Kagama Fotografi 8: Sejarah Foto Jurnalistik di Dunia dan Indonesia

PP Kagama bersama Kagama Fotografi kembali menggelar webinar lewat Zoom Meeting pada hari Sabtu (27/3/2021) jam 19.30 s/d 21.30 WIB. Pada seri 8 kali ini mengupas tuntas tentang foto jurnalistik, bersama fotografer penuh pengalaman Dwi Oblo. Sebagai moderator adalah Bronto Sumaryanto, dan berkenan memberikan kata sambutan Abdulhamid Dipopramono, Wasekjen PP Kagama dan Staf Khusus Menteri Perhubungan.

Dwi Oblo

Selain menjelaskan secara detil konsep foto jurnalistik, Dwi Oblo juga menjelaskan tentang sejarah foto jurnalistik di dunia. Fotografi ditemukan setelah Louis J.M. Daguerre yang berkebangsaan Prancis pada 19 Agustus 1839 mengumumkan hasil eksperimen fotografinya menggunakan pelat kaca dilapisi perak, yang terkenal dengan istilah Daguerreotype. Teknologi belum mampu mereproduksi foto secara massal maka fungsi foto dipakai untuk dokumentasi keluarga sebagai penghias ruangan, menggantikan lukisan realis yang harganya lebih mahal.

Pada tahun 1842 sebuah koran di Inggris “The Illustrated London News” menurunkan laporan tentang percobaan pembunuhan Ratu Victoria yang gagal. Koran ini memuat visual adegan itu, namun karena teknologi fotografi belum memungkinkan memperbanyak gambar maka visualnya dibuat secara grafis yaitu dengan litografi.

Tahun 1847 di sebuah koran ditemukan sebuah foto yang dianggap sebagai foto berita pertama yang menggambarkan seorang pria ditangkap di Prancis. Foto diambil dengan proses Daguerreotype.

Tahun 1860 koran Harpers Weekly memuat potret Abraham Lincoln dengan teknik cukil kayu, yang dibuat berdasarkan foto yang ada. Tentu saja wajah Lincoln menjadi terbalik.

Embrio foto jurnalistik muncul pertama kali pada Senin 16 April 1877, saat surat kabar harian The Daily Graphic di New York memuat gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon pada halaman satu. Terbitan ini menjadi tonggak awal adanya foto jurnalistik pada media cetak saat itu, walaupun hanya berupa sketsa.

Tahun 1888 George Eastman memasarkan kamera kotak Kodak No. 1 dengan slogannya, “Anda menekan tombolnya, selebihnya kami yang melakukan”. Lalu pada tahun 1900 Eastman Kodak memperkenalkan kamera Brownie dengan harga eceran satu dolar. Kodak Brownie yang mudah digunakan dan murah, sangat memperluas pasar amatir untuk membuat foto dan dikumpulkan ke dalam album.

Pada tahun 1890-an Jimmy Hare, asal Inggris meliput perang Spanyol-Amerika sampai akhir Perang Dunia I dengan dua kamera yang ditenteng menyerupai tas jinjing berbungkus kulit. Foto-fotonya di Illustrated American dan mingguan Collier’s Weekly meletakkan dasar-dasar kerja seorang jurnalis foto.

Tahun 1891 surat kabar harian “New York Morning Journal” mempelopori terbitan suratkabar dengan foto yang dicetak menggunakan halftone screen (raster), perangkat yang mampu memindai titik-titik gambar ke dalam plat cetakan. Tahun 1918 Majalah National Geographic yang pertama kali terbit pada tahun 1888, pada tahun 1918 memulai menampilkan foto-foto dalam laporannya.

Tahun 1928 sebuah koran di New York “Daily News” memuat foto yang menggemparkan yakni foto hukuman mati Ny. Snyder di kursi listrik. Salah satu dari 3 foto yang berhasil dia jepret, terpampang di halaman depan Koran tersebut. Tom Howard, wartawan fotonya, menyiapkan kamera kecil yang dipasang tersembunyi pada kakinya, dan ketika hukuman mati dilaksanakan dia menekan kabel release sembari menaikkan celana panjangnya.

Pada periode tahun 1930-1950 foto jurnalistik mengalami perkembangan pesat atau jaman keemasan, karena teknologi kamera dan cetak mulai maju dan yang jelas mudah dibawa kemana-mana. Sehingga terbitan seperti Sports Illustrated, The Daily Mirror, The New York Daily News, Vu, dan LIFE menampilkan foto-foto yang menawan.

Demikian juga kantor-kantor berita di Eropa, Amerika dan Asia yang berdiri sebelum fotografi ditemukan, awalnya hanya memproduksi teks, mulai mendistribusikan produk fotografi jurnalistiknya ke media di seluruh dunia. Seperti di Eropa: Agence France-Presse (AFP) di Prancis, REUTERS di Inggris. Sedangkan di Amerika ada Associated Press (AP) .
Di Asia ada Xinhua (China), Kyodo News (Jepang) dan banyak lagi kantor-kantor berita dari berbagai negara.

Tahun 1936 Fotografer USA Robert Capa (1913-1954) yang bekerja untuk Majalah LIFE memotret seorang tentara yang tertembak saat meliput Perang Dunia ke II di Spanyol. Foto ini menjadi pemenang Pulitzer tahun itu. Namun malang Capa meninggal akibat meliput perang di Vietnam tahun 1954.

Pada tahun 1947 Henri Cartier-Bresson, Robert Capa, David Seymour, dan George Rodger mantan awak majalah LIFE mendirikan Magnum Photos yang merupakan agensi foto berita pertama yang menyediakan foto jurnalistik dari berbagai isu dan belahan dunia. Selain Magnum muncul pula agency foto di Amerika, Black Star yang dimotori Ernest Mayer untuk menyuplai majalah LIFE (yang saat itu hanya memiliki empat jurnalis foto)

Tahun 1955, di Belanda dengan kantor pusat di Amsterdam, didirikan World Press Photo, sebuah organisasi independen non profit. Misi organisasi ini adalah untuk mendukung dan mempromosikan karya foto para fotografer profesional di tataran internasional. Setiap tahun, World Press Photo menyelenggarakan lomba foto jurnalistik terbesar dan paling bergengsi di dunia. Foto-foto pemenang di pamerkan keliling dunia, serta menyelenggarakan pendidikan foto jurnalis bagi negara-negara berkembang sampai saat ini.

Tahun 2001 berdiri VII (Seven), sebuah agen foto di era digital yang dinamai berdasarkan jumlah anggota pendirinya. Semuanya foto jurnalis dan dokumenter terkemuka yang memberanikan diri untuk mendistribusikan karya mereka di media terkemuka dunia. VII awalnya fokus mendokumentasikan perang dan kekerasan yang terjadi di Timur Tengah, namun perkembangannya ke seluruh dunia dan tidak perang saja. VII telah diakui menjadi bisnis baru fotografi jurnalistik dan dokumenter terkemuka di dunia yang meliputi bidang penerbitan, pembuatan film, dan pendidikan

Selanjutnya, Oblo menjelaskan sejarah foto jurnalistik di Indonesia. Setahun setelah fotografi ditemukan yaitu pada tahun 1840, Juriaan Munich, seorang petugas kesehatan diutus oleh Kementrian Urusan Wilayah Jajahan (Ministerie van Kolonien) Kerajaan Belanda untuk mengabadikan tempat dan obyek yang paling terkenal di daerah Jawa Tengah. Namun misi ini mengalami kegagalan. Pada tahun 1844, Adolf Schaefer, seorang Daguerretypist dari Kota Dresden pada bulan Juni tiba di Batavia untuk menggantikan Juriaan Munich dan ditugaskan memotret patung Hindu-Jawa koleksi Lembaga Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenshapen). Schaefer berhasil menunaikan tugas ini sekaligus menjadi orang pertama yang berhasil membuat foto di Hindia-Belanda.

Tahun 1857 Albert Woodbury & James Page, dua orang bersaudara berkebangsaan inggris datang ke Hindia-Belanda dan mendirikan studio foto komersial. Studio Woodbury & Page ini merupakan studio foto komersial paling terkenal dan sukses secara finansial di seluruh Hindia-Belanda. Mereka membuat foto-foto landscape indah digunakan belanda untuk menarik investor.

Tahun 1873 pemerintah Hindia-Belanda menugaskan Isodore van Kinsbergen untuk memotret Candi Borobudur guna melengkapi penulisan buku tentang Borobudur yang dilakukan oleh Dr. C. Leemans, seorang kepala museum benda kuno di Leiden. Di tahun yang sama, Simon Willem Camerik, seorang pelukis dan fotografer yang banyak mendapatkan pekerjaan memotret di dalam lingkungan Kraton Yogyakarta, aktif memotret di daerah Jawa Tengah. Simon banyak memotret pemandangan alam di berbagai pelosok di Surakarta, Yogjakarta, Magelang dan Prambanan untuk dijual ataupun dikirimkan sebagai hadiah kepada kawan-kawannya di Eropa.

Tahun 1875 Kassian Cephas, orang Indonesia yang dianggap sebagai fotografer pribumi pertama, belajar fotografi untuk pertama kalinya kepada Isodore van Kinsbergen dan Simon Willem Camerik yang lebih dulu menjadi fotografer lingkungan Kraton Yogyakarta. Tahun 1891 Kassian berhasil memotret relief Karmavibhanga Candi Borobudur. Jumlah foto yang direkam Cephas adalah 164 foto yang sekarang tidak terlihat, 160 foto relief dan 4 foto situs Borobudur secara keseluruhan.

Tahun 1901 diterbitkan buku “Wayang Orang Pergiwa” dari foto Kassian Cephas & penulis Groeneman atas perintah Sultan Hamengkubuwono VII. Buku yang hanya dicetak satu buah ini oleh Sultan HB VII dihadiahkan kepada Ratu Wilhelmina dan Pangeran Hendrik di Istana Oranye Belanda dengan sampul mewah bertahtakan emas permata.

Tahun 1904 H. M. Neeb memotret Perang Aceh di Kuta Reh. Salah satu foto dalam buku itu sangat mengerikan, terlihat seolah-olah itu adalah pesta berburu. Tahun 1906 Jonkheer H.M. van Weede mendokumentasikan peristiwa peperangan antara penguasa Bali dengan pemerintah kolonial, pada bulan September 1906.

Kantor Berita Antara didirikan pada tanggal 13 Desember 1937 oleh Mr. Soemanang, Adam Malik, A.M. Sipahoetar dan Pandoe Kartawigoena, saat semangat kemerdekaan yang digerakkan oleh para pemuda pejuang. Sebagai Direktur pertama pada waktu itu adalah Mr. Soemanang dan Adam Malik sebagai redaktur. Pada tahun 1962, Antara resmi menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional. Beberapa foto yang terkenal saat pemuda Surabaya menyobek warna biru bendera Belanda di Hotel Yamato, diabadikan oleh Fotografer Antara Abdul Wahab pada tahun 1945.

Tahun 1942 saat pendudukan Jepang, muncul kantor berita Domei sebagai alat propagandanya . Fotografer yang merekam situasi politik saat itu adalah Alexius “Alex” Mendur. Sedangkan adiknya Frans Soemarto Mendur bekerja sebagai fotografer untuk Asia Raya.

Foto-foto Alex dan Frans Mendur yang dibuat kurun 1945 menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia, karena mendokumentasi detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 oleh Soekarno-Hatta. Foto yang berhasil diselamatkan adalah karya Frans Mendur, sedangkan karya Alex disita dan dimusnahkan tentara Jepang. Proklamasi kemerdekaan itu tersiar di esok harinya, tapi foto Proklamasi baru dimuat pada 6 bulan setelahnya, yakni bulanFebruari 1946 di harian Merdeka. Harian ini menerbitkan edisi khusus yang memuat foto-foto karya Frans Mendur, dan ironisnya film bersejarah ini hilang dan hanya menyisakan lembar foto cetak saja.

Alex Mendur, Frans Soemarto Mendur, JK Umbas, FF Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda mendirikan IPPHOS (Indonesia Press Photo Service) pada 2 Oktober 1946 di Jakarta. Saat ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta Frans Mendur memimpin biro foto ini di Yogya. Pendirian IPPHOS lebih dulu setahun sebelum Magnum Photo berdiri.

IPPHOS merekam semangat dan pergolakan politik Indonesia dalam upaya mencapai kemerdekaan (1945-1949). Dalam waktu tiga bulan saja setelah Proklamasi Alex dan Frans tercatat membuat tak kurang 2.500 foto. Sehingga foto-fotonya banyak digunakan sebagai arsip visual sejarah. Hal yang sama juga dilakukan oleh Kantor berita Nasional, Antara yang punya perwakilan di Yogyakarta dan Surabaya.

Jaman sekarang teknologi cetak yang makin canggih menyebabkan menjamurnya harian-harian lokal dan nasional serta majalah yang menggunakan foto untuk melengkapi pemberitaannya baik melalui cetak atau online. Saat ini media online selain yang berujud website, juga bisa dengan mudah diakses melalui media sosial semisal Facebook, Twitter, Instagram, Blog, dsb.

*) Materi webinar selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel: