
41 Penulis Hidupkan Nostalgia Kampus Biru Lewat Buku “Celoteh Cah Bulaksumur
Yogyakarta, 13 September 2025 — Sebuah karya sastra kolektif yang sarat makna dan kenangan resmi diluncurkan di Museum UGM Bulaksumur Blok D-6. Buku antologi berjudul Celoteh Cah Bulaksumur menghadirkan 93 esai dari 41 penulis yang pernah tinggal di Perumahan Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM), merekam jejak kehidupan remaja di lorong-lorong kampus biru pada era 1965–1985.
Lebih dari sekadar nostalgia, buku ini menjadi dokumentasi sosial budaya yang menggambarkan dinamika komunitas unik di jantung kampus UGM. Para penulis, yang kini tersebar di berbagai penjuru negeri dan dunia, menyatukan kenangan masa kecil, remaja, hingga masa kuliah dalam narasi yang hangat, lucu, dan kadang mengharukan.

Wakil Rektor UGM Arief Setiawan Budi Nugroho .T., M. ENG., Ph.D (tengah) diapit tim penyusun buku Tenong Siswanto S (kanan) dan Fikky Arma (kiri) saat peluncuran buku berjudul “Celoteh Cah Bulaksumur”, di Museum UGM, Sabtu (13/9/2025)
“Buku ini seperti album foto yang hidup kembali. Siapa pun yang pernah tumbuh di Yogyakarta era 60–80-an akan menemukan dirinya di dalam cerita-cerita ini,” ujar Tenong Siswanto, editor buku, dalam sambutannya.
Kisah-Kisah yang Menyentuh dan Menghidupkan Masa Lalu
Dalam buku ini, pembaca diajak menyusuri jalan-jalan kecil di Bulaksumur, bermain layang-layang di halaman rumah dosen, bersekolah di SMA sekitar Yogya, hingga merasakan atmosfer kuliah di UGM yang penuh semangat dan idealisme. Setiap esai menjadi potongan mozaik yang menyusun gambaran utuh tentang kehidupan kampus dan perumahan dosen sebagai ruang tumbuh generasi muda yang penuh cita dan cerita.

Panelis saat Diskusi Buku, dari kiri; Prof Heddy Ahimsa Shri-Putra, Prof Wihana Kirana Jaya, Prof Tyas Utami, Prof Yanri Wijayanti, dan Rizon Pamardi-Utomo M.URP
Acara peluncuran buku berlangsung hangat dan penuh keakraban. Dihadiri oleh para penulis, keluarga besar mantan warga Bulaksumur, akademisi, dan media, acara ini juga menampilkan pembacaan cuplikan kisah dari buku serta sesi berbagi nostalgia yang menggugah emosi.
Warisan Nilai Kehidupan untuk Generasi Muda
Meski ditujukan bagi generasi yang tumbuh pada tahun 1965–1985, Celoteh Cah Bulaksumur tetap relevan bagi pembaca masa kini. Nilai-nilai seperti kebersamaan, solidaritas, kesederhanaan, dan kegembiraan tanpa teknologi canggih menjadi pesan utama yang ingin diwariskan kepada generasi muda.
“Melalui buku ini, kami berharap generasi muda bisa belajar dari nilai-nilai kehidupan sederhana yang kami alami dulu: kebersamaan, solidaritas, dan kegembiraan yang lahir tanpa teknologi canggih,” tambah Tenong Siswanto.
Dokumentasi Sosial yang Layak Diabadikan
Buku ini tidak hanya menjadi bacaan nostalgia, tetapi juga sumber dokumentasi sejarah sosial yang penting. Perumahan Dosen UGM di Bulaksumur merupakan ruang hidup yang melahirkan banyak tokoh intelektual, seniman, dan pemikir bangsa. Dengan hadirnya buku ini, jejak-jejak kehidupan mereka kini terdokumentasi secara naratif dan personal.
Celoteh Cah Bulaksumur adalah bukti bahwa kenangan bukan hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dibagikan dan dijadikan pelajaran. Di tengah dunia yang serba cepat dan digital, buku ini mengajak kita untuk berhenti sejenak, menoleh ke masa lalu, dan menemukan makna dari kehidupan yang sederhana namun penuh warna.