Selamat Datang Omicron

Oleh: Donnie Ahmad

Darwin pernah bersabda “survival of the fittest”. Bahwa hanya mereka yang mampu beradaptasi sajalah yang mampu bertahan hidup. Bukan yang paling kuat. Sementara alam semesta selalu berubah menuju entropi. Sehingga agar bertahan hidup, organisme mencari cara agar selalu dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut.

Cara beradaptasi yang cukup jenius. Karena mampu memanfaatkan kesalahan dalam bereproduksi menjadi mekanisme survival yang sangat efisien, yaitu apa yang disebut MUTASI.

Mutasi adalah kekeliruan untuk mengkomunikasikan kode genetik yang diberikan kepada anak turunnya (offspring). Kode genetik yang terdiri dari 4 untaian basa nitrogen A (adenin), G (guanin), S (sitosin), dan U (urasil) merupakan informasi dasar dari semua makhluk hidup. Kombinasi tak terbatas dari keempat basa tadi yang memberikan karakteristik organisme yang ada di dunia ini.

Nah ketika organisme sedang bereproduksi pada level seluler. Proses penulisan ulang atau copy paste informasi tersebut dapat mengalami kekeliruan. Bisa ditambahi, bisa terhapus, bisa keliru urutan penulisan, dan bahkan bisa kesisipan kode genetik yang lain.

Apalagi kalau proses reproduksi/replikasi tersebut terjadi secara sangat aktif. Ibaratnya ketika beban kerja seseorang terlalu tinggi, maka dia cenderung mudah membuat kesalahan kerja. Dan kesalahan tersebut akan selalu terjadi dari waktu ke waktu.

Tetapi kesalahan kerja tersebut dapat menguntungkan organisme yang mengalami mutasi. Karena, pada suatu saat, mutasi yang terjadi fit dengan lingkungan baru yang selalu berubah. Dan ketika ini yang terjadi. Maka organisme mutan (yang mengalami mutasi) dapat beradaptasi dan survive, sementara mereka yang masih mempunyai informasi genetik lama, mungkin tidak mampu beradaptasi dan berkompetisi dengan sang mutan dan akhirnya punah.

Itu pula lah yang menyebabkan mutasi semakin banyak terjadi ketika penularan virus semakin tinggi terjadi. Yang mengakibatkan munculnya berbagai varian baru belakangan ini. Bukan karena virusnya semakin cerdas sehingga bisa belajar beradaptasi. Tetapi karena mekanisme kesalahan alami yang di luar kendali sang virus.

Sebuah artikel di the Conversation menyebutkan bahwa rata-rata ada 1 kali mutasi SARS-COV-2 setiap terjadi 2 kali penularan. Itu artinya kalau misalnya ada 100 ribu penularan per hari, ada 50 ribu mutan baru virus SARS-COV-2. Jadi semakin tinggi angka penularan Covid 19, semakin besar kemungkinannya akan menimbulkan varian baru.

Itu kenapa varian SARS-COV-2 semakin banyak ditemukan pada saat ini dan tidak pada saat awal pandemi. Dan itu pula, kenapa berapa banyak orang yang terinfeksi juga sama pentingnya dengan berapa banyak infeksi yang menimbulkan gejala klinis (menjadi sakit).

Jadi sungguh keliru apabila mengatakan bahwa tidak penting menemukan mereka yang tidak bergejala dan dianggap sekedar upaya untuk mengcovidkan untuk mendapatkan keuntungan. Umumnya atau lebih tepatnya sebagian besar mutasi yang terjadi tidak memberikan dampak apapun kepada virus tersebut.

Tetapi, pada saat tertentu, ketika kesalahan tersebut terjadi di tempat yang tepat dan dengan “kekeliruan” yang tepat juga. Terjadi perubahan karakteristik virus yang sangat signifikan.

Perubahan itu bisa terjadi pada kemampuan penularannya yang lebih meningkat, tingkat keparahannya. kemampuan untuk menghindari alat diagnosis yang ada (misalnya karena bagian yang selama ini digunakan alat diagnosis untuk mengidentifikasi virus tersebut ternyata berubah karena mutasi tardi), atau bahkan kemampuan untuk menghindari imunitas tubuh kita yang sudah terbentuk (dengan mekanisme yang sama seperti alat diagnosis).

Karena perbedaan karakteristik tersebut mampu memberikan dampak epidemiologis yang berbeda terhadap jalannya pandemi, maka WHO pun membuat kategori varian SARS-COV-2. Ada “variant under monitoring”, “variant of interest” (VOI) dan “variant of concern” (VOC).

Varian virus yang dimasukkan dalam kategori varian of concern merupakan varian yang dianggap memberikan dampak signifikan terhadap jalannya pandemi maupun strategi penanggulangan pandemi.

Dan pada tanggal 26 November 2021, WHO baru saja mengumumkan satu lagi pendatang baru yang masuk ke dalam kategori variant of concern: – selamat datang Omicron –.

Omicron adalah anak cucu varian Delta yang kemunculan pertama kalinya terdeteksi di Afrika Selatan. Omicron dianggap potensial untuk mengubah pola epidemi Covid 19. Oleh karena itu WHO memutuskan untuk memasukkannya ke dalam kategori VOC.

Saya akan menceritakan Omicron pada tulisan berikutnya. Tetapi yang ingin saya tekankan pada tulisan pertama ini adalah:

  1. Mutasi dan varian adalah mekanisme alami sehingga kita akan melihat varian-varian baru ke depan.
  2. Varian baru akan semakin mungkin terjadi, apabila kita tidak mengendalikan jalannya penularan virus SARS-COV-2.
  3. Selama mode penularan virus mash sama (droplet melalui saluran napas), maka metode pencegahan yang tersedia (3M maupun 5M), masih efektif unduk mengendalikan penularan virus tersebut.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*