
Darurat Sunyi: Membaca Lonjakan Bunuh Diri dan Tantangan Kesehatan Mental di Indonesia
Webinar bertema pencegahan bunuh diri yang digelar Kagama baru-baru ini membuka ruang reflektif atas krisis kesehatan mental yang kian nyata di Indonesia. Dalam sambutan pembuka, Prabaswara Dewi mengangkat fenomena bunuh diri yang mengkhawatirkan di kalangan anak muda, termasuk mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia menekankan bahwa pengasuhan pada usia dini—khususnya rentang usia 1 hingga 5 tahun—memegang peran krusial dalam membentuk ketahanan mental yang akan menentukan perilaku individu di masa remaja dan dewasa.

Lebih dari sekadar isu pribadi, kesehatan mental kini menjadi tantangan kolektif. Prabaswara mengajak masyarakat untuk mempromosikan kesehatan jiwa secara menyeluruh, mulai dari tingkat individu, keluarga, hingga komunitas. Upaya ini diyakini mampu mencegah tindakan menyakiti diri dan bunuh diri yang kerap terjadi dalam senyap.
Paparan data oleh Sulastama Raharja memperkuat urgensi tersebut. Sepanjang tahun 2024, tercatat 1.455 kasus bunuh diri di Indonesia—meningkat sekitar 100 kasus dari tahun sebelumnya. Namun, angka ini diyakini hanya puncak gunung es. Estimasi underreporting mencapai 859 persen, menunjukkan bahwa jumlah kasus sebenarnya bisa sembilan kali lipat lebih tinggi. Provinsi Jawa Tengah mencatat angka tertinggi dengan 478 kasus, dua kali lipat dibanding Jawa Timur dan jauh melampaui Jawa Barat.

Secara global, Indonesia diperkirakan menyumbang sekitar 4.750 kematian akibat bunuh diri dari total 746.000 kasus di seluruh dunia. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari luka sosial yang belum tertangani. Kagama sebagai organisasi alumni menegaskan komitmennya untuk turut membangun masyarakat yang sehat secara mental dan emosional.
Forum ini mengidentifikasi dua lapisan persoalan utama: pertama, individu yang mengalami krisis kesehatan jiwa dan berada dalam risiko tinggi; kedua, dampak psikologis yang dirasakan oleh komunitas luas akibat fenomena bunuh diri. Untuk menjawab tantangan tersebut, dua narasumber ahli dihadirkan: Patricia Meta Puspitasari, M.Psi., Psikolog, yang membahas strategi pencegahan dan dukungan komunitas; serta Ega Asnatasia Maharani, M.Psi., Psikolog, yang mengupas stigma dan pemahaman klinis terkait depresi dan risiko bunuh diri.
Webinar ini bukan sekadar ruang diskusi, melainkan ajakan kolektif untuk menyalakan harapan di tengah gelapnya krisis kesehatan jiwa. Dalam sunyi yang sering kali menyelimuti penderita, kehadiran yang empatik dan dukungan yang nyata bisa menjadi cahaya penyelamat. Karena mencegah bunuh diri bukan hanya soal menyelamatkan nyawa, tetapi juga tentang membangun masyarakat yang saling menjaga dan menguatkan.
*) Materi webinar selengkapnya bisa dilihat di Youtube Kagama Channel: