
Refleksi Program MBG: KAGAMA Dorong Tata Kelola Pangan yang Lebih Aman dan Berkelanjutan
Yogyakarta, KAGAMA.ID — Menyikapi maraknya kasus keracunan dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah, Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) bersama sejumlah institusi strategis BEPH UGM, Pusat Kedokteran Tropis UGM, dan komunitas Sonjo menggelar webinar bertajuk “Keracunan Pangan dalam Program MBG: Pembelajaran dan Upaya Perbaikan untuk Pencegahan di Yogyakarta”, Sabtu (4/10).

Webinar yang diikuti oleh 861 peserta ini menghadirkan para pakar lintas disiplin dari PKT UGM, BEPH UGM, Pusat Kedokteran Tropis UGM, dan komunitas Sonjo. Forum ini menjadi ruang reflektif sekaligus strategis untuk mengevaluasi pelaksanaan MBG, serta merumuskan langkah-langkah perbaikan guna menjamin keamanan pangan bagi masyarakat, khususnya kelompok rentan.
Dari Statistik ke Kesadaran Kolektif
Ketua Departemen Dukungan Kesehatan Keluarga KAGAMA, Prof. Dr. Ika Puspita Sari, S.Si., M.Si., Apt., dalam sambutannya menegaskan bahwa kasus keracunan dalam program MBG bukan sekadar angka statistik. “Ini adalah peringatan serius bagi semua pihak untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keamanan pangan, terutama dalam program berskala besar seperti MBG,” ujarnya.

Webinar ini, lanjut Prof. Ika, bertujuan memperkuat pemahaman lintas sektor terhadap prinsip keamanan pangan, serta mendorong kolaborasi dalam membangun sistem distribusi makanan yang aman, higienis, dan berkelanjutan.
Menelisik Titik Kritis Keamanan Pangan

Sesi pertama menghadirkan Prof. Dr. Lily Arsanti Lestari, S.T.P., M.P., yang mengupas prinsip Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) dalam sistem keamanan pangan. Dipandu oleh Dr. dr. Citra Indriani, MPH., Prof. Lily menjelaskan bahwa sebagian besar kasus keracunan disebabkan oleh mikroba dan kontaminasi kimia. Ia menekankan pentingnya Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) bagi seluruh Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) sebagai langkah awal menjamin keamanan pangan.

Sementara itu, Bayu Satria Wiratama, S.Ked., MPH., Ph.D., memaparkan analisis HACCP terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan. Ia menyoroti lemahnya pengendalian suhu penyimpanan dan absennya quality control sebagai penyebab utama. “Titik kegagalan paling kritis justru terjadi pada proses pemasakan,” ungkapnya.
Praktik Baik dari Rumah Sakit hingga Dapur MBG

Pengalaman implementasi HACCP dalam skala besar disampaikan oleh Yeni Prawiningdyah, SKM, M.Kes., dari RSUP Dr. Sardjito. Ia menekankan bahwa rumah sakit wajib menyediakan makanan aman bagi kelompok rentan dan tunduk pada regulasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. RSUP Sardjito, kata Yeni, secara rutin melakukan pemeriksaan mikrobiologi terhadap air, peralatan makan, dan potensi kontaminasi silang.

Dari sisi operasional dapur MBG, Istika Dewi Anindita, S.E., MBA., memaparkan praktik pemisahan gudang berdasarkan fungsi, penambahan tenaga kebersihan, serta pengendalian suhu penyimpanan makanan. Nurhayati, narasumber lain dari sektor katering, menyoroti pentingnya pemisahan zona kerja—dari penerimaan barang hingga pencucian—serta perlunya sterilisasi peralatan dengan air panas. “Kita harus mencari inovasi seperti alat sterilisasi uap agar dapur MBG benar-benar aman,” ujarnya.
Menuju Tata Kelola Pangan yang Transparan
Menutup sesi, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., menekankan pentingnya tata kelola pangan yang mengedepankan prinsip zero error. Ia juga mendorong pelibatan masyarakat, LSM, media, dan perguruan tinggi dalam audit sosial untuk menjaga mutu dan akuntabilitas program MBG.

“Ini bukan hanya soal makanan, tapi soal kepercayaan publik dan keberlanjutan program,” tegasnya. Ia menambahkan, KAGAMA berkomitmen mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), khususnya SDG 3 (kesehatan), SDG 6 (sanitasi), dan SDG 12 (konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab).