Eksistensi Harimau Jawa Melawan Kepunahan

Oleh: Didik Raharyono, S.Si.

Harimau jawa yang bahasa latinnya Panthera Tigris Sondaica dikenal dengan nama sebutan yang bermacam-macam di masyarakat. Ada yang menyebut gembong, sruni, loreng, canthel, selang, kembang asem, dawuk, balarak sengkleh, maung badag, maung bolegbag, dll. Penamaan tersebut berdasar morfologi dan karakter pada tubuh harimau di masing-masing wilayah.

Didik Raharyono, S.Si.

Saya sangat yakin bahwa eksistensi harimau jawa masih ada sampai saat ini. Klaim kepunahan yang telah menjadi stigma sudah didengungkan sejak tahun 1980-an, namun buktinya masih banyak pemburu yang berburu harimau jawa hingga sekarang. Dari hasil investigasi saya bersama teman-teman selama hampir 20 tahun, menemukan beberapa bukti yang kuat tentang keberadaan harimau jawa. Banyak ditemukan plaster cast atau jejak kaki harimau jawa di beberapa wilayah seperti tahun 2006 di Taman Nasional Meru Betiri Banyuwangi, tahun 2009 di Ujung Kulon ditemukan oleh tim IKF – IPB.

Bukti garutan harimau jawa di pohon

Selain itu ditemukan pula bekas garutan harimau jawa di tanah dan di pohon sebagai penanda wilayahnya. Garutan di tanah terakhir ditemukan tahun 2018 di Ujung Kulon, sedangkan garutan di pohon ditemukan tahun 1997 di Meru Betiri dan terakhir tahun 2019 di wilayah Yogyakarta.

Bukti ditemukannya kotoran harimau jawa di Meru Betiri

Tanda kehadiran lainnya adalah ditemukannya feses atau kotoran harimau jawa di wilayah Jawa Tengah, Jember dan Banyuwangi. Yang terakhir bisa sebagai bukti adalah rekaman gigi harimau jawa yang meninggalkan jejak pada mangsa.

Foto penampakan harimau jawa tahun 2018

Setelah tanda-tanda kehadiran ditemukan, banyak sekali kesaksian yang diberikan oleh warga masyarakat dan teman-teman yang peduli pada harimau jawa. Selain kesaksian juga ada yang bisa memberikan bukti berupa foto, seperti foto yang diambil oleh seorang warga di wilayah Jawa Tengah pada tahun 2018. Dengan bukti foto tersebut sebenarnya pihak yang berwenang harus segera mengambil langkah dan tindakan yang proaktif. Di India hanya dengan ditemukan jejak harimau di sebuah hutan, pihak berwenang langsung melakukan konservasi atas hutan tersebut, mengatur strategi yang tepat & mengajak kerja sama masyarakat sekitar. Akhirnya trend kenaikan populasinya meningkat.

Sehubungan dengan Global Tiger Day 2020 ini saatnya buat para pemerhati harimau sadar bahwa harimau jawa masih eksis dan masih dijumpai penduduk. Alhamdulillah saat ini banyak relawan yang bergerak secara silent dan independent atas dasar kepedulian. Saya dan teman-teman dari Peduli Karnivor Jawa (PKJ) berbagi pengetahuan dan mengajarkan kepada relawan bagaimana cara merekam jejak untuk membuktikan keberadaan harimau jawa, bagaimana mengindentifikasi suatu kesaksikan benar atau bohong, dll.

Yang penting semua harus meyakini bahwa harimau Jawa masih ada. Karena jika sudah dianggap punah, maka akan sulit kita mendobrak opini tersebut. Tugas pembuktikan bahwa harimau jawa masih ada menurut saya sebenarnya sudah selesai, tinggal bagaimana kita memanage ke depan. Tantangan kita sebagai Kagama adalah melindungi habitatnya untuk melanjutkan konservasi harimau.

Gambar-gambar yang meerupakan simbol hubungan harmonis dengan harimau

Dua puluh tahun membuntuti eksistensi harimau jawa, berdampak pada temuan-temuan pengetahuan tentang sisi lain harimau jawa dari pandangan masyarakat tepi hutan, yang semakin lama semakin banyak variasinya dan saling melengkapi. Dan PKJ merusaha ‘merekontruksikan’ kembali pengetahuan itu menjadi sebuah ‘anatomi’ pengetahuan yang kami beri istilah “Etno-tigro-logi”. Etnotigrologi merupakan kajian yang kami kumpulkan dari catatan-catatan tutur tinular warga yang berinteraksi langsung dengan satwa liar termasuk harimau.

Mereka mempunya persepsi tersendiri tentang harimau. Jika orang kota menganggap harimau itu ganas & brutal, namun mereka justru menganggap sebaliknya. Dalam kajian etnotigrologi yang berhasil kami kumpulkan, semua nampak bersahabat dengan harimau. Artinya itu adalah bahasa simbol masyarakat menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitar termasuk satwa-satwa liarnya, yang dalam masyarakat Jawa dikenal dengan konsep ‘memayu hayuning buwono’.

Semoga kajian Etnotigrologi ini, bisa menyarikan dan menemukan “akar budaya konservasi” yang telah dimiliki leluhur manusia Jawa terhadap karnivor umumnya dan harimau jawa khususnya. Di mana akar budaya konservasi ini kedepannya bisa dipakai untuk menjawab dan mengatasi semua permasalahan antara manusia dengan satwa liar. Jadi berujung kembali pada konsep “harmonis berbagi ruang”.

*) Makalah ini disampaikan dalam KAGAMA Goes Green Webinar berjudul “Global Tiger Day 2020 – Harimau Indonesia: Masa Lalu, Sekarang dan Proyeksi Akan Datang” Minggu 9 Agustus 2020

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*