Suhartono menjelaskan upaya Pelindo dalam mengembangkan daya saing logistik nasional. Tantangan sektor logistik harus diatasi dengan standarisasi operasional pelabuhan, digitalisasi layanan pelabuhan, kerja sama antar pelabuhan untuk optimalisasi konsep hub & spoke melalui integrasi data, sinergi pengembangan pelabuhan melalui strategic partnership dan eksplorasi pengembangan International Transhipment Hub.
“Potensi pengurangan biaya logistik dari integrasi dan transformasi dapat diwujudkan melalui 3 inisiatif strategi, yakni pengembangan konektivitas dan industri, penguatan jaringan pelayaran dan sinergi pelabuhan”, ujar Arif.
Narasumber berikutnya, Aviliani mengapresiasi perubahan besar dalam industri logistik Indonesia terutama terkait pelabuhan. Namun, ekosistem kegiatan ekspor dan impor baik domestik maupun mancanegara perlu didorong secara optimal. Reposisi market perlu dilakukan dalam melihat potensi wilayah di Indonesia. Perlunya kerja sama multisektor kementerian perdagangan, kementerian perindustrian dan kementerian ESDM harus menggandeng Pelindo sebagai partner dalam program kerjanya. Belum adanya road map yang terpadu dalam industri logistik menjadi persoalan yang harus segera diselesaikan.
“Merger Pelindo merupakan langkah kolaborasi dan efisiensi perusahaan dalam model bisnis dan budaya kerja. Pelindo juga diharapkan menggandeng transportasi darat dan udara sebagai stakeholder dalam kegiatan distribusi dan operasional pelayanan jasa dan barang. Pelaku usaha juga harus dilibatkan dalam membangun ekonomi daerah terutama ekonomi tingkat kabupaten”, kata Aviliani mengakhiri catatan kritisnya.
Narasumber terakhir, Yukki Nugrahawan Hanafi menambahkan dua hal yang menjadi permasalahan utama dalam industri logistik yakni infrastruktur dan birokrasi perizinan. Konsumsi dan Investasi merupakan aspek ekonomi bergantung kepada industri logistik. Industri padat karya seperti industri otomotif, industri elektronik dan industri furniture yang kesesuai harganya ditentukan dengan tarif dan layanan industri logistik.
“Penggabungan biaya logistik yang satu tarif secara nasional tentu akan mendorong peningkatan ekonomi secara luas mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi. Biaya logistik yang murah juga akan mendorong tumbuhnya pelaku usaha baru dan mudahnya pemodal menanamkan investasinya di dalam negeri”, demikian pungkas Yukki.
Dari paparan yang disampaikan oleh beberapa narasumber, bisa disimpulkan opsi yang dipilih pemerintah untuk menekan biaya logistik nasional yakni dengan melakukan restrukturisasi BUMN pelabuhan sehingga berdampak pada iklim investasi dalam negeri dapat bertumbuh dan mendorong awareness publik terkait permasalahan logistik nasional serta bagaimana meningkatkan efisiensi serta efektivitas logistik di Indonesia. [arma]
*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama TV:
Leave a Reply